Diam, menunduk, dan bicara saat ditanya saja, itulah sebagian besar sikap siswa di kelas saat pertemuan pertama. Entah karena takut dengan saya atau memang belum merasa nyaman dengan saya karena baru pertama kali mengajar mereka di kelas 11. Jujur saja, saya lebih suka jika suasana kelas “ramai” dengan tanya jawab siswa dan banyaknya langkah saya yang tercatat pada jam kesehatan yang melingkar di pergelangan tangan kiri saya (minimal 2000 langkah setiap 2 jam pelajaran..he..he).
Kenapa? karena dalam setiap pertemuan, saya sering memberi kegiatan yang melibatkan semua siswa untuk berkolaborasi sehingga mereka pasti akan sibuk saling berdiskusi. Saat siswa sibuk dengan kegiatannya, saya akan berkeliling mengunjungi tiap kelompok untuk menanyakan progress dan terkadang turut dalam diskusi yang mereka lakukan.
Terinspirasi dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai sikap membimbing yang harus dimiliki seorang guru dan juga dari buku Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan karya Bobbi DePorter yang pernah saya baca beberapa tahun silam mengenai AMBAK, siswa akan lebih mudah menyerap fakta, konsep, prosedur dan prinsip sebuah ilmu jika disajikan dengan cara yang menyenangkan dan berkesan.
Pola tersebut terangkum dalam konsep AMBAK yakni Apa Manfaatnya Bagiku. Guru berperan sangat penting dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan tersebut. Sebagai pengajar mata pelajaran Kimia dengan berbagai kompleksitas materinya, saya berharap siswa bisa tetap antusias dalam proses pembelajaran. Saya juga berharap siswa dapat mengambil manfaat ilmu pengetahuan Kimia bagi kehidupan sehari-hari dan juga mampu menumbuhkan sikap belajar positif seperti disiplin, pantang menyerah, kolaborasi, dan kejujuran.
Untuk mencapai harapan sikap belajar positif dan memanusiakan hubungan, saya menyimpulkan bahwa siswa butuh dipahami kebutuhannya akan suasana kelas yang kondusif dan pemberian afirmasi positif di awal pembelajaran. Sepertinya langkah awal yang harus saya lakukan adalah mengubah mindset atau pola pikir dari “Kimia itu sulit” menjadi “Kimia itu mudah dan menyenangkan”.
Untuk bisa menyajikan pembelajaran yang menyenangkan dan berkesan, saya berharap bisa menumbuhkan komunikasi efektif dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk memastikan penyampaian informasi sampai dengan sebaik mungkin. Komunikasi efektif ini bukan hanya antar guru-siswa, tapi juga antar siswa-siswa.
Berikut dua hal sederhana yang saya coba lakukan sebelum memulai pelajaran dan juga di sela proses pembelajaran:
1. Stimulasi.
Mengawali pembelajaran dengan memberi pertanyaan seputar keseharian siswa (diluar konteks pembelajaran Kimia). Kegiatan ini dilakukan maksimal 15 menit saja untuk “mengikat” perhatian siswa.
Berikut beberapa contoh pertanyaan yang pernah saya ajukan sebagai stimulus:
- “Kamu terlihat bersemangat sekali pagi ini, sarapan apa hari ini?” (ditanya secara acak ke beberapa siswa)
- “Bekal apa yang kamu bawa untuk makan siang hari ini?”. Saya biasanya lanjutkan dengan, “Kamu sudah berterima kasih ke Ibu mu belum?”. Pertanyaan berlanjut ke siswa lain secara acak.
- “Coba kamu beri afirmasi positif salah satu teman sekelasmu pagi ini”. Biasanya saya akan memberi contoh awal, misal “Halo Bima, kamu semakin hari terlihat bersemangat saat pelajaran Kimia”. Bima akan melanjutkan memberi afirmasi positif kepada siswa lain, dst. Pertanyaan ini bisa dilanjutkan dengan “Bisa kamu ungkapkan kenapa kamu terlihat semakin bersemangat akhir-akhir ini?” dan seterusnya.
Kegiatan sederhana tersebut sebagai cara untuk memahami keadaan dan perasaan siswa. Siswa merasa diperhatikan bukan hanya dari sisi pengetahuan saja. Hubungan emosional positif sangat mudah terjalin dengan kegiatan tersebut.
2. Afirmasi Positif.
Afirmasi adalah kalimat yang ditujukan untuk memengaruhi pikiran sadar, sehingga pada gilirannya akan berdampak pada perilaku, pola pikir, kebiasaan dan lingkungan. Sikap guru di kelas secara tidak langsung berperan dalam membentuk kebiasaan dan pola pikir siswa yang secara umum masih membutuhkan external motivation dalam proses menumbuhkan sikap belajar yang positif.
Setelah mendapat perhatian seluruh siswa, saya memulai kegiatan pembelajaran dengan rasa senang dan siswa juga akan merasa nyaman memulai pembelajaran apapun bentuk kegiatan yang akan kami lakukan. Ada momen dimana siswa menemui kesulitan memahami materi atau mengkonstruksi suatu informasi pada saat pembelajaran. Hal tersebut sangat wajar dan disinilah tugas saya sebagai guru untuk memberi motivasi supaya ritme dan antusiasme kelas tidak turun. Cara sederhana yang saya lakukan adalah memberi arahan dan diakhiri dengan memberi afirmasi positif seperti:
- “Mudah kan?”
- “Nah, kamu bisa. Coba bantu temanmu”
- “Tenang saja, ini akan mudah kok materinya”
- “Bagaimana? Sudah bisa kita lanjutkan ke level selanjutnya?”
Langkah sederhana yang saya coba tersebut ternyata mampu menciptakan suasana kelas yang sangat kondusif. Bahkan dengan kompleksitas materi yang siswa pelajari, tanpa mereka sadari mampu dipahami dengan cukup baik.
Untuk mengetahui apa yang siswa rasakan sesuai dengan apa yang saya rasakan, siswa melakukan refleksi terkait pengalaman belajar mereka dalam kurun waktu tertentu. Berikut perubahan yang mereka rasakan di kelas Kimia:
“Saya jadi semangat pada saat ada pelajaran Kimia karena terkadang pada awal pelajaran diselipi kata-kata motivasi dari guru yang mengubah mindset saya” (Laila, 11-A)
“Jadi tau tentang banyak hal” (Yohanes, 11-C)
“Saya merasa kemampuan saya bertambah atau dalam artian saya lebih mengerti dengan materi” (Citra, 11-B)
“Saya dapat merasakan bahwa pelajaran Chemistry tidak sesulit yang saya pikirkan” (Aulya, 11-C)
“Seru, karena membuat banyak rasa ingin tau” (Juwita, 11-B)
“Awalnya saya kira Kimia itu sangat susah dan sangat tidak saya sukai tapi perlahan saya suka dengan pelajaran Kimia” (Dhiya, 11-A)
“Perubahan yang saya rasakan adalah saya mulai berani untuk mencoba menjawab pertanyaan guru walaupun salah dan mulai berani bertanya kepada guru ketika tidak memahami materi. Pada awal semester saya belum berani untuk bertanya” (Jihan A, 11-B)
“Kunci dari kehidupan yang sehat dan bahagia adalah hubungan yang baik” (Robert J. Waldinger).
(Tulisan saya yang juga jadi bagian buku antologi "Belajar Berkarya dan Berbagi" karya Guru Sekolah Sugar Group, Lampung Tengah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H