Jika kamu perhatikan, tanpa disadari, kita semua menggunakan mekanisme ini di berbagai momen kehidupan sehari-hari.
Saat kita tidak mau mengakui bahwa kita sedang merasa cemburu atau marah, kita mungkin akan berkata, "Aku tidak marah, hanya saja aku merasa sedikit kesal." Itu adalah contoh dari **rasionalisasi**.
Begitu juga ketika kita mengalami tekanan di tempat kerja, tetapi kita tidak mampu mengekspresikannya kepada bos atau rekan kerja. Alih-alih, kita melampiaskan frustrasi tersebut dengan membentak orang di rumah, entah itu pasangan, anak, atau bahkan hewan peliharaan. Ini adalah contoh nyata dari **pengalihan**.
Namun, apa yang terjadi ketika mekanisme-mekanisme ini digunakan terlalu sering atau dalam intensitas yang berlebihan?
Ketika Mekanisme Pertahanan Menjadi Racun
Di sinilah masalah dimulai. Saat kita secara terus-menerus menggunakan mekanisme pertahanan untuk menghindari menghadapi perasaan atau situasi yang sulit, kita tidak hanya merugikan diri kita sendiri, tetapi juga dapat merugikan orang-orang di sekitar kita. Misalnya:
Proyeksi berlebihan
 Kita selalu menyalahkan orang lain atas kesalahan atau perasaan kita, dan hal ini bisa membuat hubungan kita dengan orang lain menjadi tegang. Orang-orang di sekitar kita mungkin merasa disalahkan atau direndahkan tanpa alasan yang jelas.
Penolakan
 Jika kita terus-menerus menolak untuk menghadapi kenyataan, kita mungkin akan terjebak dalam situasi yang berbahaya atau merugikan. Sebagai contoh, seorang pecandu alkohol yang selalu menyangkal bahwa ia memiliki masalah, bisa saja kehilangan hubungan, pekerjaan, atau bahkan kesehatan fisiknya karena penolakan tersebut.
Rasionalisasi berlebihan