Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mekanisme Pertahanan Diri Psikologis Berubah Menjadi Racun

16 Oktober 2024   10:49 Diperbarui: 16 Oktober 2024   11:21 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEKANISME PERTAHANAN DIRI PSIKOLOGIS BERUBAH JADI RACUN

Setiap hari, dalam interaksi dengan diri sendiri dan orang lain, tanpa sadar kita menggunakan mekanisme pertahanan psikologis. Mekanisme pertahanan ini pada dasarnya merupakan cara otomatis yang digunakan pikiran kita untuk melindungi diri dari tekanan emosional, rasa sakit, atau situasi yang dirasa membahayakan.

Namun, apa jadinya ketika mekanisme ini justru digunakan secara berlebihan?

Ketika alat perlindungan diri ini malah berubah menjadi senjata yang tidak hanya merugikan diri kita, tetapi juga orang-orang di sekitar kita? Mari kita dalami lebih jauh.

Apa Itu Mekanisme Pertahanan Psikologis?

Mekanisme pertahanan psikologis pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud, seorang psikoanalis ternama, sebagai respons bawah sadar untuk melindungi ego dari kecemasan dan konflik internal. Ada berbagai jenis mekanisme pertahanan, tetapi tujuh di antaranya sering muncul dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar.

Beberapa contoh mekanisme pertahanan ini adalah:

1. Penolakan (Denial)

Mengabaikan fakta atau realitas yang menyakitkan.

2. Proyeksi (Projection)

 Menyalahkan orang lain atas perasaan atau keinginan negatif yang sebenarnya berasal dari diri kita sendiri.

3. Rasionalisasi (Rationalization):

Membuat alasan logis atau pembenaran untuk sesuatu yang sebenarnya tidak bisa dibenarkan.

4. Pengalihan (Displacement):

Mengalihkan emosi atau energi yang sebenarnya ditujukan untuk seseorang atau sesuatu kepada hal lain yang lebih aman.

5. Represi (Repression)

Menekan ingatan atau perasaan yang tidak menyenangkan hingga tidak lagi ada di permukaan pikiran sadar.

6. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)

Menyembunyikan perasaan yang sebenarnya dengan menunjukkan perilaku yang berlawanan.

7. Sublimasi (Sublimation)

 Mengalihkan dorongan atau emosi yang negatif ke arah aktivitas yang lebih positif atau dapat diterima oleh masyarakat.

Pada dasarnya, mekanisme ini dapat membantu kita dalam menghadapi berbagai tekanan emosional. Namun, seperti halnya alat, jika digunakan secara berlebihan, mekanisme ini justru dapat menjadi racun yang merusak hubungan kita dengan diri sendiri dan orang lain.

Mekanisme Pertahanan dalam Kehidupan Sehari-hari

Jika kamu perhatikan, tanpa disadari, kita semua menggunakan mekanisme ini di berbagai momen kehidupan sehari-hari.

Saat kita tidak mau mengakui bahwa kita sedang merasa cemburu atau marah, kita mungkin akan berkata, "Aku tidak marah, hanya saja aku merasa sedikit kesal." Itu adalah contoh dari **rasionalisasi**.

Begitu juga ketika kita mengalami tekanan di tempat kerja, tetapi kita tidak mampu mengekspresikannya kepada bos atau rekan kerja. Alih-alih, kita melampiaskan frustrasi tersebut dengan membentak orang di rumah, entah itu pasangan, anak, atau bahkan hewan peliharaan. Ini adalah contoh nyata dari **pengalihan**.

Namun, apa yang terjadi ketika mekanisme-mekanisme ini digunakan terlalu sering atau dalam intensitas yang berlebihan?

Ketika Mekanisme Pertahanan Menjadi Racun

Di sinilah masalah dimulai. Saat kita secara terus-menerus menggunakan mekanisme pertahanan untuk menghindari menghadapi perasaan atau situasi yang sulit, kita tidak hanya merugikan diri kita sendiri, tetapi juga dapat merugikan orang-orang di sekitar kita. Misalnya:

Proyeksi berlebihan

 Kita selalu menyalahkan orang lain atas kesalahan atau perasaan kita, dan hal ini bisa membuat hubungan kita dengan orang lain menjadi tegang. Orang-orang di sekitar kita mungkin merasa disalahkan atau direndahkan tanpa alasan yang jelas.

Penolakan

 Jika kita terus-menerus menolak untuk menghadapi kenyataan, kita mungkin akan terjebak dalam situasi yang berbahaya atau merugikan. Sebagai contoh, seorang pecandu alkohol yang selalu menyangkal bahwa ia memiliki masalah, bisa saja kehilangan hubungan, pekerjaan, atau bahkan kesehatan fisiknya karena penolakan tersebut.

Rasionalisasi berlebihan

 Ketika kita selalu menemukan alasan untuk perilaku kita yang salah, kita menghindari tanggung jawab dan pertumbuhan pribadi. Akhirnya, kita menjadi stagnan, dan hubungan dengan orang lain bisa rusak karena kita dianggap tidak pernah mau mengakui kesalahan.

Pada titik ini, mekanisme pertahanan kita telah beralih fungsi dari melindungi diri menjadi merusak diri sendiri dan orang lain. Jika dibiarkan berlarut-larut, ini bisa berubah menjadi pola perilaku yang toksik.

