Mohon tunggu...
KURNIAWATI AGUSTIN
KURNIAWATI AGUSTIN Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Nulla Aetas Ad Discendum Sera"

Legal Research Assistant

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi Pekerja yang Terkena PHK dan Segala Permasalahannya

29 Mei 2024   21:00 Diperbarui: 29 Mei 2024   21:18 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jaminan Kehilangan Pekerjaan merupakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sekarang sudah diubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Untuk mengatur pelaksanaannya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan menyatakan bahwa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) adalah jaminan sosial berupa uang tunai, informasi pasar kerja, dan pelatihan untuk pekerja atau buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Jaminan Kehilangan Pekerjaan memiliki beberapa manfaat, yaitu:

1. Bantuan uang tunai

Bantuan uang tunai berlaku untuk enam bulan setelah pekerja terkena PHK dan diverifikasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Bantuan uang tunai diberikan kepada peserta JKP sebesar 45% dari upah sebelumnya untuk 3 bulan pertama dan 25% untuk 3 bulan selanjutnya.

2. Konseling

Layanan konsultasi yang diberikan ke peserta JKP tentang informasi dunia kerja yang dibutuhkan untuk membuat perencanaan karier. Sebelum melakukan konseling, peserta wajib melakukan asesmen diri terlebih dahulu untuk mendapatkan gambaran potensi diri.

3. Informasi lowongan kerja

Tersedia tempat untuk mempertemukan para pencari kerja dengan pemberi kerja agar saling mendapatkan kecocokan antara kompetensi kerja yang dimiliki peserta dengan kebutuhan kompetensi kerja yang diminta oleh pemberi kerja. Dan juga informasi tentang karakteristik kebutuhan dan persediaan tenaga kerja di dalam dan luar negeri.

4. Pelatihan kerja

Kegiatan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja (reskilling & upskilling) agar membantu peserta JKP mendapatkan pekerjaan kembali.

* Reskilling

Pelatihan kerja untuk peserta JKP yang akan beralih ke pekerjaan baru di bidang baru.

* Upskilling

Pelatihan kerja untuk peserta JKP yang akan mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya sesuai pekerjaan sebelumnya.

Peserta JKP yang mengikuti pelatihan kerja diharapkan akan memiliki tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan minat, bakat, dan kebutuhan pasar kerja. Manfaat pelatihan kerja diberikan kepada peserta JKP yang sudah mendapat rekomendasi dari pengantar kerja atau petugas antar kerja pada sesi konseling. Metode pelatihan kerja yang digunakan yaitu melalui webinar, offline dan blended.

Syarat Pemutusan Hubungan Kerja yang diterima untuk mendapatkan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan yaitu tidak disebabkan karena:

1. Mengundurkan diri

2. Pensiun

3. Cacat total tetap

4. Meninggal dunia

Sedangkan syarat Pengajuan pelaporan Jaminan Kehilangan Pekerjaan adalah sebagai berikut:

1. Pelaporan Pemutusan Hubungan Kerja disertai bukti, antara lain :

a. Surat pemberitahuan PHK dari perusahaan, Surat menerima kasus PHK, Surat perusahaan ke Dinas Ketenagakerjaan tentang PHK, Tanda terima laporan PHK dari dinas ketenagakerjaan, jika PHK atas kesepakatan bersama.

b. Perjanjian bersama yang telah didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial dan akta pendaftaran perjanjian bersama, jika, PHK melalui musyawarah untuk mufakat.

c. Petikan/Putusan pengadilan hubungan industrial yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, jika PHK melalui Penetapan Pengadilan.

d. Surat perjanjian kontrak kerja, jika pekerja adalah karyawan kontrak (PKWT).

2. Punya komitmen untuk bekerja kembali,

3. Telah dilaporkan Non Aktif oleh Perusahaan kepada BPJS Ketenagakerjaan,

4. Tidak sedang kembali bekerja di Sektor Penerima Upah (PU),

5. Pengajuan paling lambat 3 bulan sejak terkena PH.

Beberapa pola masalah yang dialami pekerja dalam mengakses Jaminan Kehilangan Pekerjaan menurut beberapa riset yaitu:

1. Pekerja dengan waktu kerja pendek tidak bisa mengakses JKP meskipun mereka juga kehilangan pekerjaan. Pekerja kontrak pendek biasanya hanya bekerja 30--90 hari sementara pemerintah mensyaratkan kepesertaan minimal 12 bulan agar dapat mengakses manfaat JKP dan membayar iuran selama 6 bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK.

2. Administrasi informasi pekerja tidak akurat.

3. Proses mediasi PHK yang merugikan pekerja, dimana pekerja mau tidak mau harus menerima PHK, dengan alasan perusahaan harus melakukan efisiensi karena adanya resesi ekonomi global dan biasanya penilaian PHK berdasarkan subjektivitas atasan yang dirasa tidak adil.

4. Pekerja menjadi korban ketidaksinambungan program-program jaminan sosial.

5. Rendahnya literasi digital pekerja karena masih ada pekerja kesulitan mengakses aplikasi SIAPKerja.

6. Infrastruktur internet yang tidak merata sehingga membuat pekerja korban PHK gagal melalui proses pendaftaran JKP.

Terdapat sejumlah permasalahan dan tantangan yang perlu dihadapi dalam pelaksanaan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yaitu:

1. Rendahnya tingkat penerima manfaat JKP yang berhasil kembali bekerja menjadi salah satu masalah serius. Hal ini menunjukkan, bahwa program ini belum sepenuhnya efektif dalam membantu peserta mendapatkan pekerjaan baru.

2. Pandangan pekerja terhadap JKP yang masih dianggap sebagai bantuan sosial dalam bentuk uang tunai menjadi hambatan dalam merubah persepsi menjadi alat yang memfasilitasi pemulihan karir pekerja. Banyak peserta yang mengklaim manfaat uang tunai hanya sebagai formalitas penyelesaian, bukan sebagai upaya serius untuk mendapatkan pekerjaan kembali, yang mengakibatkan kurangnya efektivitas program ini.

3. Belum optimalnya sosialisasi Program JKP kepada pekerja dan perusahaan, membuat kesadaran mengenai program ini masih rendah. Banyak praktik perusahaan yang tidak mendaftarkan sebagian pekerja ke program jaminan sosial ketenagakerjaan dan minimnya jumlah pekerja yang terdaftar JKP meski memenuhi semua syarat. Banyak pula pekerja yang tidak mengetahui tentang program jaminan Kehilangan pekerjaan.

4. Rendahnya literasi digital buruh/pekerja mengenai Aplikasi SIAPKerja mempersulit proses pengajuan klaim dan administrasi program.

5. Rendahnya jumlah perusahaan yang melaporkan PHK ke Dinas Ketenagakerjaan mengurangi potensi peserta yang dapat mengakses Program JKP. Terdapat kesulitan dalam memenuhi persyaratan untuk mengklaim manfaat JKP banyak perusahaan yang tidak melaporkan atau tidak mengeluarkan surat PHK bagi pekerja dengan alasan bahwa suatu saat jika ada lowongan pekerja akan dipanggil untuk bekerja kembali.

6. Pekerja kontrak dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak termasuk sebagai penerima manfaat Program JKP, jika pekerja kontrak tersebut masa kerjanya berakhir sesuai jangka waktu pada kontrak kerja. Manfaat tersebut sulit didapat oleh pekerja dengan status PKWT, kecuali yang mengalami pemutusan hubungan kerja di tengah masa kontraknya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) PP 37 Tahun 2021, manfaat JKP bagi Peserta yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu diberikan apabila pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha dilakukan sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu. Padahal PHK yang dilakukan pengusaha dapat terjadi melalui pola tidak dilakukan perpanjangan terhadap karyawan dengan status PKWT atau kontrak kerjanya. Harusnya, pekerja dengan PKWT sebagai kelompok rawan perlu diberikan manfaat yang luas dalam program jaminan sosial, salah satunya dalam mendapat akses manfaat JKP. Manfaat tersebut dapat dimanfaatkan oleh pekerja untuk mempertahankan kebutuhan hidupnya serta mendapat pelatihan yang menunjangnya untuk mendapat pekerjaan baru. Oleh sebab itu, hal tersebut perlu dilakukan perubahan untuk mendukung tujuan JKP yaitu mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat Pekerja kehilangan pekerjaan secara merata.

7. Belum optimalnya monitoring dan pemantauan Program JKP oJamleh BPJS Ketenagakerjaan berpotensi menghambat pengembangan program dan perbaikan yang diperlukan untuk menjawab kebutuhan peserta dengan lebih baik. Untuk saat ini BPJS Ketenagakerjaan hanya menerima hasil validasi status PHK dari Dinas Ketenagakerjaan lalu mencairkan manfaat.

Semua permasalahan ini menunjukkan perlunya upaya dan strategi yang lebih baik dalam mengelola dan mengoptimalkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Mengingat sangat pentingnya Jaminan Kehilangan Pekerjaan bagi pekerja karena merupakan perlindungan bagi pekerja dari Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan secara sewenang-wenang oleh pengusaha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun