Isi Buku.
Secara garis besar isi buku karangan Jenderal Besar A.H. Nasution ini sangat informatif, terutama apabila dikaitkan dengan penyelenggaraan perang rakyat semesta yang menggunakan strategi dan taktik perang gerilya. perang gerilya yang disajikan oleh penulis, selain berdasarkan teori-teori yang biasa terdapat di dalam buku-buku lainnya, seperti yang dikarang oleh Clausewitz, ataupun Mao Tse-Tung, tetapi juga langsung diperbandingkan dengan implementasi teori tersebut di lapangan. Seperti disebutkan bahwa gerilya harus menyatu dengan rakyat, penulis menjelaskan dengan lebih detail tentang hal tersebut, termasuk alasan, manfaat ataupun resiko apabila hal tersebut tidak dilaksanakan, salah satunya adalah ketidak mampuan gerilya untuk dapat terselenggara dalam waktu yang lama. Penulis bisa menjelaskan dan juga menggabungkan antara teori yang terdapat dalam buku, implementasi di lapangan dihadapkan pada situasi dan kondisi yang terjadi saat itu dan juga bagaiman kemungkinan yang dapat dilaksanakan pada waktu yang lama.
Tidak banyak penulis buku, ataupun ahli strategi militer di Dunia, pada saat kini ataupun berabad-abad yang lalu, bahkan Sun Tzu sekalipun, yang dapat mengimplementasikan teori atau pandangan terhadap suatu strategi militer dan mempraktekkan secara langsung. Bahkan Clausewitz sendiri, walaupun dia seorang Jenderal Prusia ternama, belum pernah mengaplikasikan secara langsung apa itu yang disebut dengan perang semesta, pemikirannya adalah berdasarkan perang yang dilaksanakan oleh Napoleon Bonaparte.
Tapi bagi Nasution, tidak saja dia mengalami secara langsung perang gerilya, tetapi juga perang anti-gerilya, ketika pada masanya harus menghadapi berbagai pemberontakan di tanah air yang menggunakan taktik perang gerilya untuk melawan pemerintahan Indonesia yang sah, seperti PKI Muso dan DI/TII Kartosuwiryo. Pemahamannya terhadap dua taktik yang bertolak belakang akan tetapi saling melengkapi tersebut dituliskan dalam bukunya secara jelas baik teori maupun secara aplikatif. Kemungkinan hal ini lah yang juga menjadikan buku ini sebagai buku wajib bagi para siswa di Akademi Militer West Point Amerika Serikat dalam mempelajari perang gerilya ataupun perang anti-gerilya.
Hal unik lainnya adalah ketika Nasution juga menyajikan bagaiman perang gerilya di implementasikan melalui berbagai perintah operasi, perintah administrasi, maupun instruksi-instruksi lainnya yang sangat khas kemiliteran. Sehingga bagi seorang kader pimpinan militer hal ini akan mempermudah dalam mempelajari, serta menjadikan buku ini sebgai pedoman apabila nantinya akan terlibat dalam suatu perang rakyat semesta yang menggunakan taktik perang gerilya.
Akan tetapi buku ini juga memiliki kelemahan, diantaranya bahwa buku ini hanya bercerita tentang seorang Nasution, tanpa menyebutkan orang lain sebagai sumber inspirasi dari pemahamannya tentang perang gerilya. hal ini menyebabkan timbulnya suatu persepsi bahwa strategi perang rakyat semesta yang dipergunakan oleh Indonesia hanya berasal dari pemikiran seorang Nasution tanpa melibatkan orang lain, sesuai hal yang tidak mungkin terjadi di lingkungan militer. Penggunaan kata saya lebih sering dituliskan dibanding dengan tulisan kami atau bahkan suatu organisasi, suatu hal keego sentrisan yang justru melemahkan pemahamannya terhadap suatu permasalahan, oleh karena hanya bersifat empiris tanpa ada faktor pembanding lainnya.
Lesson Learned.
Terdapat beberapa pelajaran yang dapat diambil dari buku terkenal karya anak bangsa yang mendunia ini, yang dapat dijadikan pembelajaran bagi studi terkait strategi perang semesta di masa mendatang. Yang pertama adalah pernyataan dari Nasution yang menyatakan bahwa perang Kemerdekaan, keluarnya Belanda dari tanah air pada tahun 1949 bukan karena kalah berperang dengan Indonesia, oleh karena perang gerilya seperti yang kerap tertulis dalam buku ini, tidak akan dapat memenangkan pertempuran, akan tetapi hanya bersifat mengganggu dan bersifat defensif dan Indonesia tidak ataupun belum sampai pada tahapan untuk melakukan suatu tindakan yang ofensi untuk menghancurkan dan menaklukkan musuh seperti yang dilakukan oleh China maupun Vietnam. Hal ini sangat kontradiktif dengan apa yang selama ini sering disampaikan dalam buku-buku sejarah perang kemerdekaan lainnya, bahwa Indonesia hanya dengan bambu runcing dapat mengalahkan musuh.
Selain itu Jenderal Nasution juga sudah meletakkan fondasi penting bagi strategi pertahanan Negara, bahwa sampai dengan saat sekarang, bahwa perang gerilya merupakan suatu metoda akhir yang akan digunakan Indonesia pada saat mendapatkan agresi dari pihak lawan. Suatu dasar yang dilengkapi dengan rancangan untuk membangun tatacara penerapannya, yang sampai dengan saat sekarang belum dapat terlaksana, yaitu bahwa organisasi pertahanan negara yang ada harus dilengkapi dengan Undang-Undang sehingga memiliki kekuatan hukum yang tetap. Sampai dengan saat ini, Undang-undang yang terkait dengan mobilisasi, ataupun pembentukan milisi rakyat masih menemui hambatan secara politis.
Sebenarnya masih banyak hal lainnya yang bisa dipelajari lebih lanjut dari tulisan salah satu peletak batu fondasi dari strategi pertahanan negara Indonesia. Salah satu diantaranya ketika dengan berani Nasution menyampaikan bahwa politik bebas dan netral dari Indonesia, bukan berarti Indonesia menolak sama sekali untuk membentuk suatu aliansi pertahanan dengan negara lain ketika kemerdekaan Indonesia mengalami ancaman, suatu pemikiran yang sampai dengan saat ini juga masih menjadi hambatan. Ataupun pemikirian beliau yang menyatakan bagaimana bentuk dari "pager desa" suatu bentuk tentara milisi rakyat yang dibentuk dari tingkat desa, melaksanakan latihan kemiliteran secara berkala dan berada dalam suatu organisasi yang terstruktur pada tingkat Komando Distrik Militer, suatu hal yang bagi banyak perwira muda TNI sudah menghilang dari pola pikir bagaimana bentuk organisasi perlawanan rakyat nantinya.
Penutup