Tanda-Tanda Penggunaan Mekanisme Pertahanan yang Berlebihan

Bagaimana kita tahu bahwa kita atau orang lain sudah menggunakan mekanisme pertahanan ini secara berlebihan?

Ada beberapa tanda yang bisa menjadi peringatan:

1. Sulit mengakui kesalahan: Kita selalu merasa bahwa orang lain yang salah, bukan kita.

2. Sering mengalihkan masalah: Ketika dihadapkan pada masalah, kita lebih sering mencari alasan atau membenarkan tindakan kita daripada mencari solusi.

3. Hubungan yang tegang:  Hubungan kita dengan orang-orang di sekitar mulai retak karena sering terjadi salah paham atau konflik yang tidak terselesaikan.

4. Menghindari emosi tertentu: Kita terlalu sering menolak untuk merasakan emosi tertentu, seperti marah, sedih, atau takut. Alih-alih, kita mungkin lebih memilih untuk 'terlihat kuat' atau 'baik-baik saja', padahal sebenarnya tidak.

Jika kamu mulai merasa bahwa kamu atau orang di sekitarmu menunjukkan tanda-tanda ini, mungkin sudah saatnya untuk melakukan refleksi mendalam.

Bagaimana Mengatasi Penggunaan Mekanisme Pertahanan yang Berlebihan?

Menyadari bahwa kita telah menggunakan mekanisme pertahanan secara berlebihan adalah langkah pertama. Tetapi, apa yang bisa kita lakukan setelah menyadarinya? Berikut adalah beberapa langkah yang bisa membantu:

1. Sadar Diri (Self-awareness)

Langkah pertama adalah meningkatkan kesadaran diri. Pertanyakan diri sendiri ketika kamu merasa cemas atau stres: "Apakah ini perasaan asli yang saya alami, atau saya sedang mencoba menghindarinya dengan cara lain?" Cobalah untuk lebih jujur kepada diri sendiri tentang apa yang benar-benar kamu rasakan.

2. Jangan Takut Menghadapi Emosi

Emosi, bahkan yang negatif sekalipun, memiliki tempat dan fungsinya dalam hidup kita. Alih-alih menolak atau menekannya, cobalah untuk benar-benar merasakan emosi tersebut. Mengakui bahwa kamu sedang tidak baik'baik saja, merasa marah, cemburu, atau sedih tidak membuatmu menjadi pribadi yang lemah. Justru, itu menunjukkan keberanian dalam menghadapi kenyataan hidup.

3. Refleksi Diri

Lakukan refleksi secara berkala. Apakah kamu menggunakan alasan untuk membenarkan tindakanmu? Apakah kamu sering menyalahkan orang lain atas perasaan atau kesalahanmu sendiri? Refleksi ini bisa membantu kamu untuk lebih objektif dalam melihat perilakumu sehari-hari.

4. Latih Empati

Ketika kamu merasa tergoda untuk menggunakan mekanisme pertahanan, cobalah untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain. Bagaimana tindakanmu memengaruhi mereka? Apakah dengan menyalahkan orang lain, kamu sedang menghindari rasa tanggung jawab? Latihan empati ini bisa membantu kita untuk lebih bijak dalam merespons situasi yang menantang.

5. Cari Dukungan

Jika kamu merasa kesulitan untuk mengatasi penggunaan mekanisme pertahanan secara berlebihan, tidak ada salahnya untuk mencari bantuan dari terapis atau konselor. Mereka dapat membantumu untuk menggali lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi di balik mekanisme pertahanan yang kamu gunakan.

 Bagaimana Kita Bisa Menghindari Mekanisme Pertahanan yang Toksik?

Mekanisme pertahanan itu sendiri bukanlah hal yang buruk. Bahkan, pada dosis yang tepat, mereka bisa membantu kita bertahan dari tekanan emosional yang besar. Namun, agar tidak jatuh ke dalam penggunaan yang toksik, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan:

Selalu berusaha untuk jujur pada diri sendiri. Kenali dan akui perasaan yang muncul, alih-alih mencoba menyembunyikannya di balik alasan atau proyeksi.

Ciptakan ruang untuk berbicara tentang perasaan. Baik itu dengan sahabat, keluarga, atau profesional, memiliki tempat untuk mengekspresikan diri dapat membantu menghindari kebutuhan untuk menggunakan mekanisme pertahanan secara berlebihan.

Perbaiki hubungan dengan diri sendiri Terkadang, kita menggunakan mekanisme pertahanan karena tidak nyaman dengan sisi-sisi diri kita yang belum kita terima sepenuhnya. Menerima kekurangan dan kelemahan kita sebagai bagian dari diri kita bisa menjadi cara yang efektif untuk mengurangi kebutuhan akan mekanisme ini.

Akhir kata

Mekanisme pertahanan psikologis adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Mereka membantu kita bertahan dan menjaga kestabilan emosional.

Namun, ketika kita terlalu sering mengandalkan mereka, khususnya untuk menghindari kenyataan atau tanggung jawab, kita berisiko merusak hubungan kita dengan diri sendiri dan orang lain.

Dengan kesadaran diri, keberanian untuk menghadapi emosi, dan dukungan dari orang-orang terdekat, kita bisa menjaga agar mekanisme ini tetap berada di bawah kendali, bukan justru menjadi racun. (KH)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun