Taktik ini dapat digunakan untuk menciptakan rasa ketergantungan, di mana karyawan merasa bahwa mereka harus "mencari perhatian" atasan agar mendapatkan pengakuan atau bantuan. Ini menciptakan ketegangan dan merusak hubungan profesional.
4. Reaksi Emosional yang Belum Terkelola, Seperti Frustrasi atau Rasa Kecewa. Silent treatment juga sering kali merupakan reaksi emosional yang belum terkelola dengan baik oleh atasan.Â
Ketika atasan merasa frustrasi, kecewa, atau marah terhadap kinerja tim atau situasi tertentu, mereka mungkin memilih untuk diam daripada mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka. Ini bisa terjadi karena mereka merasa tidak mampu mengelola emosi mereka dengan baik atau karena mereka takut mengatakan sesuatu yang bisa memperburuk keadaan. Namun, keputusan untuk tetap diam justru memperburuk situasi dan menciptakan lebih banyak ketidakpastian serta kecemasan di dalam tim.
Perilaku silent treatment yang muncul karena alasan-alasan ini tidak hanya merusak hubungan kerja, tetapi juga berpotensi menurunkan semangat tim, produktivitas, dan komunikasi yang efektif dalam organisasi.
4 Efek Buruk Silent Treatment pada Kinerja Tim
Pertama. Merusak Motivasi Karyawan
Salah satu dampak paling signifikan dari silent treatment adalah penurunan motivasi di kalangan karyawan. Ketika atasan memilih untuk diam, karyawan merasa diabaikan dan tidak dihargai, yang dapat menurunkan semangat mereka untuk bekerja. Tanpa umpan balik yang jelas atau arahan dari atasan, karyawan merasa seolah-olah usaha dan kontribusi mereka tidak dihargai, yang membuat mereka kehilangan motivasi untuk memberikan yang terbaik.Â
Selain itu, ketidakpastian ini juga mengurangi rasa percaya diri karyawan, yang akhirnya mempengaruhi kebahagiaan mereka di tempat kerja. Karyawan yang merasa diabaikan atau dihilangkan dari komunikasi cenderung merasa tidak diinginkan dalam tim, yang bisa mengarah pada penurunan semangat dan rasa keterlibatan yang lebih rendah dalam pekerjaan mereka.
Kedua. Menurunkan Produktivitas Tim
Komunikasi yang buruk sebagai hasil dari silent treatment dapat memicu miskomunikasi yang berbahaya dalam tim. Ketika atasan tidak memberikan arahan atau feedback yang jelas, anggota tim bisa salah memahami tugas atau tujuan yang harus dicapai. Tanpa klarifikasi atau instruksi yang tepat, tim mungkin bekerja di arah yang salah, mengarah pada pemborosan waktu dan sumber daya.
Selain itu, silent treatment dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengambilan keputusan. Ketika atasan enggan memberikan arahan atau keputusan, proyek yang membutuhkan respons cepat atau umpan balik tidak dapat bergerak maju. Hal ini memperlambat kemajuan pekerjaan dan memengaruhi hasil keseluruhan tim, menjadikan produktivitas terganggu.
Ketiga. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Tidak Sehat
Silent treatment dapat meningkatkan ketegangan di dalam tim dan menciptakan atmosfer kerja yang penuh ketidakpastian dan ketegangan. Ketika anggota tim merasa bahwa atasan mereka memilih untuk menghindari komunikasi, mereka mungkin merasa tidak aman dalam lingkungan kerja mereka. Ini menciptakan rasa cemas dan tidak nyaman yang akan mengganggu kinerja mereka.
Lebih jauh lagi, ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan atasan dapat memperburuk hubungan profesional antar anggota tim. Rasa saling curiga dan ketidakpercayaan bisa berkembang, karena anggota tim merasa bahwa mereka tidak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan dari pemimpin mereka. Hal ini mengarah pada suasana kerja yang penuh ketegangan dan kurangnya kerja sama yang efektif di antara anggota tim.
Keempat. Menyebabkan Turnover Tinggi
Karyawan yang terus-menerus menghadapi silent treatment dari atasan mungkin merasa bahwa mereka tidak dihargai atau tidak didukung, yang bisa memicu mereka untuk mencari peluang lain.Â