Mohon tunggu...
Konstantin Beda Keda
Konstantin Beda Keda Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMP Negeri Amar

hobi saya adalah bernyanyi dan menulis karya seni.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pusara yang Terlupakan

28 September 2022   09:45 Diperbarui: 28 September 2022   09:56 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Desing  angin segar kala menancap pusaran emosi jiwa

Membahana semesta langit bergetar

Dari balik jendela ideologi, tampil kepermukaan wajah-wajah pribumi nan ganas beringas

Laksana anjing mengintai, menggongong mengejar mimpi

Siang malam, sunyi pekat berbilur membias angkasa

Tercerai-berai satu persatu di hari tanpa senyum itu

berserakan sepanjang jalan, membisu dari lorong ke lorong

Kala Medan perang mula-mula terhenti dari para pasukan pagar besi

Kala teriakan kebabasan itu diam seketika oleh tembakan gas air mata

Lalu dimanakah saudaramu yang sebagaian?

Dengan siapakah mereka pergi ?

Haruskah kuceritakan kembali pada anak cucu bahwa mereka adalah korban penculikan?

Haruskah keuraikan lagi bahwa sebagaian mereka mati terkapar seakan tanpa derita?

Sementara elit negaraku saja masih begitu rabun melihatnya !

Tak terandaikan nilai dirimu dengan ceritaku hari ini

Sungguh mulia dan bijaksana

Tegas ideologimu 

membawa hikmah dipusaran arus perubahan

Dari sederet idemu yang luhur

Kau pinta hanguskan budaya otoriter

Kau hadirkan kebebasan berpikir

Kau hadirkan kebebasan berpendapat

Bahkan dengan lantangnya teriakan-teriakanmu mengalir

Kala kau pinta kursi takta kebesaran harus digantikan

Jendela demokrasi akhir jua terbuka lebar

teriakan pergantian resim kepemimpinan tersuarakan dengan lantang

perlahan para pasukan pagar besi mulai tak berdaya melawan masa

gas air mata dan bahkan peluru panas

tak mampu lagi meredam amarah

meski ditangguhkan semua itu oleh saudaramu yang terpaksa menjadi bangkai

kabar segar kemenangan muncul bagaikan bola panas

gedung biru yang indah nan megah permai terinjak seketika

dengan modal suara lantang dan emosi jiwa

kau basuh kemenangan itu untuk generasi milenial yang baru dilahirkan hari ini

 

1998 adalah kemerdekaan yang sesungguhnya

1998 adalah kebebasan hari ini

Era otoriter kau sulap menjadi demokrasi

Hak asasi manusia dan beratus-ratus kebebasan tampak muncul kepermukaan

Sayang, dia yang hilang dan tertembak mati tak tertuliskan namanya dalam sejarah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun