Mohon tunggu...
KUNTJOJO
KUNTJOJO Mohon Tunggu... Lainnya - Saya menikmati menulis karena saya senang bisa mengekspresikan diri dan ide-ide saya.

"Menulis sesuatu yang layak dibaca atau melakukan sesuatu yang layak ditulis."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lupa: Dampak Positif dan Negatif, Faktor Penyebab, dan Strategi Memori

27 Februari 2023   08:00 Diperbarui: 27 Februari 2023   08:16 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Proses Memori (Sumber: Weiten, 2017: 223)

A. Memori dan Lupa

Salah satu kemampuan penting manusia untuk menjalani kehidupannya adalah memori atau ingatan. Apa yang dilakukan manusia setiap dari yang sangat sederhana sampai dengan yang kompleks senantiasa melibatkan memori. 

Berbagai pengalaman atau informasi yang dihadapi atau diperoleh manusia tidak hilang begitu saja. Pengalaman-pengalaman dan informasi-informasi berharga pada umumnya tersimpan dalam sistem memorinya dan pada suatu saat diperlukan untuk penyesuaian diri atau memecahkan masalah. 

Oleh karena itu jika ada masalah dengan memori misalnya lupa akan sesuatu, kesulitan pasti terjadi, apalagi jika kehilangan memori atau otak tidak mampu lagi menyimpan informasi. 

Mengadaptasi definisi dari Baddeley, Ciccarelli dan White (2015: 220) menyatakan bahwa memori adalah sistem aktif yang menerima informasi dari indera, menempatkan informasi itu ke dalam bentuk yang dapat digunakan, mengaturnya saat menyimpannya, dan kemudian mengambil informasi dari penyimpanan. Meskipun ada beberapa model berbeda tentang cara kerja memori, semuanya melibatkan tiga proses yang sama: memasukkan informasi ke dalam sistem memori, menyimpannya, dan mengeluarkannya kembali (Ciccarelli & White, 2015: 220).  

Dalam beberapa cara umum memori berproses seperti komputer.  Informasi yang masuk pertama kali dikodekan (encoding), atau diubah menjadi bentuk yang dapat digunakan. Langkah ini seperti mengetik data ke dalam komputer. Selanjutnya, informasi disimpan dalam sistem (storage). Akhirnya, informasi yang sudah tersimpan pada suatu saat diambil (retrieval) ketika diperlukan. Gambar berikut mengilustrasikan proses memori yang terdiri dari: encoding, storage, dan retrieval.

Salah satu masalah berkenaan dengan memori adalah lupa. Lupa merupakan kegagalan dalam pengambilan informasi yang  telah diterima dan disimpan dalam sistem memori. Lupa merupakan peristiwa alami sehari-hari dan setiap individu pasti pernah, sedang, dan akan mengalami. 

Setiap orang pasti sesekali lupa akan sesuatu dan pada suatu saat apa yang dilupakan tersebut dapat diingat kembali. Ada gangguan ingatan yang lebih parah dari pada lupa, yang disebut amnesia. Amnesia sering disebut sebagai lupa yang patologis, yang terjadi karena gegar otak, trauma kepala, infeksi otak dan seterusnya. 

Amnesia merupakan masalah memori yang serius yang menghambat kehidupan yang mengalami seperti yang terjadi pada    Clive Wearing dan juga Henry Gustav Molaison. Mereka sangat menderita karena tidak berfungsinya sistem memori mereka secara normal.

B. Pseudoforgetting 

Ada beberapa alasan mengapa orang lupa akan sesuatu. Salah satu yang paling sederhana adalah bahwa beberapa hal tidak pernah dikodekan sejak awal. Seseorang,  misalnya, mungkin telah mengatakan sesuatu kepada temannya saat dia berjalan keluar pintu, dan temannya mungkin telah mendengarnya, tetapi jika temannya tidak memperhatikannya maka apa yang dikatakan tidak akan melewati ingatan sensorik. 

Kegagalan pengkodean bisa berarti bahwa informasi yang dimaksud mungkin tidak pernah dimasukkan ke dalam memori sejak awal. Fenomena semacam ini kadang-kadang disebut pseudoforgetting, dan biasanya disebabkan oleh kurangnya perhatian (Weiten, 2017:  240). 

Disebut pseudoforgetting atau lupa semu karena kejadian tersebut pada dasarnya bukan lupa  karena memang tidak ada informasi yang tersimpan meskipun informasi tersebut ada dalam jangkauan seseorang namun tidak direspons dan tentu saja tidak mungkin tersimpan.  

Berkenaan dengan peristiwa lupa, Gross (2019: 247) menyatakan bahwa untuk memahami mengapa terjadi lupa, harus dipahami perbedaan antara ketersediaan (apakah materi telah disimpan atau tidak) dan aksesibilitas (mampu mengambil apa yang telah disimpan).

C. Dampak yang Timbul karena Lupa

Lupa sering dinyatakan  sebagai kegagalan, kelemahan, atau kekurangan dalam proses kognitif. Meskipun melupakan informasi penting bisa membuat frustasi, beberapa ahli teori memori berpendapat bahwa melupakan sesuatu sebenarnya adaptif (Weiten, 2017:  238). Bisa dibayangkan betapa beratnya beban kognitif seseorang  jika dia tidak pernah melupakan apapun. Menurut beberapa ahli, misalnya Schacter dan Storm, orang perlu melupakan informasi yang tidak lagi relevan, seperti nomor telepon yang sudah usang, kata sandi yang dibuang, dan baris yang dihafal untuk drama kelas sepuluh (Weiten, 2017:  238).

Sesuatu yang tidak penting atau sesuatu yang tidak menyenangkan apalagi menyakitkan kalau  dilupakan  saja karena sangat bermanfaat untuk beban kognitif dan kesehatan psikologis. Namun faktanya itu tidak mudah untuk dilakukan. Sebaliknya sesuatu atau informasi-informasi sangat penting justru terlupakan. Lupa materi ujian yang telah dipelajari, lupa membawa SIM dan STNK ketika sedang berkendaraan, dan lupa mematikan kompor gas ketika di rumah tidak ada orang, adalah lupa yang merugikan bahkan membahayakan.

D. Faktor Penyebab Lupa

Melupakan dapat mengurangi persaingan antar materi memori yang dapat menyebabkan kebingungan. Meskipun melupakan mungkin adaptif dalam jangka panjang, pertanyaan mendasar dari penelitian memori tetap: Mengapa materi memori yang sangat diperlukan pada saat atau situasi tertentu ternyata tidak bisa diambil dari penyimpanan?  Tidak ada satu jawaban sederhana untuk pertanyaan ini. Penelitian telah menunjukkan bahwa lupa dapat disebabkan oleh cacat dalam pengkodean, penyimpanan, pengambilan, atau beberapa kombinasi dari proses ini (Weiten, 2017:  238).

1. Penyebab Lupa Menurut Teori Peluruhan

Teori peluruhan atau peluruhan jejak (decay theory) mencoba menjelaskan mengapa lupa meningkat seiring waktu. Bahwa materi memori harus disimpan di suatu tempat di otak. Teori peluruhan menyatakan bahwa lupa terjadi karena jejak-jejak memori memudar seiring berjalannya waktu. Asumsi implisitnya adalah bahwa peluruhan terjadi dalam mekanisme fisiologis yang bertanggung jawab atas memori (Weiten, 2017:  240). Teori peluruhan berpandangan bahwa berlalunya waktu  menghasilkan lupa. 

Menurut teori peluruhan, proses metabolisme terjadi dari waktu ke waktu yang menyebabkan engram atau jejak-jejak meori terdegradasi/rusak, kecuali jika dipertahankan dengan pengulangan dan latihan (Gross, 2019: 295). Gagasan teori peluruhan sesuai dengan pandangan akal sehat bahwa lupa terjadi karena memori terlalu lama disimpan.    Teori peluruhan membantu menjelaskan kehilangan memori karena berlalunya waktu namun, kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa teori tersebut gagal menjelaskan ketidakrataan memori yang membusuk dari waktu ke waktu (Nevid, 2018: 224).

2. Penyebab Lupa Menurut Teori Interferensi

Teori interferensi (interference theory) menyatakan bahwa orang melupakan informasi karena adanya persaingan antar materi memori (Weiten (2017:  241). Meskipun sebagian besar memori jangka panjang dapat tersimpan relatif permanen di otak, namun materi itu mungkin tidak selalu dapat diakses untuk upaya pengambilan karena materi memori yang lain mengganggu keluarnya materi memori yang sedang diperlukan. 

Dalam banyak penelitian, peneliti telah mengendalikan interferensi dengan memvariasikan kesamaan antara materi asli yang diberikan kepada subjek (bahan tes) dan materi yang dipelajari dalam periode intervensi. Interferensi dianggap paling besar ketika bahan intervensi paling mirip dengan bahan uji (Weiten (2017:  241). 

Dalam kasus ingatan jangka panjang, interferensi dapat datang dari dua "arah" yang berbeda, yang disebut interferensi retroaktif dan interferensi proaktif (Ciccarelli & White, 2015: 248).

  • Interferensi retroaktif terjadi ketika informasi yang lebih baru (materi yang baru dipelajari) mengganggu pengambilan informasi lama (materi yang telah dipelajari sebelumnya).  Misalnya, seorang mahasiswa lupa materi ujian Metodologi Penelitian karena terinferensi oleh materi yang dipelajari kemudian, yaitu Psikologi Pendidikan.
  • Interferensi proaktif terjadi sebaliknya, ketika materi yang dipelajari sebelumnya mengganggu pengambilan materi yang baru dipelajari. Misalnya, seorang mahasiswa lupa materi ujian Metodologi Penelitian karena terinferensi oleh materi Psikologi Pendidikan yang dipelajari sebelumnya.

3. Penyebab Lupa Menurut Teori Perpindahan

Dalam sistem memori jangka pendek yang berkapasitas terbatas, peristiwa lupa bisa terjadi melalui perpindahan materi memori. Menurut teori perpindahan (displacement theory), ketika sistem memori 'penuh', materi memori yang lama akan tergeser ('didorong keluar') oleh materi memori baru yang masuk (Gross, 2019: 296). Misalnya, ketika seseorang mau menemui temannya untuk menyampaikan suatu informasi. Setelah bertemu, diawali dengan basi-basi keduanya mengobrol tentang banyak hal dan setelah itu mereka berpisah dan dia lupa untuk menyampaikan informasi kepada temannya. 

E. Strategi Memori: Upaya Meminimalkan Lupa

Bahwa memori memiliki peran sangat urgen dalam kehidupan. Betapa berat masalah kehidupan yang dihadapi Clive Wearing dan juga Henry Gustav Molaison karena tidak berfungsinya sistem memori mereka secara normal. 

Bagi manusia kebanyakan, lupa merupakan peristiwa alami yang dapat dialami oleh siapa saja. Bahwa melupakan sesuatu adalah adaptif. Namun demikian memori yang baik, memori yang dapat menyimpan materi dalam jumlah relatif banyak, tersimpan dengan baik, dan mudah diambil ketika diperlukan sangat diperlukan terutama berkenaan dengan tugas-tugas tertentu yang memerlukan daya ingat yang baik. Pertanyaannya adalah: Dengan jalan bagaimana memori dapat ditingkatkan? Berkenaan dengan pertanyaan tersebut, Coon dan Mitterer (2010: 276-277), mengusulkan peningkatan daya ingat melalui strategi memori yang terdiri dari: strategi pengkodean (encoding strategies),  strategi pengambilan (retrieval strategies), dan mnemonics.

1. Strategi Pengkodean

Telah dipaparkan sebelumnya bahwa lupa dapat terjadi pada tahap pengkodean, yang merupakan awal dari proses memori. Maka salah satu cara untuk meningkatkan memori  adalah memastikan untuk sepenuhnya menyandikan informasi. Dengan demikian dapat dihindari lupa karena kegagalan penyandian. Berikut adalah beberapa langkah yang disarankan Coon dan Mitterer (2010: 276-277), agar pengkodean berhasil, yang terdiri dari:  latihan, seleksi, organisasi, belajar keseluruhan versus bagin-bagian, posisi seri, isyarat, belajar berlebihan, dan latihan terspasi.  Coon dan Mitterer (2010: 275) menegaskan bahwa bebanyakan penghafal yang hebat menggunakan strategi ini untuk meningkatkan bakat alami apa pun yang mereka miliki.

a. Latihan (rehearsal)

Semakin sering melatih (meninjau secara mental) informasi saat membaca, maka semakin baik dalam mengingat informasi atau materi yang dipelajari. Tapi perlu dipahami bahwa latihan pemeliharaan saja tidak terlalu efektif. Pengkodean elaboratif, di mana materi yang dipelajari dikoneksikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki, jauh lebih baik. Mempelajari konsep-konsep dan menghubungkan  dengan fakta-fakta sangat membantu daya ingat.

b. Seleksi (selection)

Sarjana Belanda Erasmus mengatakan bahwa memori yang baik harus seperti jaring ikan: Harus menyimpan semua ikan besar dan membiarkan yang kecil melarikan diri Artinya, dalam belajar harus bisa membedakan konsep-konsep inti atau yang urgen, dan mana yang tidak begitu urgen. Seringkali siswa atau mahasiswa mengeluh karena harus mempelajari materi pelajaran atau materi kuliah yang  termuat dalam buku yang menurut mereka sangat banyak. Jika mereka sudah terbiasa membedakan konsep-konsep yang urgen dan yang tidak urgen, keluhan semacam itu pasti tidak terjadi. Belajar yang didasarkan pada seleksi materi merupakan belajar yang efektif dan efisien.

c. Organisasi (organization)

Bahwa mempelajari isi buku yang isinya kurang atau tidak  tersusun secara sistematis pasti lebih berat dibanding buku yang isinya disajikan secara sistematis. Mempelajari banyak konsep yang tidak terorganisasi dengan baik merupakan proses yang tidak mudah, sehingga menyulitkan pengkodean. Jalan keluar untuk itu adalah mengelompokkan konsep-konsep ke dalam kesatuan,  misalnya berdasarkan makna, jenis, karakterisitik, dan seterusnya. 

Pengorganisasian materi juga bisa dilakukan dengan mengatur catatan dan meringkas bab.  Ringkasan materi belajar dapat membuat keseluruhan jaringan ide menjadi lebih jelas dan sederhana. Bahwa ringkasan dapat meningkatkan memori dengan mendorong pengkodean informasi yang lebih baik.  

d. Belajar Keseluruhan Versus Bagian (Whole versus Parts Learning)

Jika seseorang harus menghafal sebuah pidato, apakah lebih baik mencoba mempelajarinya dari awal hingga akhir? Atau di bagian yang lebih kecil seperti paragraf? Umumnya lebih baik untuk mempraktikkan seluruh paket informasi dari pada bagian yang lebih kecil (seluruh materi belajar). Hal ini terutama berlaku untuk informasi yang cukup pendek dan terorganisasi dan mempelajari bagian-bagian mungkin lebih baik untuk materi belajar yang sangat panjang dan rumit.

Untuk materi yang sangat panjang atau kompleks, cobalah metode bagian progresif, dengan memecah materi belajar menjadi serangkaian bagian pendek. Misalnya, pada mulanya, mempelajari bagian A sampai dikuasai; selanjutnya,  mempelajari bagian A dan B; lalu A, B, dan C; dan seterusnya. Setelah materi dipelajari,  juga harus berlatih dengan memulai dari titik selain A, misalnya di C, D, atau B.

e. Posisi Seri (Serial Position)

Jika  harus mempelajari sesuatu secara berurutan, waspadai efek posisi serial. Materi belajar yang berurutan menimbulkan kecenderungan untuk membuat kesalahan paling banyak dalam mengingat bagian tengah daftar.  Solusi untuk masalah tersebut adalah dengan memecah daftar panjang materi menjadi subdaftar yang pendek, dan membuat subdaftar  tengah terpendek dari semuanya.

f. Isyarat (Cues)

Bahwa isyarat seringkali membantu untuk menguraikan informasi saat seseorang belajar. Ketika belajar, cobalah untuk menggunakan nama, ide, atau istilah baru dalam beberapa kalimat, juga, bentuk gambar yang menyertakan informasi baru dan hubungkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Tujuannya adalah merajut isyarat yang bermakna ke dalam kode memori untuk membantu mendapatkan kembali informasi saat membutuhkannya.  

g. Belajar Lebih (overlearning)

Belajar lebih melibatkan mempelajari materi di luar tingkat penguasaan (kriteria) yang telah ditentukan sebelumnya. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa memori meningkat ketika seseorang belajar lebih atau terus belajar di luar penguasaan. Setelah mempelajari materi dengan cukup baik untuk mengingatnya sekali tanpa kesalahan, belajar hendaknya terus dilakukan. Belajar lebih dapat menjadi metode belajar yang efektif untuk retensi jangka pendek.

h. Latihan Spasi (Spaced Practice)

Untuk meminimalkan kebosanan dan kelelahan, cobalah sesi belajar singkat bergantian dengan waktu istirahat singkat. Pola ini, yang disebut latihan terspasi, umumnya lebih unggul dari pada belajar terus menerus, di mana sedikit atau tidak ada istirahat yang diberikan di antara sesi belajar. Dengan meningkatkan perhatian dan konsolidasi, tiga sesi belajar 20 menit dapat membuat proses belajar lebih berhasil dari pada 1 jam belajar terus menerus.

2. Strategi Pengambilan 

Upaya meningkatkan memori melalui strategi pengambilan (retrieval strategies) dapat dilakukan dengan: resitasi,  ulasan, menggunakan strategi untuk membantu mengingat, memperpanjang  waktu dalam mengingat, tidur setelah belajar pada malam hari, dan menghindari lapar pada saat pemanggilan memori (Coon dan Mitterer, 2010: 277-278).

a. Resitasi (recitation)

Belajar berlangsung paling baik ketika disertai dengan umpan balik, atau pengetahuan tentang hasil, karena memungkinkan untuk memeriksa kemajuan. Umpan balik dapat membantu mengidentifikasi ide-ide yang membutuhkan latihan ekstra. Selain itu, mengetahui bahwa dirinya telah mengingat atau menjawab dengan benar sangat bermanfaat. Cara utama untuk memberikan umpan balik untuk diri sendiri saat belajar adalah resitasi. Resitation mengacu pada meringkas materi saat belajar, resitasi memaksa untuk berlatih mengambil informasi. Contoh resitasi, ketika membaca sebuah teks, lalu berhenti dan mencoba mengungkapkan secara lisan apa-apa yang baru saja dibacanya dengan kata-kata sendiri.

b. Peninjauan (Review)

Strategi peninjauan adalah upaya untuk melibatkan kembali informasi atau materi yang telah dipelajari, sehingga tetap segar dalam memori. Berbagai hal terbaik yang telah dibaca, didengar, atau dilihatnya dapat diingat. Tetapi, seiring berjalannya waktu, ingatan mulai memudar, apa yang telah diingat kemudian terlupakan. Itulah sebabnya mengapa meninjau materi belajar secara teratur sangat diperlukan. Dengan meninjau kembali materi belajar memungkinkan untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan baru dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang, dan kemudian menyimpannya di sana.

c. Menggunakan Strategi untuk Membantu Mengingat

Bahwa pengambilan materi memori yang berhasil biasanya merupakan hasil dari pencarian memori yang direncanakan.  Sebagian informasi dapat membantu siswa mengingat suatu materi memori, termasuk kesan tentang panjang nama, bunyi huruf dalam nama, kesamaan nama, dan informasi terkait (seperti nama orang atau artis terkenal). Strategi bermanfaat yang serupa adalah menelusuri alfabet, mencoba setiap huruf sebagai bunyi pertama dari nama atau kata yang dicari. Cobalah untuk secara mental menciptakan kembali lingkungan belajar atau menghidupkan kembali peristiwa yang mirip pada saat belajar.

d. Memperpanjang Waktu Mengingat 

Saat mempelajari materi baru, praktikkan pengambilan berulang kali. Secara bertahap, perpanjang waktu untuk mengingat materi yang telah dipelajari.  Misalnya, menyanyikan lagu bahasa Inggris yang belum dihafal. Baca satu bait lagu dan 2 menit kemudian nyanyikan tanpa melihat teks, ulangi lagi dengan menambah waktu menjadi 5 menit dari membaca teks dan menyanyinyakan lagu, ulangi lagi  dengan menambahkan waktu, sampai lagu bisa dihafalkan.

e.  Tidur Setelah Belajar pada Malam hari

Penelitian telah menunjukkan bahwa otak membutuhkan 7-8 jam tidur per malam. Tidur memperkuat asosiasi yang relevan dan melemahkan asosiasi yang tidak relevan, sehingga meningkatkan akses memori. Kurang tidur dapat mengganggu kecepatan pemrosesan informasi, memori jangka panjang, dan stabilitas emosional. Bahwa istirahat, khususnya tidur setelah belajar mengurangi gangguan pada saat pengambilan materi dari sistem ingatan. Itu sebabnya jadwal belajar harus mencakup istirahat yang cukup di antara aktivitas belajar seperti yang dijelaskan sebelumnya. Waktu istirahat dan waktu luang dalam jadwal sama pentingnya dengan waktu untuk belajar.

f.  Hindari Rasa Lapar  

Ada pendapat yang menyatakan bahwa seseorang yang lapar cenderung mendapat skor lebih rendah pada tes memori. Apa yang disampaikan orang tua dan guru perlu diikuti, bahwa siswa hendaknya  sudah sarapan atau makan siang sebelum mengikuti ujian atau tes di sekolah karena perut lapar dapat menyebabkan kesulitan dalam mengingat apa yang telah dipelajari.

3. Strategi Mnemonik 

Ada materi pelajaran atau materi kuliah yang berat untuk dihafalkan, misalnya saja mahasiswa biologi atau psikologi harus mempelajari nama-nama 12 saraf kranial (tentu saja secara berurutan). Dengan tidak adanya hubungan bermakna yang jelas di antara istilah-istilah ini, banyak pembelajar merasa sulit untuk menerapkan strategi memori yang telah dibahas sebelumnya beralih ke belajar hafalan dan untungnya, ada alternatif: mnemonik (Coon & Mitterer, 2010: 279). Mnemonik, juga dikenal sebagai alat bantu memori, adalah suatu teknik yang membantu untuk mengingat ide atau frasa dengan pola huruf, angka, atau asosiasi terkait. Perangkat mnemonik termasuk sajak dan puisi khusus, akronim, gambar, lagu, garis besar, dan seterusnya. Istilah mnemonics berasal dari frasa Yunani mimnskesthai yang berarti mengingat.

Misalnya, untuk menghafalkan urutan materi ingatan dibuat singkatan dengan mengambil huruf terdepan. Urutan warna pelangi dihafalkan dengan singkatan  "roy g biv" (red, orange, yellow, green blue, indogo., dan violet)  atau dalam bahasa Indonesia dibuat akronim "meji kuhi biniu" (merah, jingga, kuning, hujau, biru, nila, dan ungu). Untuk belajar not balok bagi pembelajar pemula, khususnya untuk mengingat nada yang diwakili oleh garis dan spasi staf musik digunakan mnemonik "F-A-C-E" (nada F, A, C, dan E) dan "Every Good Boy Does Fine" (nada E, G, B, D, dan F).

Beberapa prinsip dasar cara menghafal, menurut  Coon dan Mitterer (2010: 279) adalah sebagai berikut.

a. Membuat sesuatu menjadi bermakna

Secara umum, mentransfer informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang dibantu dengan membuatnya bermakna. Jika menemukan istilah teknis yang memiliki sedikit atau tidak ada arti langsung, berikan artinya, bahkan jika harus meregangkan istilah untuk melakukannya.

b. Membuat informasi menjadi akrab

Cara lain untuk memasukkan informasi ke dalam memori jangka panjang adalah dengan menghubungkannya dengan informasi yang sudah tersimpan di sana. Jika beberapa fakta atau ide dalam sebuah bab tampaknya mudah diingat dalam ingatan, kaitkan fakta lain yang lebih sulit dengannya.

c. Gunakan gambaran mental

Materi visual umumnya lebih mudah diingat daripada kata-kata. Mengubah informasi menjadi gambaran mental sangat membantu dalam mengingat. Oleh itu buat materi memori  dalam bentuk gambaran sejelas mungkin.

d. Membentuk asosiasi mental yang unik, tidak biasa, atau berlebihan

Membentuk gambaran yang masuk akal lebih baik dalam kebanyakan situasi. Namun, ketika mengaitkan dua ide, istilah, atau terutama gambaran mental, seseorang mungkin menemukan bahwa semakin keterlaluan dan berlebihan asosiasi tersebut, semakin besar kemungkinan dia untuk mengingatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ciccarelli, S.K. & White, J.N. (2015). Psychology. Boston: Pearson.

Coon, D. & Mitterer, J.O. (2010). Introduction to Psychology: Gateways to Mind and Behavior. Belmont: Wadsworth.

Gross, R. (2019). Psychology: The Science of Mind and Behaviour. London: Hodder Education.

Nevid, J.S. (2018). Essentials of Psychology: Concepts and Applications. Boston: Cengage Learning

Weiten, W. (2017). Psychology: Themes and Variation. Boston: Cengage Learning.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun