Mohon tunggu...
Kurniawan SYARIFUDDIN
Kurniawan SYARIFUDDIN Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Kebijakan Pertahanan dan Kerjasama Pertahanan Internasional

Pengamat kebijakan pertahanan dan kerjasama pertahanan internasional yang merupakan lulusan Universitas Pertahanan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kajian Buku: AH Nasution (1965) "Fundamentals of Guerrilla Warfare"

10 Mei 2021   09:00 Diperbarui: 10 Mei 2021   09:20 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendahuluan

Strategi Perang Semesta telah banyak disampaikan secara jelas oleh banyak para ahli strategis perang/militer di dunia, diantaranya adalah Clausewitzs yang menyampaikan bahwa Perang Semesta/Total War adalah perang yang melibatkan seluruh aspek dari kehidupan negara untuk meraih kemenangan dalam perang, berdasarkan pengamatannya terhadap strategi perang yang digunakan oleh Napoleon Bonaparte (Scheipers, 2018). 

Setelah itu berdasarkan dari banyak literatur, strategi perang semesta banyak diterapkan pada berbagai perang lainnya, salah satunya diaplikasikan dalam Perang Dunia I, seperti yang disampaikan oleh seorang Jenderal Jerman bernama Erich Ludendorff (Blakely, 1937) dan juga pada Perang Dunia II maupun perang di Vietnam. Akan tetapi dalam aplikasinya strategi perang semesta ini berkembang sedemikian rupa, salah satunya adalah model Perang Semesta yang digunakan oleh gerilya perlawanan China yang dipimpin oleh Mao Tse Tung, ketika melawan kaum imprealisme Jepang (Tse-Tung, 1965) ataupun gerakan model perang semesta yang diterapkan di Cuba oleh Che Guevara.

Termasuk juga terdapat model dari Perang Semesta yang diaplikasikan di Indonesia yang berbeda apabila dibandingkan dengan berbagai pengertian yang sebelumnya ada, ataupun aplikasi peperangan yang diterapkan di negara ataupun wilayah lainnya, yang dapat dikatakan tidak dapat dipisahkan antara para kombatan dan juga non-kombatan. 

Perang Semesta Indonesia, walaupun juga melibatkan seluruh unsur dari masyarakat sipil untuk digunakan untuk kepentingan perang secara langsung, masih dapat dibedakan antara keduanya, hal ini disebabkan karena keterlibatan dari masyarakat sipil adalah sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, bukan secara langsung terlibat dalam perang secara fisik (Prabowo, 2009). Hal ini juga disampaikan oleh salah seorang ahli strategi Indonesia yang menjelaskan bagaimana Strategi Perang Semesta dilakukan di Indonesia, yakni Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, yang salah satu bukunya dijadikan rujukan oleh berbagai lembaga pendidikan di dunia dalam pelajaran terkait perang gerilya maupun anti gerilya (Turner, 2005). 

Selain itu, terdapat beberapa peneliti yang kemudian menulis tentang Nasution dalam bentuk Artikel Jurnal, salah satunya adalah Military Strategy in the Indonesian Revolution: Nasution's Concept of 'Total People's War' in Theory and Practice (Cribb, 2001), atau dalam bentuk buku, diantaranya A.H. Nasution and Indonesia's Elites -- People's Resistance in the War of Independence and Postwar Politics (Turner, 2018).

Dalam bukunya Pokok-Pokok Gerilya, atau yang diartikan dalam bahasa Inggris sebagai Fundamentals of Guerrilla Warfare, Nasution menjabarkan secara rinci tentang bagaimana Indonesia menyelenggarakan Perang Semesta berdasarkan pengalamannya ketika terlibat dalam Perang mempertahankan Kemerdekaan di Indonesia pada periode waktu 1945-1949 (Nasution, 1965).  

Oleh karena buku ini kemudian menjadi salah satu buku yang paling banyak dijadikan referensi dalam memahami tentang perang Gerilya, maka sudah selayaknya apabila dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang apa yang terkandung dalam buku ini dan juga segala hal yang terkait, untuk dapat lebih memahami bagaimana strategi perang semesta yang diterapkan oleh Indonesia.

Ringkasan Buku

Selintas tentang Buku Fundamentals of Guerrilla Warfare.

Buku "Fundamentals of Guerrilla Warfare" merupakan buku terbitan dari Frederick A. Praeger Publishers pada tahun 1965, yang merupakan terjemahan dari buku "Pokok-Pokok Gerilja" yang ditulis oleh Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution dan diterbitkan oleh PT. Pembimbing Masa pada tahun 1953. Buku setebal 324 halaman dibagi dalam 3 bab ini juga dilengkapi dengan berbagai berbagai lampiran dan juga skema pergerakan taktis dari pelaksanaan perang gerilya itu sendiri.

Bab pertama dari buku ini yang kemudian banyak dipelajari oleh para ahli strategi militer dari manca negara, termasuk dijadikan sebagai pedoman dalam mempelajari perang gerilya oleh banyak lembaga pendidikan militer, diantaranya Akademi Militer West Point Amerika Serikat, berisikan tentang pokok-pokok dari perang gerilya. 

