Sebagai Plt Kepala Sekolah di SD No. 1 Kerobokan, Bali, Kompasianer Putu Erry merasa sangat terbantu dengan adanya pelatihan-pelatiahan yang diikuti oleh guru.
"Pelatihan itu sangat membantu, jadi jarang sekali mendapat permasalahan yang cukup signifikan," kata Kompasianer Putu Erry.
Terlebih sekolah yang dipimpinnya ini merupakan salah dua sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi.
Oleh karena itu, ketika mendapatkan siswa berkebutuhan khusus maka tugas sekolah yakni bisa lebih memaksimalkan hingga mengoptimalkan perkembangan anak.
Namun, sekolah tidak memaksakan itu kepada anak dan melihat potensi apa saja yang dimiliki anak itu sendiri.
Masalah yang banyak ditemui di sekolah-sekolah umum adalah ketika menemukan anak dengan kondisi autism. Menurut Kompasianer Putu Erry, ini yang memerlukan pendidikan khusus juga bagi guru-gurunya.
Kompasianer Putu Erry menjelaskan, karena anak dengan kondisi autism ini secara fisik baik-baik saja, tetapi bagaimana dengan kemmpuan bersosialnya yang lebih diperhatikan.
"Di sekolah kami cukup merata, hampir setiap kelas malah ada 2-3 anak berkebutuhan khusus," katanya.
Apalagi dengan masuknya tahun ajaran baru, ketika wawancara berlangsung, sudah ada 2 siswa anak berkebutuhan khusus yang masuk di sekolah Kompasianer Putu Erry.
Kedua siswa tersebut ada yang masih masuk dalam zonasi dan ada yang dari luar zonasi. Kendala inilah yang jadi perhatian Kompasianer Putu Erry sebenarnya, terkait sekolah inklusi, bahwa banyak sekolah yang tidak siap.
"Kesiapan yang dimaksud ini adalah kembali soal pengajarnya, kalau sarana dan prasarana sejauh ini pasti didukung penuh oleh pemerintah," kata Kompasianer Putu Erry.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya