"Maukah kau menikah denganku?" kata Iwan yang bersambut baik kepada Atun.
~~~~
Hari sebelumnya, tepat pukul sepuluh malam ia keluar menuju kafe untuk menenangkan dirinya dari bayang-bayang perselingkuhan istrinya dengan lelaki lain. Ia berpamitan untuk keluar kota dan akan kembali besok siang untuk sebuah pekerjaan mendadak. Berharap dengan menjebak Atun seperti itu, ia akan mendapatkan bukti bahwa istrinya itu benar-benar bermain api dengan lelaki lain.
Namun sayang, suara sirine itu lebih cepat dari rencana untuk membuktikan kelakuan gelap istrinya. Seorang petugas datang bersama seorang perempuan berdaster dan tanpa make-up, itu Atun. Dengan wajah geram dan amarah yang memuncak, ia tak menyangka bahwa suaminya begitu tega memperlakukannya demikian, setelah ia mati-matian memperjuangkan hubungan mereka hingga bertahun-tahun lamanya.
Dan atas hal yang tidak termaafkan itulah, kata-kata Atun terlontar, "Sebaiknya, kita bercerai saja!"
~~~~
Iwan yang masih mengambang dalam khayalan tentang kejadian yang menimpanya itu memperlambat laju kakinya, lalu mampir di salah satu warung kopi yang berdiri di jalan yang menghubungkan dua desa, desanya dan desa tetangga.
Salah seorang yang dikenal Iwan berada di sana, lelaki yang istrinya sedang hamil tua dan siap menunggu kelahiran anak pertama mereka. Dalam keadaan yang sama, lelaki itu menyapa Iwan.
"Hey!" katanya sambil mengangkat tangan, "Mau ke mana?"
"Keluar kota!" jawab Iwan datar masih belum bisa meredam emosi di hatinya.
"Oh, iya begitulah pekerjaan," sambung temannya dengan senyum yang merekah.