Mohon tunggu...
Sekundus Septo Pigang Ton
Sekundus Septo Pigang Ton Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

SEORANG MUSIKAL

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebahagiaan Sejati sebagai Tujuan Peziarahan Manusia

4 April 2022   10:12 Diperbarui: 4 April 2022   11:58 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Kedua, orientasi yang dikembangkan hidup politis adalah keterlibatan sosial.[3] Pernyataan ini mengggambarkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial, tentu ia memerlukan hidup bersama dengan manusia lain, berelasi dengan sesama ini merupakan kodrat manusia juga yaitu keinginan hidup bersama untuk saling melengkapi. 

Disinilah merupakan sebuah kebahagiaan di mana manusia itu hadir untuk saling membantu kerena keterbatasan maka manusia ingin hidup bersama dan saling memberi diri sehingga terciptalah kebahagian meskipun tidak sepenuhnya.

Ketiga, hidup kontemplatif. Menurut Aristoteles pola hidup ketiga ini merupakan aktivitas terluhur manusia, karena manusia mengarahkan dirinya pada realitas yang melampaui dirinya.[4] Dalam pernyataan ini bisa dijelaskan bahwa setiap orang tidak mudah terpesona oleh hal-hal lahiriah atau hal material yang akan binasa oleh waktu. Tetapi lebih memfokuskan diri pada sesuatu yang belum melampaui dirinya. Ketiga macam pola hidup tersebut masing-masingnya mengantar setiap orang untuk sampai pada kebahagiaan. Tetapi polah hidup manakah yang mengantar setiap orang pada suatu kebahagiaan sejati.

Menurut Aristoteles, pola hidup terikat pada urusan publik membuat orang akan berkembang.[5] Setiap orang akan mengasah kemampuan dirinya, sebagaimana partisipasi dalam hidup bersama dengan orang lain dan mewujudkan setiap keutamaan baik kecerdasannya ataupun perilaku baik buruknya. 

Keutamaan itulah yang membuat setiap orang merasa bahagia. Sehingga Aristoteles berpendapat bahwa ketika setiap orang itu merenungkan hal-hal yang melampaui apa yang terlihat di mata dan hal tersebut bersifat abadi dan tidak berubah, maka aktivitas itulah yang membahagiakan hidupnya.

[6] Pola hidup kedua dan ketigala-lah yang bisa mengantar setiap orang pada kebahagiaan. Meskipun pola yang kedua belum sepenuhnya mengantar orang untuk lebih bahagia. Dalam hal ini Aristoteles mengatakan bahwa, kebahagiaan sejati bukanlah hal-hal material, tetapi bagaimana setiap manusia, supaya hidup berdampingan dengan sesama, merenungkan diri dan mengolah tata hidup batinnya. Karena pada dasarnya setiap manusia harus merasa bahagia dari dalam diri atau bahagia dalam hidup batinnya barulah ia bisa merasakan kebahagiaan pada hal yang  ada diluar dirinya.

 Manusia Berziarah Mencari Kebahagiaan

Kehidupan manusia merupakan sebuah peziarahan. Berziarah berarti bergerak, berpindah dan terus berjalan. Bergerak atau berjalan setiap manusia tentu memiliki tujuan yang berarti. Tujuan atau makna yang sangat berarti ini tiada lain ialah mencari kebahagiaan. 

Manusia terus bergerak melepaskan kebahagiaan yang fana, mencari kebahagiaan yang sejati dan sempurna itulah tujuannya. Kebahagiaan itu sesungguhnya  sudah ada dalam diri setiap orang, dan menjadi kodratnya. Sejak lahir manusia telah dianugerahi kebahagiaan dalam dirinya, tinggal bagaimana ia memaknai kebahagiaan itu untuk menjalani kehidupan yang seutuhnya.

Jika kebahagiaan itu hanya dimaknai dengan kesenangan semata maka akan lenyap dengan segera dan tanpa memberi makna apapun. Misalnya ketika ada orang yang ingin menjadi kaya dan banyak harta tetapi kekayaan tersebut bukan diperoleh dari hasil usahanya sendiri melainkan hasil rampok ataupun perbuatan jahat lainnya demi mendapatkan kekayaan, pastilah ia tidak pernah merasa puas, hidupnya pun tidak tenang dan penuh tekanan batin.

Sewaktu-waktu kedapatan ketika sedang merampok dan diadili oleh pihak dan berwajib atau digebuk masa hingga mati dan mati tanpa seuatu yang bermakna dalam hidupnya berarti sia-sialah kekayaan yang diperjuangkan selama ini, tidak menghantarnya kepada kebahagiaan sejati. Manusia tidak dapat memaknai hidupnya apabila kebahagiaan tersebut tidak dimaknai dalam pengalaman hidup keseharian pada situasi dan kondisi apapun. Berkaitan dengan orang yang hanya meletakan kebahagiaan pada harta semata. Ada kasus yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun