Kedua, P. Paulus Boli Lamak, SVD. Dari Pater Paulus saya belajar bagaimana menjadi seorang SVD yang baik; saya belajar bagaimana kehidupan doa mesti menjadi makanan sehari-hari bagi seorang SVD; saya juga belajar bagaimana nilai-nilai luhur dari bapa pendiri tidak boleh dilupakan mesti dalam situasi sulit sekalipun.
Misalnya, cerita terakhir, ketika beliau dirawat di RS Kewapante (dan tidak ada di antara kami yang menjaga karena kesibukan ujian akhir semester) dan ditanya oleh beberapa orang, "siapa yang menjaga Tuan di Kewa?" beliau jawab, "Tuhan yang jaga saya." Saya belajar bahwa dalam situasi yang paling pahit, Allah selalu hadir dalam hidup kita. Selain itu, saya belajar dari beliau satu kebajikan ini: umur itu bagai lilin yang dinyalakan. Pakai atau tidak, lilin itu akan habis. Pada waktunya engkau akan menua, maka isilah masa muda dengan kegiatan yang efektif dan kreatif. Terima kasih atas segala wejangan dan teladan hidup yang Tuan ajarkan kepada saya.
Ketiga, Romo Yosdo. Dari Romo ini saya belajar disiplin hidup. Untuk sukses, program hidup mesti jells dan teratur. Banyak orang mencap beliau sebagai "penjaga waktu". Kalau dalam sidang atau pertemuan, beliau yang selalu siap siaga untuk memberitahu forum bahwa waktu pertemuan hamper selesai. Selain itu, saya belajar sebuah keutamaan dari beliau dalam menjalani panggilan, yakni jangan lupa bahagia. Bahwasanya tak ada syukur paling paripurna selain bahagia.
Keempat, Romo Kepala Sekolah. "Frater minggu depan siap diri untuk ikut pertemuan di Kupang". "Baik, Romo". Itu salah satu cuplikan pernyataan dari Romo Kepsek dan jawaban saya ketika saya dipilih untuk mengikuti pertemuan guru Seni Budaya di Kupang bulan Oktober 2019. Dari Romo Kasek saya belajar bagaimana mengelola sebuah lembaga menjadi lembaga yang unggul. Salah satu poin untuk mencapai itu: pengembangan kapasitas guru sebagai pengajar mesti ditingkatkan.Â
Saya bersyukur pernah mengikuti kegiatan dimaksud. Dari beliau, saya juga belajar bagaimana menjadi seorang pemimpin: bahwasanya seorang pemimpin sepatuntnya memiliki komitmen, bahwa menjadi pemimpin butuh terobosan baru, meski itu harus dilalui dengan menabrak arus umum, arus pemikiran lama. Saya belajar bagaimana menanamkan spirit optimisme dalam diri guru bahwa peserta didik zaman ini adalah mereka yang berkompeten dan kreatif. Oleh karenanya, guru mesti kreatif dan kompeten dalam memberikan bahan ajar.Â
Saya juga belajar bagaimana mengelola sebuah lembaga dengan menetapkan standar ideal demi terwujudnya lembaga yang ber-SDM unggul dan berdaya saing global. Saya bersyukur, berkat dorongan dan motivasi dari beliau tulisan saya pernah dimuat di media nasional, kompas.id. Untuk semuanya itu, saya ucapkan terima kasih, Romo.
Kelima, Romo Pamong Koordinator. Dalam sebuah komunitas sekecil apapun itu, pasti memiliki aturan yang mesti ditaati. Dari Romo Pamong Koordinator saya belajar bagaimana menegakan aturan sebagai kunci terciptanya bonum commune. Seperti analogi sebuah tomat yang busuk akan memengaruhi tomat yang lain, demikian pula orang yang tidak taat (apalagi sudah sampai pada taraf bebal pada aturan), tidak pantas hidup di antara sesama saudara dalam komunitas itu.Â
Saya juga belajar bagaimana sebuah keputusan yang dibuat mesti melewati pertimbangan rasional. Selain itu, saya belajar bagaimana kerja otak mesti diselaraskan dengan kerja fisik. Tanpa keseimbangan ini, perwujudan diri sulit terwujud, sebab kerja merupakan bentuk perwujudan diri. Terima kasih atas kesediaan hati untuk berbagi pengalaman hidup ini, Romo. Â Â
Keenam, Pater Direktur Spiritual. Pada dasarnya, pekerjaan yang paling uzur dan sulit di dunia adalah masuk ke dalam relung hati untuk mengenal diri sendiri. Dari Pater saya belajar bagaimana sepatutnya seseorang, khususnya saya sebagai biarawan SVD, mesti masuk ke dalam diri dan mengenal diri secara mendalam. Dengan itu, saya dimampukan untuk mengolah diri dan mengenal orang lain secara utuh. Terima kasih atas wasiat rohani ini, Pater.
Ketujuh, Romo Ekonom. Dari Romo saya belajar bagaimana mengelola kehidupan rumah tangga sebuah lembaga dengan memperhitungkan investasi masa depan. Bahwasanya hidup tidak hanya hari ini, hidup membutuhkan perhitungan matang, hidup membutuhkan semacam sense of crisis hari ini untuk mengantisipasi pengeluaran tak terduga di masa depan. Terima kasih untuk pembelajaran ini. Â
Kedelapan, para Pamong kelas. Dari Pamong Kelas, khususnya Romo Ino (saat bersama di kelas XI tahun lalu) dan Pater Meinolfus, saya belajar bagaimana menempatkan tugas dan tanggung jawab bersama di atas keinginan pribadi. Saya belajar bagaimana pemberian diri mesti total demi perkembangan sebuah lembaga.Â