[caption id="attachment_378601" align="aligncenter" width="434" caption="www.imagesbuddy.com"][/caption]
dia terlihat menawan
bagaimana mungkin aku lupa
lukisan tentang keagungan
cerita tentang keanggunan
gambaran rupa bidadari
pernah ku khayalkan untuknya
suara-suara diam
membisukan waktu dan ruang
dirinya dan aku
mengisi salah satu kisah-kisah
tentang cinta,
tentang luka,
tentang rasa yang tak teraih
rembulan tertutup kelabu malam ini
hujan menyirami kegelapan
airnya menetes di atap-atap
melaju jatuh tanpa hambatan
menelisik hati dan keragu-raguan syairu yang seakan kebingungan mengungkapkan makna
puisiku terlihat penuh kedustaan
cerminpun tak mengingkari
perasaan itu belum mati
benihnya masih tertanam
terbangun dan terjaga
dibangunkan oleh hujan musim kemarau
layakkah ku jaga hujan ini tetap menyirami
sementara aku telah berjanji pada matahari untuk menjaga awan tetap menjauh
agar benih itu mati tanpa perlu ku cabut
burung-burung melalang buana
meniupkan syair cinta di telingaku
“perjuangkanlah benih itu!”
“tidak...!”
akalku menutup telingaku, mencegahku mendengar burung-burung penghasut lebih jauh
“buat apa menjaga benih yang membawa kehancuran, buat apa merawat benih yang hanya akan membuahkan airmata”
hati mengelak
“rasa ini terlalu indah meski menyakitkan”
akal meradang,
“keindahan yang menghancurkan, lihat dirimu!!!”
hatiku terdiam, menatap retak-retak tubuhnya pilu
“lihat...?!”
hati menangis, diam ta menjawab
aku memalingkan wajah, menatapku tajam
“aku mengerti” mengangguk
aku menatap langit, sendu
“tapi beri aku waktu...”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H