Mohon tunggu...
Siti Kotijah
Siti Kotijah Mohon Tunggu... Dosen - Hukum

hukum Lingkungan, Hukum Pertambangan, hukum Administrasi Negara, Hukum Adat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pengakuan Hukum Adat: Tafsir Pasal 2 KUHP Baru Produk Indonesia

18 Januari 2023   12:03 Diperbarui: 18 Januari 2023   13:51 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aparat penegak hukum dapat menghentikan penerapan Pasal 2 KUHP, dengan merujuk Pasal 132 ayat (1) huruf g, menyatakan kewenangan penuntutan dinyatakan gugur, jika ada penyelesaian di luar proses pengadilan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Untuk sudah saat pemerintah membuat komplasi hukum adat untuk menentukan norma adat yang mana masih hidup, untuk mencegah sanksi adat yang double sistem peradilan bagi masyarakat hukum adat (ne bis en idem).

Selain dalam merujuk Pasal 66 ayat (1) huruf F, hal ini sangat kontrakdiktif dalam pemenuhan kewajiban adat dalam hal terkait ganti rugi. m\ekanisme sanksi sudah digunakan dalam hukum adat bagi pelanggar hukum adat, dengan denda (benda-benda adat), sehingga pihak korban apabila menolak melakukan proses peradilan negara, karena sudah melaksanakan sanksi adat, termasuk ganti rugi terhadap korban, hal ini menimbulkan masalah. Pemenuhan kewajiban adat, berupa ganti rugi dalam KUHP baru merujuk Pasal 66, Pasal 70, Pasal 94, Pasal 96, dan Pasal 120 KUHP, yang dapat dimaknai dan dapat dikenakan ganti rugi terhadap korban.

Apapun ini, mungkin hal terbaik dalam proses pembaharuan hukum adat dalam sistem  hukum nasional Indonesia. Dalam penerapan tentu akan ada masalah 3 (tiga) tahun ke depan. Demikian dalam proses yang berlaku KUHP baru ini, negara telah memberi pengakuan keberadan masyarakat hukum adat, hukum adat dengan syarat menjadi perjalanan hukum pidana kita, yang mengandung nilai-nilai keberlakuan hukum yang berlaku di masyarakat yang harus diakui sebagai Bangsa Indonesia, supaya tidak menghilangkan identitas bangsa kita.

Samarinda, 18 Januari 2023

Dr. Siti Kotijah SH., M.H, Melinda FH UNMUL (2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun