O: Itu karena pemilih sudah dibutakan oleh emosi. Ada istilah yang saya buat dibuku saya, hitamputih (blackwhite). Intinya adalah seseorang melihat hitam jadi putih dan putih jadi hitam, dan dia lupa kalau dia dulunya melihat hitam sebagai hitam dan putih sebagai putih.Â
Misalnya, ada seseorang mengaku dianiaya untuk membuktikan rezim penguasa melakukan opresi, dibuktikan dengan visum dan bekas luka. Lalu kemudian ternyata itu adalah hoax. Si pelaku itu melihat hitam sebagai putih dan putih sebagai hitam, dia tidak melihat sesuai apa yang sebenarnya terjadi.Â
Dan saya lihat, ada banyak orang yang percaya hal itu. Kenapa mereka percaya sesuatu yang nyata-nyata kebohongan? Karena mereka memilih melupakan kebenaran dan mengingat-ingat kebohongan itu sebagai sebuah kebenaran. Terdengar gila, bukan?Â
P: Apa gunanya menyebar hoax?
O: Tentu itu bagian dari pembentukan Big Brother, yang nantinya akan mendeligitimasi media dan membuat pemberitaan yang bernada negatif terhadap Big Brother nantinya akan dianggap "mal-reported", reportase yang salah.Â
Banyaknya hoax itu membuat orang bingung, mana informasi yang benar dan mana yang salah. Kebingungan itu jelas, akan memudahkan Big Brother untuk nantinya menngontrol informasi.
P: Seperti negara yang pemimpinnya diktator?
O: Menurutmu darimana aku mendapat kata-kata seperti Big Brother, 2+2=5,mal-reported? Dari Stalin. Dan jika negara kalian tak hati-hati, kalian bisa terjerumus ke jurang yang sama. Dimana informasi yang ada hanya dari propaganda penguasa
P: Saya benar-benar membenci satu kandidat. Apakah itu alasan logis untuk memilih kandidat yang lain?
O: Itu terserah Anda. Tapi saran saya, jangan jadikan pemilu sebagai "dua menit kebencian", dimana kamu menghabiskan dua menit untuk meneriakkan kebencian pada pihak yang kau tak sukai. Jangan jadikan waktumu di bilik TPS untuk membalas dendam pada pihak yang melukaimu di pemilu sebelumnya
P: Pendapat Anda tentang golput?