Menjadi menarik dipelajari, karena tidak seperti buku lain terkait dengan perang gerilya, dalam bab ini juga membahas tentang bagaimana strategi yang harus diterapkan ketika menghadapi perang gerilya. Sementara pada Bab ke dua, adalah merupakan pemikiran dari penulis ketika menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD, untuk menyusun bagaimana menyiapkan diri untuk kembali melakukan perang Gerilya di masa mendatang, termasuk diantaranya adalah membangun satuan-satuan komando teritorial, atau yang dikenal saat ini sebagai Satuan Komando Kewilayahan. 

Pada Bab ke tiga, merupakan serangkaian dokumen-dokumen yang melengkapi perjalanan perang kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945-1949. Dokumen-dokumen tersebut tidak saja melulu berbicara tentang taktik dan strategi perang, akan tetapi juga menyangkut bagaimana aturan hukum dilakukan dan juga sistem pemerintahan di tingkat desa maupun kecamatan yang diselenggarakan oleh pemerintahan militer saat itu.

Buku ini ditulis berdasarkan pengetahuan dan juga pengalaman penulis ketika terlibat dan juga memimpin pasukan selama perang mempertahankan kemerdekaan melawan tentara Belanda pada periode tahun 1945 sampai dengan 1949, tidak saja membahas tentang keberhasilan tetapi juga kesalahan maupun kegagalan. 

Buku ini menyajikan serangkaian ilmu perang yang menjelaskan pendapat Nasution bahwa, Taktik perang Gerilya adalah sangat penting untuk diketahui apabila melawan pemberontakan didalam suatu negara dan juga untuk mempersiapkan diri untuk melawan pihak agresor yang akan menyerang dan menduduki negaranya. Bahkan agar tidak mempersulit para pembaca yang berasal dari kalangan non-militer, penulis telah menyajikan tulisannya tanpa terlalu banyak membahas secara teknis.

Pokok-Pokok Perang Gerilya

Bab pertama dari buku ini secara umum menjelaskan tentang hal-hal mendasar yang harus dipedomani dalam penyelenggaraan perang gerilya. Tidak saja menyampaikan tentang apa yang dimaksud dengan perang gerilya, kenapa perang gerilya saat ini menjadi penting, sampai dengan bagaimana cara untuk menghadapi musuh yang menggunakan perang gerilya. Untuk menjelaskan isi yang terkandung dalam bab ini, penulis membagi kedalam beberapa bagian, yang berisikan tentang berbagai hal penting yang terkait dengan perang gerilya.

Perang Abad ini adalah Perang Rakyat Semesta.

Dalam sub-bab ini penulis menjelaskan bahwa pada saat ini dalam suatu perang tidak lagi menghadapkan antara dua angkatan bersenjata yang saling berperang, tetapi melibatkan seluruh unsur yang terdapat di negara tersebut dalam rangka memperoleh kemenangan. Tidak saja seluruh masyarakat, tetapi juga seluruh sumber daya yang dimilikinya di sektor politik, psikologis dan sosial ekonomi. 

Pihak penyerang akan melakukan serangan secara semesta, sementara yang bertahan akan bertahan dengan mengerahkan rakyatnya secara semesta juga. Pelibatan dari rakyat dalam perang semesta bukanlah hanya untuk dilibatkan sebagai angkatan bersenjata, tetapi juga melakukan usaha diberbagai sektor kehidupannya masing-masing. Sehingga negara harus melakukan persiapan untuk melakukan perangnya sedari awal, agar rakyatnya dapat mempunyai kesiapan dalam memberikan dukungan untuk menghadapi musuh, dengan mengorganisir, mengatur, melatih dan memperlengkapinya.

Perang Gerilya adalah Perang antara si Lemah melawan si Kuat.

Perang terjadi ketika suatu bangsa diserang dari luar pihak penyerang lebih siap sehingga menggunakan kekuatan yang lebih besar, sementara yang diserang berupaya untuk mempertahankan diri, tidak saja hanya bersifat pasif, tetapi harus dapat memberikan pukulan balas. Pihak yang diserang akan membutuhkan waktu untuk mengejar ketinggalan yang terjadi sehingga terjadi keseimbangan, untuk pada akhirnya melakukan tindak ofensif balas untuk menghancurkan dan mengusir musuh. Perang gerilya hanya sebatas melelahkan musuh. Apabila hal ini tidak terjadi maka menyebabkan penyelesaian perang akan memilih cara lainnya, diantaranya politik.

Perang Gerilya tidak Pernah Memenangkan Pertempuran.

Mengalahkan musuh dapat dilakukan dengan melakukan suatu tindakan ofensif yang hanya dapat dilakukan dengan menggunakan tentara yang terorganisir secara rapih. Sementara perang Gerilya hanyalah untuk merepotkan musuh, serta memberikan waktu untuk menghimpun kekuatan yang cukup dalam melakukan tindakan ofensif yang menentukan. 

Gerakan Gerilya dilakukan untuk membantu tentara reguler, sehingga tidak dilakukan secara mandiri, melainkan walaupun dilakukan secara terpisah akan tetapi terkoordinir menurut suatu strategi yang lebih besar, dalam rangka memberika tekanan secara terus menerus kepada lawan untuk melelahkan dan melemahkannya. Medan perang gerilya harus dilakukan seluas mungkin, termasuk dengan mengadakan operasi penyusupan ke semua penjuru, untuk memecah kekuatan lawan. Selama tindakan defensif yang dilakukan, maka pemerintahan sipil maupun organisasi militer harus tetap utuh dan berjalan seperti biasa, untuk menghindari penghancuran musuh.

Perang Gerilya biasanya adalah Perang Ideologi.

Perang gerilya sangat sulit dilakukan, karena membutuhkan ketabahan dan kesanggupan untuk melakukan perang dalam jangka waktu yang sangat lama. Maka hanya ideologi yang kuat dengan batin yang teguh yang dapat melakukan perang gerilya, melalui penderitaan yang lama dan sulit. Pemerintahan yang tidak didukung oleh rakyatnya, pemerintahan yang tidak berakar dalam ideologi rakyat, tidak akan mampu untuk mengharapkan kesanggupan rakyat untuk bergerilya. Api semangat perjuangan harus menyala secara terus menerus di hati gerilya, maupun rakyat yang menjadi induknya, yang pada akhirnya memberikan kekuatan untuk sanggup memikul berbagai konsekuensi yang berat.

Perang Gerilya tidak berarti Melibatkan seluruh Rakyat untuk Bertempur.

Dalam perang gerilya, rakyat selalu menjadi sendi utama bagi gerilya, untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara gerilya adalah harus mampu untuk berakar dan bergabung bersama rakyatnya. Akan tetapi tidak berarti seluruh rakyat harus bergerilya secara aktif, dalam artian bertempur. Perang gerilya adalah perang rakyat semesta, perang militer, politik, sosial-ekonomi dan psikologis. Rakyat yang bergerilya secara aktif hanyalah sebagian kecil saja, untuk memelihara kualitas, tabah, penuh semangat dan mahir dalam tugas. Perlawanan bersenjata dalam jumlah besar tidak memberikan hasil strategis secara militer, justru akan menguntungkan pihak lawan.

Perang Gerilya bukan Berarti tidak Teratur.

Perang gerilya harus dilakukan secara efisien, tetap menjunjung tinggi disiplin, berdasarkan teori dan strategi yang tepat, melakukan latihan sewaktu-waktu, patuh terhadap peraturan-peraturan, terhadap rencana operasi dan sebagainya. Gerilya yang tidak terorganisir dengan baik, selain akan mengorbankan jiwa dan material untuk hal-hal yang tidak mempunyai keuntungan strategis, juga akan memboroskan waktu dan energi

Gerilya Berpangkalan dalam Rakyat.

Gerilya dapat melakukan tugasnya karena rakyat membantu, merawat, menyembunyikan dan mengadakan penyelidikan untuk keperluannya. Perang propaganda menjadi penting pada saat perang gerilya, sehingga harus diselenggarakan secara terkoordinir, menggunakan rakyat dengan saluran-saluran yang ada, selain untuk membela kepentingan sendiri, juga untuk mengacaukan fikiran musuh. Rakyat juga dapat difungsikan sebagai organisasi pendukung bagi gerilya, dalam penyediaan logistik, akomodasi, transportasi, caraka, bahkan untuk memberikan hiburan. Sehingga perlu dibangun suatu struktur tersendiri yang menjadi penghubung antara gerilya dengan rakyat untuk dapat mengkomunikasikan segala kebutuhan dukungan yang diperlukan. Organisasi penghubung ini harus dipersiapkan sebelumnya, yang pada akhirnya dapat mengembangkan kader-kader perlawanan rakyat atau "teritorial", yang dibekali dengan ilmu kemiliteran sederhana, kemasyarakatan dan ilmu pemerintahan untuk menyelenggarakan pemerintahan gerilya, masyarakat gerilya dan ekonomi gerilya di suatu "pangkalan-pangkalan" rakyat untuk menghidupkan gerilya.

Gudang Senjata Gerilya adalah Gudang Senjata Musuh.

Gerilya harus tetap mendapatkan suplai logistik dari luar wilayahnya, terutama yang terkait dengan munisi dan persenjataan, untuk terus memperkuat dirinya, bersamaan dengan upaya untuk mengurangi persenjataan lawan. Apabila hal tersebut tidak memungkinkan, maka persenjataan dan juga amunisi musuh harus dijadikan sebagai gudang senjata bagi gerilya. Hal lainnya adalah menyiapkan persediaan senjata yang mencukupi dan tersebar di seluruh daerah operasi gerilya sebelum penyelenggaraan perang.

Perang Rakyat Semesta Memerlukan Pimpinan yang Total.

Strategi perang semesta adalah merupakan kesatuan dari strategi militer, politik, psikologis dan juga strategi ekonomi, yang tidah bisa berdiri sendiri-sendiri. Oleh karena perang rakyat semesta bukan lagi antara tentara yang berperang, akan tetapi antara rakyat melawan rakyat, maka  pemimpin perang semesta tidak cukup hanya ahli bertempur, tetapi juga menguasai kenegaraan, perekonomian dan propaganda. Perang gerilya hanya dapat dilakukan secara kewilayahan, dengan pimpinan nasional hanya bertugas memberikan arahan dan mengkoordinir secara keseluruhan terhadap kondisi perang. Pada saat perang gerilya, pemerintahan harus tetap berjalan, yang dipimpin oleh pemerintahan militer yang diatur dalam komando teritorial. Dalam pelaksanaannya perlu dipersiapkan suatu undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan pada saat darurat perang. Kesatuan dan kebulatan pimpinan adalah syarat mutlak untuk kesempurnaan perang rakyat yang semesta

Perang Anti-Gerilya.

Mempelajari perang Gerilya harus diimbangi juga dengan anti-gerilya, dalam rangka memberantas segala bentuk perlawanan rakyat yang melawan pemerintah yang sah agar tidak dimanfaatkan oleh calon musuh dari luar negara. Gerilya harus dilawan dengan kekuatannya sendiri melalui kegiatan ofensif dengan mobilitas dan fleksibilitas yang tinggi. Sehingga dalam menghadapi gerilya harus memahami dengan baik perang gerilya itu sendiri, untuk kemudian mengantisipasi senjata-senjata yang akan digunakannya, antara lain.

  • Perang gerilya bersifat semesta, sehingga anti-gerilya harus mempunyai sifat yang sama, dengan menggunakan kekuatan di sektor politik-ideologi dan sosial-ekonomis.
  • Tujuan utama dari anti-gerilya adalah memisahkan gerilya dari rakyat yang merupakan sumber kekuatannya, sehingga harus memperlakukan rakyat dengan baik, penuh hormat dan manusiawi.
  • Selalu mengupayakan merebut simpati rakyat dengan melindungi dan memenuhi segala kebutuhannya, sehingga rakyat akan mengalihkan dukungan kepada pasukan anti-gerilya. 
  • Anti-gerilya bukan perang menghancurkan, sehingga berlaku secara bijak terhadap para gerilya atau rakyat yang bersimpati kepadanya.
  • Senantiasa berupaya mencari informasi tentang kondisi yang terjadi dilingkungan gerilya, untuk kemudian melancarkan perang psikologis yang bukan bersifat fitnah dan provokasi belaka.

Anti-gerilya tidak semata menggunakan kekuatan militer, tetapi harus dilaksanakan secara terpadu dengan bidang lainnya, yang dapat mendukung dalam penyelesaian militer. Upaya militer tetap perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap rakyat, menjaga sasaran-sasaran strategis yang menjadi target gerilya dan juga mengadakan pengejaran terhadap para gerilya, yang akan berhasil hanya apabila gerilya sudah bisa dipisahkan dari rakyat. Anti-gerilya tidak hanya melakukan tindakan pasif yang akan membutuhkan penyebaran tentara yang luas dan pengerahan yang masif, akan tetapi tindakan yang ofensif perlu terus dilakukan untuk mempersempit ruang geraknya dan mengambil inisiatif. Tindakan yang ofensif dan cepat dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan gerilya, bukan untuk memukul mundur atau mencerai-beraikan.

Gerilya dan Perang di Masa Depan.

Dalam bab selanjutnya, penulis kemudian menekankan tentang bagaimana dan apa saja yang diperlukan untuk menghadapi kondisi di masa mendatang, terutama apabila akan menggunakan perang gerilya sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan negara dari serangan pihak luar. Hal-hal yang disampaikan disini adalah merupakan pokok-pokok pemikiran yang ideal untuk dilaksanakan, bukan sebagai hal-hal yang telah berhasil ditempuh ketika penulis menduduki jabatan yang memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.

Penulis menilai, bahwa kemungkinan terjadinya perang akan dapat selalu terjadi, walaupun nantinya tidak terlibat secara langsung dan mengambil sikap netral sekalipun, imbas dari perang tersebut akan berpengaruh terhadap situasi pertahanan negara. Hal ini yang kemudian mengharuskan suatu negara untuk terus mempersiapkan dan mengatur pertahanan negaranya dengan sebaik-baiknya. Untuk mencegah suatu negara mengadakan invasi adalah mempersiapkan kekuatan pertahanan yang menyamai kekuatan negara lainnya yang dianggap sebagai musuh, atau melebihnya, termasuk kekuatan dari aliansi negara yang dianggap bermusuhan. Negara lain pasti akan selalu menginginkan suatu negara untuk tidak menjadi kuat, oleh karena negara yang lemah akan mudah untuk dikuasai.

Perang gerilya akan digunakan apabila kekuatan sesuatu negara tidak dapat mempertahankan area dengan menggunakan kekuatan konvensional dan telah diduduki oleh musuh. Penggunaan dari perang gerilya akan semakin menurun, ketika suatu negara telah memiliki kekuatan yang mencukupi untuk mempertahankan negaranya, yang tentunya akan sulit dipenuhi dengan kondisi yang ada saat itu, oleh karena luasnya maupun kesulitan daerah yang harus dipertahankan. Perang gerilya lebih banyak akan menggunakan wilayah daratan, akan tetapi tidak berarti suatu negara yang menggunakannya tidak memperhatikan pengembangan maritim maupun udaranya.

Kondisi negara yang mengalami krisis politik-psikologis dan sosial-ekonomi, akan mengakibatkan terjadinya kekecewaan di tengah masyarakat sendiri yang kemudian akan mengakibatkan timbulknya perlawanan, yang akan menggunakan taktik perang gerilya. Walaupun berperang dengan saudara sebangsa akan mengakibatkan dampak yang sifatnya lebih permanen di masa mendatang, tetapi hal tersebut tidak bisa dihindari, sehingga upaya untuk melakukan anti-gerilya tidak bisa ditinggalkan dari penyiapan strategi pertahanan negara, atau penyiapan kekuatan angkatan bersenjatan. Bahwa untuk melakukan anti-gerilya, maka harus disiapakan tentara yang tidak terlalu besar, bersifat mobil dan terlatih dengan baik, terutama untuk dapat bertindak secara agresif, mobilitas tinggi dan fleksibel, yang juga merupakan kekuatan utama dari gerilya itu sendiri.

Dalam perang gerilya, terdapat dua model kekuatan, yaitu kekuatan garis pertama yang akan melakukan tindakan-tindakan ofensif, ataupun bersifat mobile dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, serta kekuatan lini kedua yang bersifat bertahan dan memberikan gangguan-gangguan terhadap pasukan lawan. Pasukan garis pertaham harus dilatih, diperlengkapi dan juga dibekali dengan taktik-takti yang bersifat destruktif. Akan tetapi perang gerilya, bagi penulis adalah suatu perang yang pastinya terpaksa untuk dilakukan oleh suatu negara, oleh karena akan berlangsung lama dan melelahkan. Semakin rendah kualitas dari pasukan dan organisasinya, makan akan semakin lama perang gerilya akan berlangsung. Memiliki kawan dengan negara luar juga diperlukan, untuk memperoleh bantuan dukungan apabila terpaksa dilakukan perang gerilya. Sehingga membentuk aliansi, ataupun mencari kawan akan sangat membantu, selain menyiapkan pasukan reguler yang profesional untuk melaksanakan perang gerilya.

Oleh karena hal itu kemudian disampaikan bagaimana organisasi tentara suatu negara perlu dikembangkan untuk dapat mewadahi bagaimana perang gerilya dapat diselenggarakan dalam rangka pertahanan negara. Angkatan bersenjata perlu dibagi dalam dua bentuk organisasi yang berbeda, yang pertama adalah organisasi tentara reguler, yang sama dengan orgnasisai tentara kebanyakan, seperti terdiri dari berbagai kecabangan dan juga disusun dalam bentuk peleton, Kompi, Batalyon, sampai dengan Resimen dan Divisi. Sementara bentuk yang kedua adalah membentuk satuan komando teritorial, yang nantinya akan berfungsi sebagai satuan induk dari pasukan yang berasal dari rakyat yang dimobilisasi. Pasukan rakyat yang dimobilisasi dari satuan pemerintahan terkecil, yaitu pada tingkat kelurahan atau tingkat Desa.

Komando Teritorial inilah yang nantinya pada saat melaksanakan perang gerilya akan mengorganisir adanya pemerintahan gerilya sampai dengan tingkat kabupaten, agar pemerintahan maupun roda perekonomian masih dapat berjalan seperti lazimnya ketika situasi masih dalam keadaan normal. Organisasi ini juga akan menyelenggarakan pelatihan yang diperlukan bagi pasukan milisi rakyat yang dibentuk pada saat keadaan damai dan juga pada saat perang, sehingga pasukan gerilya akan tetap terlatih dan siap untuk digunakan pada waktunya. Pasukan rakyat ini hanya akan dipersenjatai pada saat melaksanakan pelatihan, ataupun ketika diaktifkan pada saat terjadinya serangan dari pihak luar dan telah diaktifkan. Ketika masa pelatihan telah usai, ataupun ketika invasi musuh telah dapat dikalahkan maka mereka akan kembali dengan kehidupan asalnya masing-masing.

Komando satuan teritorial akan bersifat desentralisasi dalam komando dan pengendalian, walaupun komando terpusat tetap ada, hal ini sejalan dengan strategi perang gerilya yang dilaksanakan secara kewilayahan, selain untuk mengantisipasi apabila terjadi kesulitan komunikasi pada saat terjadinya perang. Untuk itu unsur pimpinan dalam pasukan gerilya harus mengenal keadaan di daerahnya dan mampu untuk menyelenggarakan pemerintahan dan perang gerilya secara mandiri, sehingga perlu diambil dari tokoh-tokoh yang terdapat di daerah masing-masing. Penulis beranggapan bahwa kemenangan dari perang gerilya adalah ketika upaya perang psikologis dari lawan dapat diantisipasi, propaganda utama yang akan disampaikan bahwa pemerintahan negara sudah tidak berjalan dan perlawanan militer juga sudah dapat ditaklukkan.

Pasukan rakyat inilah yang pada saat perang anti-gerilya akan bertindak sebagai pengumpul informasi dan mengupayakan untuk dapat mengembalikan penguasaan terhadap rakyat untuk tidak lagi bersama dengan pihak gerilya. Pasukan rakyat inilah yang akan menjaga agar perang anti-gerilya dapat berjalan secara agresif, mobilitas dan fleksibilitas yang tinggi. Perang gerilya maupun perang anti-gerilya adalah merupakan perang semesta yang tidak saja tentara yang bertempur, akan tetapi juga rakyatnya di bidang politik, psikologi, sosial-ekonomi. Cara pandang dari seluruh pihak yang terlibat dalam perang gerilya tidak boleh hanya terbatas pada masalah militer, hal inilah yang menandai perang modern dimasa mendatang.

Kumpulan Perintah dalam Perang Gerilya (1948-1949)

Pada bab terakhir dari bukunya, penulis menyampaikan beberapa instruksi ataupun penjelasan yang terkait dengan penyelenggaraan perang gerilya yang dilakukan oleh Indonesia, selama masa perang mempertahankan kemerdekaan (1948-1949) ketika mengaplikasikan strategi perang gerilya. Walaupun tidak semua yang tertulis dalam penjelasan maupun instruksi dapat berjalan dengan baik, oleh karena terdapat beberapa penolakan secara politis.

Penjelasan tentang rencana perang gerilya.

Merupakan instruksi dari penulis yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Bersenjata RI, pada bulan Agustus 1948, atau sebelum terjadinya Agresi Militer Belanda ke II. Isi dari surat tersebut adalah bagaimana strategi pertahanan rakyat semesta diselenggarakan, sebagai jawaban atas kemungkinan digelarnya kembali Agresi Militer Belanda, sebagai kelanjutan dari tindakan yang serupa yang dilaksanakan sebelumnya. Perintah ini ditujukan kepada seluruh pimpinan dan komandan TNI pada saat itu, terutama dalam tatacara penyelenggaraan perang gerilya di seluruh wilayah yang akan diduduki kembali oleh Belanda di Jawa dan Sumatera.

Instruksi penyelenggaraan Pemerintahan Adminstrasi Gerilya.

            Surat penting lainnya adalah terkait tentang petunjuk pelaksanaan tentang penyelengaraan pemerintahan administrasi perang rakyat semesta di jawa. Dalam petunjuk ini dijelaskan secara detail bagaimana pemerintahan administrasi saat dilakukan perang rakyat semesta berlangsung, terutama di wilayah Jawa yang dianggap sebagai fokus utama dari pemerintahan Indonesia. Dalam petunjuk ini juga dijelaskan tentang permasalahan yang ditimbulkan oleh pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Petunjuk penyelenggaraan ini juga dilengkapi dengan serangkaian petunjuk dan perintah yang harus dilaksanakan oleh para Komandan Militer untuk dilaksanakan.

Petunjuk Penyelenggaraan Perang Gerilya.

Disini penulisi menyampaikan serangkan perintah maupun instruksi yang ditujukan kepada seluruh Komandan Pasukan bagaimana perang gerilya dilaksanakan. Hal ini dilakukan oleh karena tidak adanya kesempatan bagi markas besar angkatan bersenjata untuk dapat memberikan penjelasan secara detail, termasuk penjelasan secara umum kepada masyarakat tentang apa yang dimaksud dengan perang gerilya. Pada dasarnya petunjuk ini menjelaskan tentang bahwa memberikan kesempatan Belanda menduduki seluruh ibukota negara, provinsi dan kabupaten, sementara seluruh pasukan untuk melakukan penyusupan kembali kedaerah operasinya masing-masing di daerah yang semula ditinggalkan setelah Agresi Militer Belanda I.

Instruksi Komando Perang Lainnya.

Yang berikutnya penulis menjelaskan tentang berbagai instruksi dan perintah operasi lainnya yang dikeluarkan oleh para Komandan satuan, diantaranya oleh Komando Wilayah Sumatera, Komandan Divisi I yang diantaranya memerintahkan seluruh satuan jajarannya untuk kembali masuk ke daerah Besuki dan sekitarnya dan juga dari Letnan Kolonel Slamet Riyadi, yang kemudian tewas. Hal ini menggambarkan bagaimana gerilya harus tetap mengikuti prosedur baku yang berlaku di kehidupan militer, bahwa segala tindakan, direncanakan dan diselenggarakan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku, walaupun kondisinya kurang menguntungkan dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif.

Kode Kehormatan Gerilya.

Untuk menjaga disiplin dan tata tertib  prajurit selama melaksanakan gerilya, kantor oditoriat militer juga menyusun suatu kode kehormatan yang harus ditepati oleh para prajurit yang melakukan gerilya. Bahwa anggota militer harus dapat perlakuan yang berbeda dengan komunitas sipil, sehingga perlu diselenggarakan suatu peraturan dan tindakan atas hukum yang spesial. Walaupun dalam penerapannya mengalami berbagai kendala, salah satunya oleh tingkat pendidikan dari para anggota militer yang sangat minim terhadap aturan-aturan kemiliteran dan juga tidak adanya aparat penegak hukum kemiliteran, tetapi aturan ini dibuat sesederhana mungkin untuk dapat dipedomani.

Instruksi Pemerintahan Administrasi Gerilya di tingkat Kodim.

Bahwa penyelenggaraan administasi pemerintahan gerilya perlu terus dilakukan, hal ini untuk mencegah propaganda dari pihak musuh bahwa perlawanan ataupun pemerintahan yang sah sudah tidak berjalan. Akan tetapi pemerintahan yang darurat tersebut tetap harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang tertib dan teratur, hal ini untuk terus meningkatkan semangat perlawanan dari seluruh rakyat dan mencegah pemerintahan musuh tidak dapat berjalan efektif. Penulis yang pada saat itu sebagai Komandan Teritorium Jawa juga menyampaikan petunjuk administrasi bahkan sampai dengan tingkat Kecamatan dan Desa, dibawah kendali dari Komando Distrik Militer yang sudah dibangun di tingkat Kabupaten.

Kajian Buku

Isi Buku.

Secara garis besar isi buku karangan Jenderal Besar A.H. Nasution ini sangat informatif, terutama apabila dikaitkan dengan penyelenggaraan perang rakyat semesta yang menggunakan strategi dan taktik perang gerilya. perang gerilya yang disajikan oleh penulis, selain berdasarkan teori-teori yang biasa terdapat di dalam buku-buku lainnya, seperti yang dikarang oleh Clausewitz, ataupun Mao Tse-Tung, tetapi juga langsung diperbandingkan dengan implementasi teori tersebut di lapangan. Seperti disebutkan bahwa gerilya harus menyatu dengan rakyat, penulis menjelaskan dengan lebih detail tentang hal tersebut, termasuk alasan, manfaat ataupun resiko apabila hal tersebut tidak dilaksanakan, salah satunya adalah ketidak mampuan gerilya untuk dapat terselenggara dalam waktu yang lama. Penulis bisa menjelaskan dan juga menggabungkan antara teori yang terdapat dalam buku, implementasi di lapangan dihadapkan pada situasi dan kondisi yang terjadi saat itu dan juga bagaiman kemungkinan yang dapat dilaksanakan pada waktu yang lama.

Tidak banyak penulis buku, ataupun ahli strategi militer di Dunia, pada saat kini ataupun berabad-abad yang lalu, bahkan Sun Tzu sekalipun, yang dapat mengimplementasikan teori atau pandangan terhadap suatu strategi militer dan mempraktekkan secara langsung. Bahkan Clausewitz sendiri, walaupun dia seorang Jenderal Prusia ternama, belum pernah mengaplikasikan secara langsung apa itu yang disebut dengan perang semesta, pemikirannya adalah berdasarkan perang yang dilaksanakan oleh Napoleon Bonaparte.

Tapi bagi Nasution, tidak saja dia mengalami secara langsung perang gerilya, tetapi juga perang anti-gerilya, ketika pada masanya harus menghadapi berbagai pemberontakan di tanah air yang menggunakan taktik perang gerilya untuk melawan pemerintahan Indonesia yang sah, seperti PKI Muso dan DI/TII Kartosuwiryo. Pemahamannya terhadap dua taktik yang bertolak belakang akan tetapi saling melengkapi tersebut dituliskan dalam bukunya secara jelas baik teori maupun secara aplikatif. Kemungkinan hal ini lah yang juga menjadikan buku ini sebagai buku wajib bagi para siswa di Akademi Militer West Point Amerika Serikat dalam mempelajari perang gerilya ataupun perang anti-gerilya.

Hal unik lainnya adalah ketika Nasution juga menyajikan bagaiman perang gerilya di implementasikan melalui berbagai perintah operasi, perintah administrasi, maupun instruksi-instruksi lainnya yang sangat khas kemiliteran. Sehingga bagi seorang kader pimpinan militer hal ini akan mempermudah dalam mempelajari, serta menjadikan buku ini sebgai pedoman apabila nantinya akan terlibat dalam suatu perang rakyat semesta yang menggunakan taktik perang gerilya.

Akan tetapi buku ini juga memiliki kelemahan, diantaranya bahwa buku ini hanya bercerita tentang seorang Nasution, tanpa menyebutkan orang lain sebagai sumber inspirasi dari pemahamannya tentang perang gerilya. hal ini menyebabkan timbulnya suatu persepsi bahwa strategi perang rakyat semesta yang dipergunakan oleh Indonesia hanya berasal dari pemikiran seorang Nasution tanpa melibatkan orang lain, sesuai hal yang tidak mungkin terjadi di lingkungan militer. Penggunaan kata saya lebih sering dituliskan dibanding dengan tulisan kami atau bahkan suatu organisasi, suatu hal keego sentrisan yang justru melemahkan pemahamannya terhadap suatu permasalahan, oleh karena hanya bersifat empiris tanpa ada faktor pembanding lainnya.

Lesson Learned.

Terdapat beberapa pelajaran yang dapat diambil dari buku terkenal karya anak bangsa yang mendunia ini, yang dapat dijadikan pembelajaran bagi studi terkait strategi perang semesta di masa mendatang. Yang pertama adalah pernyataan dari Nasution yang menyatakan bahwa perang Kemerdekaan, keluarnya Belanda dari tanah air pada tahun 1949 bukan karena kalah berperang dengan Indonesia, oleh karena perang gerilya seperti yang kerap tertulis dalam buku ini, tidak akan dapat memenangkan pertempuran, akan tetapi hanya bersifat mengganggu dan bersifat defensif dan Indonesia tidak ataupun belum sampai pada tahapan untuk melakukan suatu tindakan yang ofensi untuk menghancurkan dan menaklukkan musuh seperti yang dilakukan oleh China maupun Vietnam. Hal ini sangat kontradiktif dengan apa yang selama ini sering disampaikan dalam buku-buku sejarah perang kemerdekaan lainnya, bahwa Indonesia hanya dengan bambu runcing dapat mengalahkan musuh.

Selain itu Jenderal Nasution juga sudah meletakkan fondasi penting bagi strategi pertahanan Negara, bahwa sampai dengan saat sekarang, bahwa perang gerilya merupakan suatu metoda akhir yang akan digunakan Indonesia pada saat mendapatkan agresi dari pihak lawan. Suatu dasar yang dilengkapi dengan rancangan untuk membangun tatacara penerapannya, yang sampai dengan saat sekarang belum dapat terlaksana, yaitu bahwa organisasi pertahanan negara yang ada harus dilengkapi dengan Undang-Undang sehingga memiliki kekuatan hukum yang tetap. Sampai dengan saat ini, Undang-undang yang terkait dengan mobilisasi, ataupun pembentukan milisi rakyat masih menemui hambatan secara politis.

Sebenarnya masih banyak hal lainnya yang bisa dipelajari lebih lanjut dari tulisan salah satu peletak batu fondasi dari strategi pertahanan negara Indonesia. Salah satu diantaranya ketika dengan berani Nasution menyampaikan bahwa politik bebas dan netral dari Indonesia, bukan berarti Indonesia menolak sama sekali untuk membentuk suatu aliansi pertahanan dengan negara lain ketika kemerdekaan Indonesia mengalami ancaman, suatu pemikiran yang sampai dengan saat ini juga masih menjadi hambatan. Ataupun pemikirian beliau yang menyatakan bagaimana bentuk dari "pager desa" suatu bentuk tentara milisi rakyat yang dibentuk dari tingkat desa, melaksanakan latihan kemiliteran secara berkala dan berada dalam suatu organisasi yang terstruktur pada tingkat Komando Distrik Militer, suatu hal yang bagi banyak perwira muda TNI sudah menghilang dari pola pikir bagaimana bentuk organisasi perlawanan rakyat nantinya.

Penutup

Demikianlah Kajian yang dibuat terhadap buku the Fundamentals of Guerrilla Warfare yang merupakan terjemahan ke dalam bahasa Inggris dari buku Pokok-Pokok Gerilja karangan Jenderal Besar A.H. Nasution. Adalah sangat pantas apabila buku yang menjadi buku wajib di banyak lembaga pendidikan di luar negeri ini juga menjadi buku wajib bagi para perwira muda TNI maupun bagi para mahasiswa Universitas Pertahanan, sehingga pemikiran dari Nasution yang sangat brilian ini tidak hilang di makan waktu dan perkembangan zaman.

Bahwa copy dari buku ini hanya bisa ditemukan di perpustakaan di luar negeri dalam bentuk hard copy ataupun soft copy juga menimbulkan rasa miris, walaupun versi Indonesia dari buku ini masih terdapat dibeberapa perpustakaan Indonesia dalam keadaan berdebu oleh karena jarang disentuh oleh orang Indonesia sendiri. Buku ini masih layak untuk dipelajari, oleh karena terdapat banyak pemikiran Nasution yang kembali menjadi pemikiran dalam pengembangan strategi pertahanan negara pada saat sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, B. L. (1937). Erich Ludendorff. In Great Lives from History.

Cribb, R. (2001). Military Strategy in the Indonesian Revolution: Nasution's Concept of 'Total People's War' in Theory and Practice. War and Society, 19(2), 143--154. https://doi.org/10.1179/war.2001.19.2.143

Nasution, A. H. (1965). Fundamentals of Guerrilla Warfare. In O. Heibrunn (Ed.), Praeger (Facsimilie). Frederick A. Praeger. https://doi.org/10.2307/2754103

Prabowo, J. S. L. T. (2009). Pokok-pokok Pemikiran tentang Perang Semesta (Cetakan Pe). Pusat Pengkajian dan Strategi Nasional.

Scheipers, S. (2018). On Small War: Carl von Clausewitz and People's War (First Edit). Oxford University Press.

TSE-TUNG, M. (1965). ON PROTRACTED WAR. In Selected Works of Mao Tse-Tung. https://doi.org/10.1016/b978-0-08-022981-2.50011-9

Turner, B. (2005). Nasution: Total People's Resistance and Organicist Thinking in Indonesia (Issue December). https://researchbank.swinburne.edu.au/file/23b9333d-f831-441b-8c7e-97be4b1b9061/1/Barry Turner Thesis.pdf

Turner, B. (2018). A.H. Nasution and Indonesia's Elites - "People's Resistance" in the war of Independence and Postwar Politics. Lexington Books.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun