Dengan terbata-terbata teman Parman kembali berucap.
"Aku hanya kasihan denganmu Parman. Kau adalah sahabatku, dan aku tak ingin jika kau salah dalam memilih wanita. Kalau kau tak percaya silahkan tanyakan pada Paman Dali, dia tahu segalanya tentang pacarmu"
Malamnya Parman menemui Paman Dali dirumahnya.
"Ada perlu apa kau datang kemari Parman? Jangan bilang kau mau membahas ayam jagomu yang hilang? Atau kau sudah tahu siapa pencurinya? Atau pihak polisi tak menerima laporanmu?"
Parman diam sejenak, menarik nafas dalam-dalam.
"Apa benar Pinasti seorang pelacur?"
"Hahahahaha, sekalipun kau ingin tahu jawabannya. Saya akan selalu mencoba menutupi aib pacarmu itu. Bukankah tempo hari saya bilang. Ketika kita bersedia menutupi aib orang lain, makan Tuhan pun juga akan menutupi aib kita"
"Terus terang saja Paman. Apakah Pinasti memang benar seorang pelacur?"
"Saya takut jawabanku nantinya akan menjadi alasanmu untuk menghajarku, bisa saja kau akan membunuhku. Saya tidak akan bilang dia seorang pelacur atau bukan. Biarlah kau sendiri yang mencari tahu jawaban dari pertanyaanmu itu. Yang jelasnya ada banyak hal yang belum kau ketahui dari pacarmu. Kau hanya selau berupaya membuat Pinasti bahagia, dan selalu mencintainya. Tapi kau sama sekali tidak pernah meluangkan waktumu untuk mengenalinya lebih dalam lagi. Yang kau tahu tentang Pinasti hanyalah sisi luarnya saja..."
Parman tak bisa lagi menyimak perkataan Paman Dali. Saat itu juga dia pulang dengan kepala tertunduk dan sulit menerima semuanya. Dia belum sepenuhnya percaya kalau Pinasti adalah seorang pelacur.
Saat-saat seperti ini yang dia inginkan hanyalah kejujuran Pinasti. Biarlah Pinasti yang mengatakan semuanya.