Mohon tunggu...
Kadhung Prayoga
Kadhung Prayoga Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Revitalisasi Kebijakan Hulu Hingga Hilir Pada Industri Tembakau

19 Maret 2017   13:19 Diperbarui: 19 Maret 2017   13:28 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bahkan sering pula bahan lain ikut tercampur dalam rajangan seperti serpihan tikar yang ikut terajang, pelepah pisang, bambu/kayu, plastic, dan material lainnya. Tentu perlu ada kebijakan agar petani menghilangkan gagang sebelum merajang tembakaunya dan mencegah petani mencampurkan gula atau bahan lain pada saat mengolah tembakau. Peusahaan juga memiliki kewajiban untuk membimbing petani dan mengedukasi mereka terkait hal ini, terutama dalam proses prosesing harus dilakukan secara bersih dan steril agar kualitas tembakau dari petani bisa sesuai dengan kebutuhan industri.

Kebijakan Tenaga Kerja

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prabaningrum dan Suci (2008) dapat diketahui peranan industri pengolahan tembakau masih sangat besar dalam merekrut tenaga kerja. Industri rokok menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 10 juta angkatan kerja, atau jika dilihat dari jumlah angkatan kerja yang mencapai 100 juta tiap tahunnya, maka jumlah tersebut mengurangi 10% pengangguran. Jadi, banyak orang tertopang hidupnya dari industri ini. Namun, sayangnya kesejahteraan mereka masih belum bisa dibilang bagus karena upah yang terkadang tidak sesuai dengan UMR. Perusahaan haruslah memberikan tunjangan, reward, dan punishment bagi pekerjanya.

Terlebih perusahaan juga harus memberikan batasan mengenai umur tenaga kerja minimal yang diperbolehkan untuk bekerja. Perusahaan baik yang bergerak di skala multinasional maupun industry rumah tangga harus memahami mengenai umur minimal yang diperbolehkan untuk bekerja. Human Rights Watch (HRW) pada tahun 2016 mengeluarkan sebuah laporan mengenai pekerja anak di pertanian tembakau di Indonesia, dari 132 anak yang diwawancara menyatakan bahwa bekerja di pertanian tembakau mengganggu sekolah. Bahkan mereka dibayar dengan upah yang sangat rendah.

Termasuk didalamnya perusahaan juga harus mengatur mengenai tenaga kerja perempuan, seluruh stakeholder harus memperhatikan benar hal ini agar tidak terjadi eksploitasi tenaga kerja. Perempuan tidak hanya diposisikan sebagai pekerja kasar yang bisanya melinting rokok atau merajang tembakau. Perempuan juga ahrus diberikan kesempatan untuk bisa menempati posisi strategis dalam perusahaan. Tiap tenaga kerja hendaknya juga memperoleh kesempatan untuk mengikuti pelatihan agar skillnya bisa meningkat sehingga tercipta efisiensi kerja.

Di lain sisi, pemerintah harus memberikan kesempatan kepada semua orang untuk bisa terlibat pada industry tembakau terutama roko. Karena menurut beberapa survey, industri rokok di Indonesia saat ini berjumlah 1.664 pabrik rokok, namun 71% pangsa pasar hanya di kuasai oleh tiga pabrik besar dan 88% pendapatan total industri rokok hanya di sumbang oleh enam industri besar. 

Sebenarnya dari kondisi ini dapat dilihat bahwa petani masih memiliki kesempatan untuk bisa membuat sendiri usahanya. Para petani bisa bekerja sama dan swadaya dalam membangun industry tembakau yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Namun, tentu saja dibutuhkan komitmen pemerintah untuk membantu petani. Sehingga pasar tembakau, terutama rook tidak hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan saja.

Masalah hak asasi pekerja di industry tembakau juga harus menjadi perhatian perusahaan. Seperti yang diungkapkan Ruggie (2011) dalam Mulyana (2014) terkait penghormatan hak pekerja, prusahaan harus melakukan hal-hal berikut:

  • Perusahaan harus mengeluarkan kebijakan dan proses yang layak sesuai keadaan yang    memungkinkan mereka mengidentifikasi, mencegah, mengurangi, dan memulihkan dampak negatif terhadap HAM dimana mereka menjadi faktor penyebab atau berkontribusi atas dampak negatif tersebut melalui aktivitas yang mereka lakukan. Hal ini penting untuk mengukur komitmen dan performance mereka terhadap HAM.
  • Perusahaan harus mengidentifikasi dan menilai dampak aktual dan potensial negatif dengan melibatkan ahli HAM internal dan eksternal serta membangun keterlibatan yang berarti dari pemangku kepentingan atau kelompok masyarakat dimana mereka beroperasi.
  • Perusahaan harus mengintegrasikan temuan dari penilaian dampak ke dalam proses dan fungsi internal, termasuk adanya alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk merespon dampak negatif secara efektif.
  • Perusahaan harus mengukur kinerja HAM mereka berdasarkan pengukuran kualitatif dan kuantitatif, membuka diri terhadap umpan balik dari pemangku kepentingan eksternal dan internal, serta mempublikasikan uji performance demi perbaikan berkelanjutan di masa depan. Perusahaan dengan resiko HAM yang besar juga harus melaporkan kinerja HAM secara regular kepada publik.

Kebijakan Pemasaran Tembakau

Selama ini tidak ada standar baku mengenai grading dari kualitas tembakau. Sehingga petani tidak memiliki pegangan ketika menjual produknya. Terlebih ketika rantai pemasaran tembakau dikuasai oleh satu pihak (pengepul) saja. Handaka dan Surokim (2014) dalam penelitiannya bahkan menyebutkan jika dalam kegiatan pemasaran tembakau telah di dominasi pedagang Cina. Mereka dengan leluasa bisa menentukan kualitas dan harga tembakau.

 Mengingat kondisi yang seperti ini maka bisa dibuat suatu kebijakan agar pemerintah membangun gudang tembakau beserta teknologi pengolahannya bagi daerah-daerah sentra penghasil tembakau. Keberadaan gudang ini bisa menampung tembakau dari petani. Ketika tembakau tidak ada stoknya, gudang akan menaikkan harga. Pada saat itulah tembakau di gudang dijual, maka petani bisa mendapatkan untung dari penjualan itu. Hal ini dirasa perlu agar harga tembakau di pasar tidak dimainkan oleh pengepul. Pemerintah juga bisa mendorong lahirnya industry rumah tangga yang bergerak dalam pengolahan tembakau menjadi rokok atau tembakau kering. Dengan begitu petani akan memiliki pilihan dan penentuan harga tidak dimonopoli oleh satu pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun