Mohon tunggu...
Kurnia Trisno Yudhonegoro
Kurnia Trisno Yudhonegoro Mohon Tunggu... Administrasi - Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Studi Pertahanan atas Calon Ibu Kota Baru

19 September 2019   11:49 Diperbarui: 19 September 2019   12:42 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Si Vis Pacem Parabellum" -- "Jika ingin perdamaian, maka bersiaplah untuk perang"

- Peribahasa latin, motto Angkatan Laut Britania Raya

Setelah membahas mengenai masalah pangan dan masalah federal ibukota baru, penulis akan membahas posisi ibukota baru dari sudut pandang pertahanan.

Masalah ini sebenarnya telah disinggung oleh Saudara Fahmi Alfansi P Pane, Tenaga Ahli Dewan Perwakilan Rakyat RI dalam kolom opini pada koran Kompas tanggal 10 September 2010 dengan judul "Pertahanan di Kalimantan". Namun, penulis akan mencoba untuk mengelaborasi lebih lanjut mengenai pertahanan ibukota baru.

Catatan : 

- Untuk lokasi  eksak ibukota baru penulis menggunakan posisi ibukota kabupaten Penajam Paser

- Skenario simulasi adalah skenario yang paling mungkin terjadi. Namun, semuanya adalah rekaan belaka sedangkan estimasi waktu menggunakan teknologi dan kondisi saat ini.

- Semua persenjataan dan teknologi yang digunakan dalam skenario hipotesis adalah senjata yang sudah masuk tahap produksi saat artikel ini ditulis (bukan experimental). 

 Analisis Ancaman External (serangan dari luar)

Matra Darat

Ibukota baru RI dipastikan akan berada di antara Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Passer. Dimana posisinya terletak sekitar 240 km dari perbatasan dengan Negara Malaysia (titik terdekat), dengan 160 km merupakan hutan belantara.

Adapun bila melalui jalur utara yang relatif lebih datar maka jaraknya sekitar 600 km dengan harus melintasi beberapa sungai besar.

Adapun secara perbandingan gelar kekuatan saat ini antara TNI-AD dengan Tentera Darat Malaysia (TDM)bisa dilihat dari tabel dibawah ini :

Secara keseluruhan, keseimbangan kekuatan di atas kertas kurang lebih sama, dimana komponen tempur utama, batalyon infanteri (Yonif) yaitu 11 batalyon dan 8 batalyon, Indonesia memiliki keunggulan pada jumlah batalyon artileri medan, zeni dan pertahanan udara.

Sementara Malaysia memiliki keunggulan pada struktur divisi dimana unit sudah secara organik terintegrasi sebagai combined forces (pasukan gabungan).

Skenario Simulasi:
Sebuah serangan darat dari arah perbatasan darat Malaysia-Indonesia oleh Malaysia dengan tujuan ibukota baru melalui hutan di titik terdekat harus melalui 160 km hutan belantara dan perbukitan, adapun bila pivot melalui utara berarti harus melewati sekurangnya 8 sungai besar dan menempuh jarak 600 km.

Bila kedua skenario ini dipakai, maka ibukota baru memiliki waktu lebih dari 5 x 24 jam untuk melakukan evakuasi VVIP dan VIP (Baca : Presiden, Kabinet dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan) dalam rangka menjamin keberlangsungan pemerintahan.

Dengan kondisi yang ada saat ini batalyon infanteri organik Kodam bisa melakukan delaying tactics (taktik memperlambat) dan rearguard actions (pertahanan belakang sambil mundur) belum lagi faktor perang semesta oleh komponen paramiliter untuk memperlambat gerak maju Angkatan darat musuh.

Analisis akhir:
Serangan darat hampir mustahil dilakukan apabila dilakukan oleh Malaysia secara independen. Namun, tetap ada potensi bila Malaysia bekerja sama dengan kekuatan lain yang dapat menegasi keunggulan SDM Indonesia.

Meskipun demikian, serangan melalui darat di mandala Kalimantan (oleh siapapun) akan berjalan sangat lambat karena terhadang oleh kondisi alam dan infrastruktur jalan yang sangat kurang.

Hal ini memberikan waktu untuk bantuan dari wilayah lain di Indonesia untuk memperkuat front Kalimantan (dengan catatan jalur laut terbuka).

Matra Laut
Di atas kertas, saat ini Indonesia memiliki 1 pangkalan Angkatan laut dan 1 pangkalan utama Angkatan laut. Namun, belum ada penempatan pasukan marinir maupun fasilitas pelabuhan, fasilitas perawatan dan perbaikan.

Permasalahan utama untuk Angkatan Laut adalah fakta bahwa ibukota baru akan terletak persis di samping ALKI II (Alur Laut Kepulauan Indonesia II), sehingga akan ada banyak lalu lalang kapal, baik kapal perang maupun kapal barang, sehingga sangat krusial bagi TNI-AL untuk mendapatkan prioritas dalam pendanaan, terutama perlengkapan radar dan kapal patroli.

Terlebih jarak antara ibukota baru dengan perbatasan terluar laut territorial hanya sekitar 470 Nm (Nautical Mile). Sebuah kapal pengangkut tentara dengan kecepatan 10 Knot bisa mencapai bibir pantai dekat ibukota baru dalam 2 hari.

Skenario simulasi 

Skenario Decapitation Strike:

16 Agustus 2025

10:00 WITA Sebuah kapal berlayar di perairan internasional Laut Sulawesi, 160 Nm utara Provinsi Gorontalo (masuk ZEE Indonesia), kapal tersebut membawa rudal P-800 Oniks. Pada jarak 470 Nm dari ibukota negara, kapal tersebut meluncurkan 2 rudalnya.

Rudal tersebut naik ke ketinggian 1000 meter (3000 kaki) dan menyalakan motor supersonic dengan trayektori landai (dibawah jangkauan Radar SatRadar 235 Tarakan dengan minimum detection altitude 44.000 kaki pada jangkauan maksimum dan 10.000 kaki pada minimum range)

10:15 WITA Radar early warning Lanal Sangatta menunjukkan dua obyek berkecepatan supersonic masuk wilayah Republik Indonesia, petugas jaga melakukan diagnostik radar untuk memastikan bahwa itu bukan kesalahan sistem, sambil memanggil kepala piket.

10:17 WITA Diagnostik selesai, obyek diidentifikasi positif sebagai rudal P-800, kepala piket menelepon DANLANAL sebagai komandan untuk diteruskan kepada KOARMABAR.

10:18 WITA DANLANAL menelpon KOARMABAR untuk meneruskan kabar tersebut.

10:19 WITA KOARMABAR meminta dipastikan bahwa itu adalah positive ID, petugas jaga memastikan bahwa itu adalah positive ID.

10:20 WITA KOARMABAR diberi kabar positive ID, melakukan telepon ke KASAL.

10:20 WITA Siaran langsung Sidang Tahunan MPR tiba-tiba terhenti, Layar TV yang sedang menyiarkan secara langsung menjadi statis.

10:20 WITA KASAL yang sedang menerima telepon dari KOARMABAR mendengar suara ledakan dari luar ruang kerja, melihat Gedung parlemen terbakar.

10:50 WITA Dikonfirmasi bahwa Presiden, Wakil Presiden, Panglima TNI beserta hampir seluruh Anggota MPR telah tiada, sesuai Undang-Undang Dasar maka pemerintahan dipegang oleh Triumvirate Menteri Luar Negeri, Menteri  Pertahanan dan Menteri Dalam Negeri (bila mereka tidak turut berada di dalam Gedung Parlemen).

11:00 WITA TRIUMVIRATE menyatakan negara dalam keadaan darurat perang, mengumpulkan pimpinan TNI dan Parlemen yang tersisa dan dievakuasi ke Jakarta (kota yang memiliki infrastruktur pertahanan terbaik berikutnya dan posisinya yang berada di bagian interior Indonesia).

11:00 WIB TRIUMVIRATE mengumumkan kejadian, sambil mencoba menganalisa siapa yang melakukan tindakan tersebut (tidak ada negara yang mengaku bertanggung jawab).

Skenario Invasi konvensional:
Dengan disposisi saat ini, yaitu 5 Batalyon Infantri + 3 Batalyon lainnya, dan total populasi sekitar 6,5 juta orang maka untuk melaksanakan invasi melalui laut membutuhkan sekurangnya 2 divisi marinir dan sekurangnya 4 divisi garnisun untuk okupasi, dengan asumsi tidak ada gerakan gerilya di wilayah yang diduduki.

Maka untuk serangan awal saja membutuhkan sekurangnya 300 kapal pendarat, belum kapal logistik dan pendukung lainnya. Pergerakan armada sebesar ini sudah pasti terlacak oleh satelit, sehingga deklarasi perang sebelum serangan sudah menjadi prasyarat dan dengan itu hilang juga faktor kejutan.

Analisis akhir:
Potensi serangan AL secara konvensional berupa surgical strike dalam rangka Decapitation Strike menjadi potensi terbesar. Sebuah serangan dengan bentuk invasi konvensional melalui laut juga berpotensi dilakukan.

Namun, sama dengan invasi darat, unsur kejutan menjadi hilang, sehingga mayoritas pimpinan Lembaga negara dapat dievakuasi terlebih dulu untuk memastikan keberlangsungan pemerintahan.

Matra Udara
Pertahanan Udara ibukota baru menjadi salah satu perhatian terbesar bagi penulis, mengingat jarak garis lurus dari perbatasan tetangga hanya 230 Nm. 

Sebuah artikel berjudul "Optimalisasi Gelar Radar Hanud Guna Meningkatkan Pertahanan Udara dalam Rangka Menjaga Kedaulatan Negara di Udara" yang ditulis oleh Kolonel (Lek) Kotot Sutopo menyebutkan bahwa satuan radar pertahanan udara di Tarakan dan Balikpapan pabrik pembuatnya sudah tutup, sehingga mengalami kesulitan suku cadang dan radar salah satu satuan tersebut tidak beroperasi (akibat kekurangan suku cadang). 

Terlebih lagi dalam artikel yang sama, disebutkan masih adanya gap (celah) pada cakupan radar yang memungkinkan untuk dilakukan penyusupan sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini;

(Kotot Sutopo, 2019)

TNI AU saat ini memiliki 3 Pangkalan Udara yang berlokasi di dekat calon ibukota baru, yaitu Lanud Anang Busra di Tarakan, Lanud Syamsuddin Noor di Banjarbaru (dekat Banjarmasin) dan Lanud Dhomber di Balikpapan.

Permasalahannya adalah semua Lanud ini masih berbagi Runway dan fasilitas dengan bandar udara sipil, dimana Lanud Anang Busra menyatu dengan Bandara Internasional Juwata, Lanud Dhomber dengan Bandara  Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan dan Lanud Syamsuddin Noor dengan Bandara Internasional Syamsuddin Noor.

Kondisi bercampurnya operasi sipil dengan militer dapat berujung kepada menurunnya efisiensi operasional udara, terutama apabila dibutuhkan reaksi cepat (scramble) dari unit udara yang bertugas, sementara ruang udara dan landasan masih digunakan oleh pesawat sipil.

Skenario Simulasi:

Skenario Decapitation Strike:

16 Agustus 2025

10:00 WITA sebuah flight yang terdiri dari 4 buah Su-30 terbang pada ketinggian 4500 kaki memasuki wilayah RI melalui areal perbatasan Indonesia-Malaysia di atas kabupaten Mahakam Ulu, dibawah ketinggian deteksi SATRAD Tarakan maupun Balikpapan.

10:06 WITA setelah turun ke ketinggian 1500 kaki untuk terus berada dibawah ketinggian deteksi radar dan berjarak 125 Nm dari ibukota baru, 4 buah rudal Kh-59 ME dilepaskan.

10:18 WITA SATRAD Balikpapan mendeteksi 4 buah object berkecepatan 900 km/jam mendekati ibukota baru, petugas jaga melakukan diagnostik dan memanggil kepala piket.

10:19 WITA Keempat objek menghilang di 15 Km dekat ibukota baru, petugas jaga dan kepala piket hanya bisa saling bertatapan.

10:20 WITA Siaran langsung Sidang Tahunan MPR tiba-tiba terhenti, Layar TV yang sedang menyiarkan secara langsung menjadi statis.

Selanjutnya sama dengan scenario simulasi untuk Matra Laut

Analisis akhir:
Potensi serangan udara berupa surgical strike baik untuk decapitation strike maupun sebagai awal mula dari gerakan militer gabungan (invasi penuh) teramat besar. Mengingat saat ini masih terdapat celah pada jaringan radar dan penempatan alutsista Hanud yang teramat minim. Sebuah serangan surgical strike dapat dengan mudah mengeliminasi unsur pimpinan negara.

Kesimpulan
Pemindahan ibukota ke kabupaten Penajam Paser apabila tidak terlebih dahulu melakukan persiapan dari segi pertahanan maka hal itu seperti memasukkan kepala kita ke dalam mulut singa. Di mana dari hasil simulasi oleh penulis, potensi ancaman eksternal secara berurutan adalah udara, laut dan terakhir melalui darat.

Tentara Nasional Indonesia tentu sudah melakukan simulasi dan war-games seperti yang penulis lakukan. Hal ini bisa terlihat dari besarnya anggaran yang mereka ajukan sebagaimana dijabarkan pada table berikut :

Permintaan Anggaran Pemindahan Ibukota

Kesatuan

Peruntukan

Jumlah (Rp Trilyun)

TNI- AD

Kodam dan Sat Baru

14,67

Rumah dinas dan Kantor

4,5

TNI- AL

Bangunan & Pangkalan TNI-AL

26,1

TNI-AU

Alutsista

55

Bangunan, Pangkalan Dll

33,8

Jumlah

134,07

(Mabes TNI, 2019)

Dari tabel di atas terlihat dengan jelas bahwa TNI-AU menghabiskan 65 % dari total pengajuan, dengan mayoritas berupa alutsista. Berikutnya adalah TNI-AL yang meminta hampir 20 %, sisanya adalah TNI-AD.

Yang perlu diingat adalah anggaran ini bahkan belum menghitung biaya pembangunan komplek Mabes TNI, seperti di cilangkap, yang menjadi nerve centre dari seluruh pertahanan Indonesia.

TNI-AU mengajukan anggaran terbesar karena didalamnya terdapat rencana penambahan 1 skuadron tempur baru, pembangunan landasan udara yang dedicated untuk militer (seperti Halim Perdanakusuma), dan rudal Hanud pelindung ibukota baru, untuk memastikan bahwa skenario seperti yang disimulasikan oleh penulis tidak sampai terjadi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Mabes TNI sesungguhnya sudah menghitung dengan cermat dari segi kebutuhan finansial untuk melakukan pemindahan ibukota. Sementara untuk pembiayaan jelas tidak bisa mengandalkan non-APBN, mengingat ada potensi untuk penyalahgunaan serta bahayanya bila pertahanan keamanan diserahkan ke swasta. Sekarang mari kita berharap agar kebutuhan TNI dapat dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan NKRI yang kita cintai

Sumber dan referensi:
Postur kekuatan dan permintaan anggaran : RENCANA PEMINDAHAN IBU KOTA (PERSPEKTIF ASPEK PERTAHANAN) Mabes TNI

Kondisi Radar TNI-AU : OPTIMALISASI GELAR RADAR HANUD GUNA MENINGKATKAN PERTAHANAN UDARA DALAM RANGKA MENJAGA KEDAULATAN NEGARA DI UDARA- Kolonel (Lek) Kotot Sutopo

Spesifikasi rudal dan pesawat : Wikipedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun