Selengkapnya, bisa kamu baca di sini:
Kita Perlu Naik Level, dari Membuang Sampah Jadi Kelola Sampah
Dengan hadirnya data ini, Tutut tidak ingin menjadi salah satu penyumbang sampah dapur. Setidaknya, lewat mengompos, Tutut bisa meminimalisasi jumlah sampah organik yang diangkut setiap hari dari rumahnya. Karena Idealnya, sampah organik seperti sampah rumah tangga bisa dikelola dengan baik oleh masing-masing rumah tangga, bukan berakhir di tempat sampah, apalagi di TPA atau TPST.Â
Sebelum mengompos, Tutut dan keluarga bisa menghasilkan hingga tiga kantong sampah per hari dan membuangnya di tong sampah depan rumah. Dengan rutin membayar iuran sampah setiap pekannya, akan ada petugas yang membawa sampah ke TPST Bantargebang.Â
"Dua kantong sampah yang kita hasilkan setiap hari, kalau dikumpulin setahun atau 365 hari, terus dikali lagi sama berapa tahun masa hidup kita. Udah berapa coba, hanya dari satu rumah tangga saja? Berapa banyak sampah yang kita sumbang ke TPA dan TPST?" kata Tutut.Â
Oke. Mulai Mantap Mengompos!
Meskipun belajar secara mandiri, otodidak, dan belum ikut komunitas, itu semua tak menyurutkan niat Tutut untuk mantap mengompos. Tutut mengumpulkan sampah organik seperti sampah dapur alias sampah hijau, mencari  dedaunan, ranting, kertas, kardus, serpihan kayu, dan rumput kering alias sampah coklat, menyulap wadah bekas seperti ember dan drum sampah menjadi komposter, dan menyimpan air cucian beras sebagai bioaktivator.Â
"Sebetulnya hal paling utama yang kamu perlukan adalah niat, kesabaran, dan konsistensi, karena tiga hal itu sangat challenging," kata Tutut.Â