Mohon tunggu...
Kurnia Gus
Kurnia Gus Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Aktivis, senang membaca dan menulis menyukai Seni..

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Elektabilitas Tokoh Tak Kokoh Membuat Partai Terbantai

11 Juli 2024   18:22 Diperbarui: 17 Juli 2024   23:52 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disadur dari Aplikasi daring Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengenai pengertian elektabilitas, adalah kemampuan atau kecakapan untuk dipilih menduduki suatu jabatan dalam pemerintahan.

Parameter atau indikator sebuah elektabilitas biasanya, diukur berdasarkan hasil survei dan jajak pendapat yang dilakukan terhadap pemilih. Baik itu dilakukan oleh lembaga survey, lembaga statistik, Litbang pemerintah dan swasta, polling dan jajak pendapat media massa, ataupun lembaga survey internal partai.

Maraknya elite partai dan warga masyarakat untuk mencalonkan kandidat calon gubernur/wakil gubernur, calon Walikota/wakil Walikota ataupun calon Bupati/wakil Bupati mulai ramai diperbincangkan saat ini. Dimulai dari kalangan jajaran elite partai berdasi dalam sebuah acara konsolidasi berkoalisi, hingga tingkat warga masyarakat di warung kopi tempat mereka ngerumpi.

Di panggung atas, dinamika politik para elite partai pengusung sibuk dukung mendukung. Mengusulkan kadernya maju dalam pemilihan kepala daerah, ataupun menggandeng para tokoh dengan tingkat elektabilitas yang tinggi. 

Sementara di panggung bawah, para team sukses calon kepala daerah sibuk melobi untuk bernegosiasi kepada para tokoh masyarakat, pemuka agama, ormas ataupun warga pemilih. Hal ini dilakukan agar mereka dapat ikut bergabung dalam teamnya. Harapannya tentu para team sukses adalah, mereka ikut sukses cawe-cawe jika calonnya terpilih.

A. Dua Jalur Pencalonan 

Pilkada 2024 akan digelar serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 27 November 2024 nanti. Dilaksanakan di beberapa wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Merupakan kelanjutan pesta demokrasi setelah pemilihan anggota legislatif DPR-RI, DPRD ataupun pemilihan Presiden dan wakilnya pada bulan Februari 2024 lalu.

Penyelenggaraan Pilkada 2024 itu sendiri, diatur dalam PKPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.

Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tercantum, bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diatur mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat, yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Apakah bisa mengambil jalan pintas bagi para tokoh ini maju menjadi pemimpin daerah tanpa mendaftar melalui jalur independen?

Tidak ada jalan pintas yang legal untuk tokoh-tokoh yang ingin maju sebagai pemimpin daerah tanpa mendaftar sebagai kandidat dari partai politik. 

Maka jalur pertama, adalah calon kepala daerah diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Hal ini termaktub dalam  pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-undang. 

Untuk jalur kedua, adalah melalui calon perseorangan atau jalur independen. Selanjutnya jalur independen ini juga tercantum dalam pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Bahwa calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur. Apabila memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih, dan termuat dalam daftar pemilih tetap pada pemilihan umum atau pemilihan sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan.

Jika tokoh tersebut ingin maju sebagai kandidat calon independen, maka mereka diharuskan untuk memenuhi persyaratan yang diberlakukan dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016, untuk menjadi kandidat independen di daerah tersebut.

B. Antara Elektabilitas dan Popularitas 

Dalam pemilu, elektabilitas dan popularitas seorang tokoh dari jalur politik ataupun independen dapat berpengaruh pada kesuksesan kandidat tersebut dalam memperoleh suara. Elektabilitas biasanya menjadi faktor yang lebih penting karena hasil akhir suatu pemilu ditentukan oleh suara pemilih.

Elektabilitas adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh dukungan dari pemilih dalam sebuah pemilihan umum (Pemilu). Sedangkan di sisi lain, Popularitas adalah tingkat kepopuleran seseorang di mata masyarakat secara umum, tanpa terkait langsung dengan dukungan dalam sebuah pemilihan umum.

Parameter popularitas seorang tokoh bisa diukur berdasarkan berbagai faktor, seperti popularitas di media sosial, media massa, tingkat kehadiran dalam sebuah acara publik, atau dukungan dari masyarakat dalam bidang tertentu.

C. Berita Baik dan Berita Buruk

Selain elektabilitas seorang tokoh dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor di atas, faktor lainnya juga adalah, sebuah berita baik atau berita buruk mengenai tokoh tersebut. Berita baik atau prestasi yang diumumkan tentang seorang tokoh dapat meningkatkan elektabilitasnya di mata pemilih dan partai pengusung.

Maksud dari berita baik dan berita buruk di sini adalah, bahwa seorang tokoh dapat menjadi populer akibat tindakannya, tidak peduli apakah itu hal yang positif ataupun negatif.

Pemberitaan positif dapat membuat pemilih lebih mendukung dan percaya pada tokoh tersebut. Namun sebaliknya, pemberitaan negatif atau kontroversial tentang seorang tokoh menjadi preseden buruk, dan juga dapat menurunkan elektabilitasnya serta berimbas kepada partai pengusungnya.

Berita negatif seperti terlibat sebuah skandal asusila, kasus korupsi, narkoba, judi online atau perilaku tidak etis lainnya dapat membuat pemilih kehilangan kepercayaan pada tokoh tersebut. Biasanya sikap pemilih memilih untuk tidak mendukungnya dalam pemilihan, ataupun tidak memilih lagi partai pengusungnya. 

Beberapa tokoh atau elite partai pernah terbantai dikarenakan mengalami kasus atau pernah tersandung persoalan di atas. 

D. Persoalan Para Tokoh dan Partai Politik.

Bagaimana sebuah berita baik ataupun berita buruk, dapat mempengaruhi elektabilitas seorang tokoh maupun partai pendukungnya. Semua itu tergantung pada persepsi masyarakat, dan bagaimana tokoh tersebut merespons atau menanggapi berita tersebut. 

Maka dari itu, semua tokoh politik harus berusaha untuk membangun reputasi yang baik. Serta  transparan agar dapat mempertahankan ataupun meningkatkan elektabilitas mereka di mata pemilih.

Meskipun ada kendala yang dialami oleh partai politik tertentu, tetapi untuk maju sebagai kandidat calon pemimpin daerah, seorang tokoh harus kokoh. Mematuhi aturan yang berlaku dan mendaftarkan diri melalui mekanisme yang telah ditetapkan oleh hukum/konstitusi dan peraturan yang berlaku. 

Apakah mereka para tokoh dapat mendongkrak suara partai? Selain itu, bagaimana dengan para kader partai?

Dalam politik ada istilah yang beredar dimasyarakat sebuah ungkapan peribahasa, "satu tambah satu tidak harus dua." Artinya segala kemungkinan bisa saja terjadi baik ataupun buruknya. Begitupun para tokoh, bisa saja mendongkrak suara partai dan elektabilitas partai, atau malah sebaliknya membuat suara partai terbantai tersungkur hancur! 

Hal diatas bisa saja terjadi, apabila dilihat dari fenomena-fenomena persaingan yang ada di lapangan nantinya. Terlebih apabila adanya pemberitaan yang mencuat akan adanya sebuah skandal, pelanggaran etika ataupun pelanggaran normatif lainnya saat masa kampanye di lapangan. 

Mereka para tokoh bisa saja menurunkan suara partai, atau malah sebaliknya dapat mendongkrak suara partai jika memiliki popularitas atau dukungan yang besar di masyarakat. 

Begitupun para kader partai di Indonesia, juga memiliki peranan yang tak kalah penting, dalam membangun citra dan menggalang dukungan untuk tokoh dan elektabilitas partai tersebut. Mereka para kader partai bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan pesan dan program partai kepada masyarakat. 

Mereka para kader aktif dalam kegiatan kepartaian untuk memperkuat organisasi di setiap tingkatan partai. Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik.

Dengan demikian, para kader partai sangat berkontribusi dalam mendongkrak suara partai dan memenangkan pemilu. Sementara para tokoh pun dengan popularitas nya bisa juga menaikkan ataupun menurunkan suara partai.

Memang untuk meningkatkan ataupun menaikkan elektabilitas seorang tokoh, adalah dengan memiliki popularitas yang tinggi. Ada kalanya seorang tokoh ia memiliki elektabilitas tinggi, akan tetapi ia tidak populer, karenanya ia pun tidak terpilih. 

Selanjutnya pada kesempatan lain, seseorang yang populer mencoba untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Namun dikarenakan ia tidak memiliki elektabilitas yang bagus, dan ditambah  isi tas tak cukup atau dengan kata lain tidak memiliki sumber dana yang memadai, maka ia pun juga tidak memenangi pemilihan.

Bagaimana Memilih Para Tokoh?

Partisipasi politik di Indonesia masih didominasi oleh kalangan elite atau orang-orang kaya, sementara masyarakat luas kurang banyak terlibat dalam proses politik. Belum lagi ditambah pragmatisme yang telah menjadi sebuah tradisi. Hal ini memudahkan para tokoh atau oligarki untuk mendominasi dan mengendalikan partai politik.

Keterbukaan dan transparansi dalam partai politik masih minim di Indonesia, sehingga oligarki dapat dengan mudah melakukan praktik-praktik korupsi dan nepotisme untuk memperkuat kontrol mereka atas partai politik.

Secara keseluruhan, dominasi para tokoh ataupun oligarki dalam partai politik di Indonesia merupakan cerminan dari sistem politik yang otoriter, kurang partisipatif, dan kurang transparan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan reformasi politik yang mengutamakan partisipasi politik secara merata, transparansi dan akuntabilitas dalam partai politik, serta pembatasan kekuasaan oligarki dalam politik.

Mengenai pemilihan para tokoh dalam Pilkada 2024 oleh peserta partai politik, ada beberapa kriteria yang biasanya dipertimbangkan antara lain sebagai berikut:

1. Reputasi dan Integritas
: Calon harus memiliki reputasi yang baik dan integritas yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.

2. Kepemimpinan dan Visi: Calon harus memiliki kemampuan kepemimpinan yang baik serta memiliki visi yang jelas dalam mengembangkan daerah tersebut.

3. Kapasitas dan Kompetensi: Calon harus memiliki kemampuan yang memadai dalam bidang yang diperlukan untuk memimpin daerah tersebut, seperti pengalaman dalam pemerintahan, keuangan, dan pembangunan.

4. Komitmen terhadap Partai: Calon harus memiliki komitmen yang kuat terhadap partai politik yang mengusungnya serta memegang teguh ideologi partai.

5. Elektabilitas: Calon harus memiliki popularitas dan dukungan yang kuat di masyarakat sehingga memiliki potensi untuk memenangkan Pilkada.

Namun perlu diingat, bahwa kriteria pemilihan tokoh dalam Pilkada juga dapat bervariasi, tergantung pada kebijakan dan strategi masing-masing partai politik.

Tidak cukupkah kader-kader partai bekerja dalam mendongkrak suara partainya?

Meskipun para kader partai memiliki peran yang penting dalam mendongkrak suara partai, namun terdapat beberapa kendala yang bisa menghambat upaya tersebut. Beberapa kendala yang mungkin dihadapi oleh para kader partai di Indonesia antara lain:

1. Kurangnya dukungan dan sumber daya: Beberapa partai politik mungkin memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya finansial, tenaga, dan waktu yang dapat dialokasikan untuk mendukung kader-kadernya. Ini dapat menghambat upaya kader partai untuk menggalang dukungan dan meraih suara dalam pemilu.

2. Persaingan internal: Persaingan antar kader dalam partai politik kadang-kadang dapat menghambat kerjasama dan kolaborasi antar mereka. Hal ini dapat membuat upaya mendongkrak suara partai menjadi tidak efektif karena adanya konflik internal.

3. Kurangnya kesamaan visi dan misi: Jika kader-kader partai memiliki perbedaan pandangan atau tujuan yang tidak sesuai dengan visi dan misi partai, hal ini juga dapat menghambat upaya konsolidasi dan menyatukan dukungan untuk partai tersebut.

4. Kurangnya keterlibatan dan komitmen kader: Beberapa kader partai mungkin kurang aktif dan kurang komitmen dalam menjalankan tugas-tugas partai yang seharusnya mereka lakukan. Hal ini dapat pula menghambat upaya mendongkrak suara partai karena kurangnya kerja sama dan partisipasi dari para kader.

Dengan mengatasi kendala-kendala di atas, para kader partai di Indonesia dapat lebih efektif dalam mendongkrak suara partai dan memenangkan pemilu. Upaya-upaya untuk memperkuat solidaritas dan komitmen antar sesama kader dan pengurus. Serta meningkatkan kualitas kepemimpinan dan manajemen partai yang transparan, juga sangatlah penting untuk meraih kesuksesan dalam pesta demokrasi di bumi Ibu Pertiwi Indonesia.(Gus)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun