***
Bagi Parman bisa saja apa yang telah Paman Dali tuturkan hanyalah spekulasinya belaka. Pinasti bukanlah tipikal wanita yang suka menyembunyikan sesuatu. Namun Parman juga sedikit khawatir jika apa yang dikatakan Paman Dali ada benarnya. Hal itulah yang membuat pikiran Parman runyam. Dia amat mencintai kekasihnya. Sangking cinta dia rela memberikan segalanya untuk Pinasti. Sepatak sawah warisan dari kedua orang tuanya terpaksa digadaikan semata-mata hanya untuk membahagiakan Pinasti. Ulang tahun Pinasti yang kedua puluh empat, Parman menghadiakannya sebuah kalung emas yang cukup mahal. Bukan hanya itu, beberapa lembar baju-baju mahal turut dia berikan pada kekasihnya. Sebagai pembuktian kalau dia benar-benar tulus mencintainya, dan ingin hubungannya berlanjut kejenjang pernikahaan.
Malam minggu, ini adalah malam yang telah dinanti-nantikan Parman. Ada baiknya pertemuannya dengan Pinasti kali ini dijadikan momentum untuk membuktikan perkataan Paman Dali. Dia amat penasaran apa yang sebenarnya Pinasti rahasiakan selama ini. Membuat Parman tak bisa tidur beberapa hari belakangan, lantaran selalu kepikiran hal itu.
"Kita kan sudah tiga tahun pacaran, kita juga sudah saling tahu banyak hal satu sama lain. Namun tidak tertutup kemungkinan masih ada sesuatu hal yang belum saya tahu darimu. Begitu pun dengan kamu, pasti masih ada yang ingin kau tahu dariku. Untuk itulah malam minggu ini baiknya kita saling terbuka satu sama lain. Jangan ada yang disembunyikan"
Parman terdiam sejenak memandangi wajah Pinasti lamat-lamat seraya berkata.
"Kamu tidak merahasiakan sesuatukan dariku?"
Pinasti sedikit terkejut mendengar pernyataan Parman.
"Kenapa mas tiba-tiba bertanya seperti itu padaku? Apa selama ini mas kurang mempercayai aku?"
"Bukan tidak percaya sayang. Saya hanya tak ingin jika orang yang paling aku cintai didunia ini merahasiakan sesuatu dariku. Saya amat mencintaimu Pinasti, percayalah!"
"Kalau memang mas cinta sama aku. Pasti mas tidak akan berfikir yang macam-macam terhadapku dan juga akan selalu bersedia menerima setiap kekuranganku"
"Oh Maaf Sayang, jika omonganku sedikit menyinggung perasaanmu. Saya akan selalu mencintai kekuranganmu kok" Parman meremas jemari Pinasti. Beberapa pelanggang lain yang ada di kedai itu memerhatikan mereka.