Mohon tunggu...
Kusuma Maharani
Kusuma Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Hukum Islam

1 Oktober 2024   04:19 Diperbarui: 1 Oktober 2024   04:19 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Sosial Kelompok Sempalan

Fenomena yang paling menonjol pada masa itu, banyak aliran agama menunjukkan aktivitas politik dan sosial. Namun setelah pemberontakan- pemberontakan 1926 diberantas dan kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda menjadi lebih represif (dan setelah pemimpin-pemimpin nasionalis dibuang), munculah aliran-aliran agama baru yang introversionis, yaitu yang berpaling dari aktivitas sosial dan politik kepada penghayatan agama secara individual dan yang bersifat mistis (sufistik). Dasawarsa 1930-an melihat lahirnya berbagai aliran kebatinan yang masih ada sampai sekarang, seperti Pangestu dan Sumarah, dan juga masuk dan berkembangnya dua tarekat baru, yaitu Tijaniyah dan Idrisiyah (Kartodirdjo, 1966).

Setelah penumpasan PKI, neo-tarekat iddiqiyah dan Wahidiyah, serta tarekat lama Syattariyah di Jawa Timur mengalami pertumbuhan pesat dengan masuknya tidak sedikit orang dari kalangan abangan. Mereka ketika itu ingin, dengan alasan yang dapat dimengerti, membuktikan identitasnya sebagai muslim dan sikap nonpolitik mereka. Pada dekade terakhir ini dapat disaksikan bahwa tarekat dan aliran mistik lainnya berkembang dengan pesat dalam semua kalangan masyarakat -- suatu fenomena yang agaknya berkaitan erat dengan depolitisasi Islam (Abdurrahman, 1978:23-40)

Radikalitas Kelompok Sempalan

Gejala menonjol dalam beberapa kelompok sempalan yang radikal adalah latar belakang pendidikan dan pengetahuan agama banyak anggotanya yang relatif rendah, tetapi diimbangi semangat keagamaan yang tinggi. Sebagian besar mereka sangat idealis dan sangat ingin mengabdi kepada agama dan masyarakat. Mereka adalah orang yang sadar akan kemiskinan dan korupsi, ketidakadilan, dan maksiat di masyarakat sekitarnya; dalam kehidupan pribadi, banyak dari mereka telah menghadapi kesulitan untuk mendapat pendidikan dan pekerjaan yang baik dan mengalami banyak frustrasi lainnya.

Karena adanya jurang komunikasi antara tokoh-tokoh agama dan kalangan muda yang frustrasi tetapi idealis ini, tokoh-tokoh tadi tidak mampu menyalurkan aspirasi dan idealisme mereka ke dalam saluran yang lebih moderat dan produktif. Pemuda-pemuda radikal di pihak lain justru karena masih dangkalnya pengetahuan agama mereka, menganggap bahwa seharusnya Islam mempunyai jawaban yang sederhana, jelas, dan konkret atas semua permasalahan  inilah watak khas setiap sekte.

Kelompok sempalan radikal mendorong ortodoksi untuk setiap saat memikirkan kembali relevansi ajaran agama dalam masyarakat kontemporer dan untuk mencari jawaban atas masalah dan tantangan baru yang terus-menerus bermunculan. Bahaya baru muncul kalau komunikasi antara ortodoksi dan kelompok sempalan terputus dan kalau mereka diasingkan. Karena kurangnya pengalaman hidup dan pengetahuan agama, mereka dengan sangat mudah bisa saja dimanipulir dan/atau diarahkan kepada kegiatan yang tidak sesuai dengan kepentingan umat.

Fungsi Sosial Kelompok Sempalan

Aliran agama dalam situasi ini, sering bisa memenuhi kekosongan yang telah terjadi karena menghilangnya komunitas keluarga besar dan desa. Namun untuk dapat berfungsi sebagai komunitas, aliran ini mestinya cukup kecil jumlah anggotanya, sehingga mereka bisa saling mengenal. Aspek komunitas dan solidaritas antara sesama anggota diperkuat lagi, kalau aliran ini membedakan diri dengan tajam dari dunia sekitarnya. Inilah agaknya daya tarik aliran yang bersifat eksklusif (yaitu menghindar dari hubungan dengan umat lainnya) atau gnostic (yang mengklaim punya ajaran khusus yang tidak dimengerti kaum awam dan menerapkan sistem baiat)

Beberapa kelompok agama di kampus dapat dilihat sebagai gejala konflik budaya ("Islam yang konsisten" melawan "sekularisme yang bebas nilai") yang tidak lepas dari perbedaan status sosial-ekonomis. Tidaklah mengherankan kalau di kalangan pemuda/mahasiswa pernah muncul kelompok sempalan yang bersifat messianis-revolusioner yang ingin merombak tatanan masyarakat dan/atau negara (seperti kasus Jama'ah Imran).

Paham dan praktik keagamaan komunitas An-Nadzir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun