Perang adalah Perdamaian, Kebebasan adalah Perbudakan, Pengabaian adalah Kekuatan
George Orwell adalah satu dari sedikit sekali orang yang mungkin paling menguasai fenomena abnormal pada pemilihan di negeri ini tengah pekan nanti.Â
Seorang penulis politik, wartawan ulung, dan pengaku penganut ajaran Sosialis dan anti-opresi dan pengibulan rakyat khas Stalin, Orwell akan sangat familiar dengan fenomena gunung es bernama hoax yang rajin dipintal berbagai pihak dalam bentuk tweet, forward pesan WA, serta video Youtube jelang pemilu kali ini.Â
Anda kenal dengan istilah Big Brother dan 2+2=5? Orwell-lah penciptanya, atau paling tidak yang mempopulerkannya.
Lihatlah tulisan pembuka tepat di bawah judul di atas. Itu adalah moto dari negara distopia yang diciptakan Orwell dalam buku maayurnya 'Nineteen-Eight Four'. Agak familiar dengan yang apa yang sekarang muncul bukan?
Dengan nama sekaliber itu, tentulah akan menarik untuk mengulik pendapat beliau soal gonjang ganjing pemilu yang penuh dengan hoax dan ilusi-ilusi politik ini.
Hanya ada satu hambatan kecil, Saudara-saudara. Si kakek keturunan Inggris-Burma itu telah wafat nyaris 70 tahun lalu.
Namun jangan salah. Melalui teknologi jaman milenial, kami dengan bangga menyatakan telah berhasil menghidupkan kembali Bapak Orwell. Kalian tak perlu tahu proses detailnya bagaimana kami berhasil menghidupkan orang mati, sesuatu yang terakhir kali dilakukan sekali 2 ribu tahun lampau.Â
Intinya kami pakai kombinasi listrik dan tubuh orang mati yang kemudian disambungkan dengan DNA si bapak, dan voila! George Orwell hidup lagi.
Setelah memberinya makan, minum, dan pakaian bersih, plus memberitahunya cara kerja singkat di jaman milenial (PS: dia benar-benar takut melihat ponsel dan PC, mengira jika Big Brother benar-benar mengintainya di balik layar hitam itu (PS: ada benarnya juga pendapatnya)) akhirnya kami mendudukkan si kakek di atas kursi dan mulai melakukan wawancara ini.Â
Karena jujur saja, kami tak bisa memahami bagaimana masyarakat menyukai hoax sama seperti mereka suka dengan nasi putih.Â
Dan karena kami tak bisa melihat kepala dan ekor dari fenomena hoax pada pemilu ini dan korelasinya dengan kredibilitas pemilu, maka kami memutuskan berkesperimen dan menghidupkan kembali eks-penulis yang sudah jadi tulang belulang.
(Iya, kami tahu, semua ini terlalu merepotkan)
Oke, kita mulai saja laporan wawancara dengan George Orwell edisi pemilu kali ini.
Pewawancara (P): Sebelumnya, selamat datang di abad 21, Pak. Tapi saya ingin tahu lebih dulu, bagaimana saya bisa tahu Anda George Orwell yang asli?
Orwell (O): Aku tidak akan bisa membuktikannya padamu, jujur saja. Karena semuanya tentang diri seseorang, bahkan hingga tulisan yang dibuatnya di selembar kertas, tak akan bisa bertahan.Â
Apalagi potongan DNA, atau ideologi yang tak kau sentuh selama 50 tahun. Tapi ada satu rahasia kecil yang bisa kuberikan padamu, anak muda. Aku pernah iseng jadi orang mabuk agar dipenjara (tertawa)
P: (ikut tertawa) Oke, jadi saya hanya bisa percaya pada kata-kata Anda. Mirip ide tentang Big Brother, eh?
O: Ya, sayalah Big Brother-nya, kalau begitu (tertawa). Saya selalu mengawasimu
P: Oke, kita serius sedikit. Buat Anda ketahui, pemilu di negara ini sebentar lagi akan berlangsung. 3 hari lagi. Nah, menjelang pemilu ini banyak sekali hoax, berita tak benar. Menurut Anda kenapa itu terjadi?
O: Itu karena pemilih sudah dibutakan oleh emosi. Ada istilah yang saya buat dibuku saya, hitamputih (blackwhite). Intinya adalah seseorang melihat hitam jadi putih dan putih jadi hitam, dan dia lupa kalau dia dulunya melihat hitam sebagai hitam dan putih sebagai putih.Â
Misalnya, ada seseorang mengaku dianiaya untuk membuktikan rezim penguasa melakukan opresi, dibuktikan dengan visum dan bekas luka. Lalu kemudian ternyata itu adalah hoax. Si pelaku itu melihat hitam sebagai putih dan putih sebagai hitam, dia tidak melihat sesuai apa yang sebenarnya terjadi.Â
Dan saya lihat, ada banyak orang yang percaya hal itu. Kenapa mereka percaya sesuatu yang nyata-nyata kebohongan? Karena mereka memilih melupakan kebenaran dan mengingat-ingat kebohongan itu sebagai sebuah kebenaran. Terdengar gila, bukan?Â
P: Apa gunanya menyebar hoax?
O: Tentu itu bagian dari pembentukan Big Brother, yang nantinya akan mendeligitimasi media dan membuat pemberitaan yang bernada negatif terhadap Big Brother nantinya akan dianggap "mal-reported", reportase yang salah.Â
Banyaknya hoax itu membuat orang bingung, mana informasi yang benar dan mana yang salah. Kebingungan itu jelas, akan memudahkan Big Brother untuk nantinya menngontrol informasi.
P: Seperti negara yang pemimpinnya diktator?
O: Menurutmu darimana aku mendapat kata-kata seperti Big Brother, 2+2=5,mal-reported? Dari Stalin. Dan jika negara kalian tak hati-hati, kalian bisa terjerumus ke jurang yang sama. Dimana informasi yang ada hanya dari propaganda penguasa
P: Saya benar-benar membenci satu kandidat. Apakah itu alasan logis untuk memilih kandidat yang lain?
O: Itu terserah Anda. Tapi saran saya, jangan jadikan pemilu sebagai "dua menit kebencian", dimana kamu menghabiskan dua menit untuk meneriakkan kebencian pada pihak yang kau tak sukai. Jangan jadikan waktumu di bilik TPS untuk membalas dendam pada pihak yang melukaimu di pemilu sebelumnya
P: Pendapat Anda tentang golput?
O: Kalau bisa, memilihlah mumpung Anda masih bisa memilih. Bayangkan Anda hidup di negerinya Winston Smith di novel saya '1984', dimana kebebasan kamu benar-benar sudah tak ada lagi. Memilihlah selagi ada kesempatan. Tapi jangan sampai melakukan 'duckspeak', berbicara tanpa berpikir layaknya bebek.Â
Jangan memilih tanpa berpikir matang. Tapi kalau Anda sudah berpikir dan masih juga tak ada kandidat yang cocok, yah mungkin Anda bisa menunggu sampai pemilihan berikutnya
P: Siapa dalam pemilu ini yang akan menang?Â
O: Partai, tentu saja. Kelompok kolektif akan selalu menang.Â
P: Pertanyaan terakhir. Jokowi atau Prabowo?
O: Entah. Siapa mereka?
PS: Wawancara ini telah diedit sehingga punya 'flow' yang bagus
PPS: Tentu saja, ini semua hanya fiksi. Tapi Anda bisa melihat kenyataan yang menakutkan dalam wawancara fiksi ini, kan?Â
PPPS: Semoga pemilu 17 April nanti tak dicemarkan oleh hoax. Sekali lagi, semakin Anda mempopulerkan hoax, semakin Anda mendukung berdirinya Big Brother. Salam damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H