Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Intip Kiat Para Freelancer Hadapi Ketidakpastian Finansial

14 April 2020   13:00 Diperbarui: 23 April 2020   17:28 2466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Freelancer dapat menentukan pekerjaan apa yang sesuai dengan preferensinya tapi cukup berisiko dalam segi pendapatan. (Ilustrasi: Freepik/lifeforstock)

Artikel ini adalah bagian dari Seri Liputan Khusus Kompasiana yang menyoroti pola kerja lepas di kalangan masyarakat. Kami mewawancarai sejumlah pekerja lepas yang bekerja untuk ragam sektor industri dan para profesional yang ranah kerjanya bertautan dengan gaya hidup ini.

**

Tren menjadi freelancer atau pekerja lepas belakangan cenderung meningkat. Fleksibilitas dalam melakukan pekerjaan adalah satu dari sekian faktor mengapa pola kerja satu ini banyak diminati.

Para freelancer dapat mengerjakan hal-hal yang cenderung ia sukai dengan bobot yang sesuai dengan kapasitasnya. Waktu pengerjaannya pun bisa disesuaikan dengan aktivitas yang sedang mereka jalani.

Pada satu sisi, keleluasaan ini membawa sejumlah keuntungan. Freelancer dapat menentukan pekerjaan apa yang sesuai dengan preferensinya dan metode seperti apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Pada sisi lain, keleluasaan ini berisiko membuat pekerja menjadi rentan pada sejumlah aspek. Salah satunya: pendapatan. Terlebih, jika pekerja tersebut luput menjalin relasi baik dengan kliennya.

Lalu bagaimana para pekerja lepas menyiasati kendala satu ini, terutama saat kondisi perekonomian tak menentu lantaran terhantam pandemi Covid-19?

Bijak Atur Waktu dan Keuangan
Para freelancer sebaiknya wajib untuk bisa menakar berapa penghasilan yang akan ia dapatkan bulan ini, esok, dan bulan depannya lagi. Jika bulan ini tak tercapai, maka ada target lebih tinggi yang harus dicapai di bulan depan. Tidak peduli bagaimana situasi yang datang di kemudian hari. 

Seperti diutarakan Andini Harsono, perempuan berusia 30 tahun yang merupakan pekerja freelance di bidang event and trip organizer.

"Kadang besar, kadang kecil, kadang malah tidak ada sama sekali. Makanya menurut saya sebagai freelancer tantangannya keren. Salah satu tantangannya itu mengatur keuangan karena penghasilan tidak menentu. Hehehe..."

Sebelumnya Andini bergabung dalam sebuah production house sebagai sekretaris serta assistant finance manager di perusahaan event organizer. Karena mudah bosan dengan aktivitas kantor, ia pun hengkang. Ia mulai menjadi pekerja lepas sejak tahun 2017.

Andini tidak memungkiri bahwa masalah penghasilan jadi hal yang dikhawatirkan keluarga dan kerabatnya. Belum lagi soal jaminan-jaminan lain yang tidak otomatis didapatkan seperti pekerja kantoran secara umum.

Namun Andini menilai bekerja lepas dan paruh waktu membuatnya lebih bisa mengatur waktu secara mandiri. "Mungkin bisa juga bagi seorang perempuan lebih baik menjadi freelancer karena kelak dia akan menikah dan punya anak, sehingga akan lebih mudah mengatur waktu antara pekerjaan dan keluarga."

Soal kemudahan membagi waktu juga lah yang jadi pertimbangan Aura Asmaradana memilih bekerja lepas. Setidaknya kini ia fokus mengambil proyek untuk 3 bidang yaitu penelitian, penulis, dan editor. Sebagai orangtua tunggal, ia butuh pekerjaan tanpa harus banyak kehilangan momen bersama anak-anaknya yang masih kecil.

Bekerja freelance bisa jadi solusi bagi seorang ibu yang ingin tetap berpenghasilan tanpa harus mengorbankan banyak waktunya bersama anak. (Ilustrasi: Freepik/Arthur Hidden)
Bekerja freelance bisa jadi solusi bagi seorang ibu yang ingin tetap berpenghasilan tanpa harus mengorbankan banyak waktunya bersama anak. (Ilustrasi: Freepik/Arthur Hidden)
Pekerjaan yang ia terima selama menjadi pekerja lepas memiliki jangka waktu yang beragam.

Untuk satu proyek sederhana yang dikerjakannya sendiri dengan waktu relatif pendek, ia memperoleh sekitar Rp 500.000 atau lebih. Namun untuk proyek besar yang memakan waktu lebih dari sebulan, timnya bisa mendapat penghasilan puluhan juta. Kalau sudah begitu, target bulanan ke depan pun relatif aman.

Bagi Aura, seorang freelancer harus memastikan sejak awal bagaimana rincian pekerjaan yang ditawarkan untuknya, termasuk soal honorarium dan kapan waktu cairnya.

"Klien menawarkan kerja, kemudian saya dan klien akan mendiskusikan mengenai rinciannya, misalnya, waktu, jenis, kuantitas, dan kualitas produk. Hal-hal rinci itu kemudian menentukan honorarium yang saya terima. Kemudian saya dan klien menegosiasikan jumlah (serta) fase pembayarannya."

Tak jauh berbeda dengan yang diungkapkan Maria Dolorosa Farah Diena, seorang yang menyebut dirinya sebagai pekerja freelance purnawaktu di bidang penerjemahan. Menurut Maria, idealnya freelancer harus menandai kesepakatan kedua belah pihak dengan surat kontrak.

"Pekerjaan sesedikit apapun, perlu ada perjanjian atau ungkapan tertentu yang ditandatangani oleh kedua pihak. Saya juga memilih korporasi yang tidak mengekang, atau melarang karyawannya bekerja untuk lembaga lain. Dengan demikian, saya bisa mengupayakan sumber hidup lain."

Maria yang kini sudah bisa menghasilkan 30-40 juta rupiah perbulan, mengingatkan bahwa seseorang harus punya pertimbangan matang sebelum terjun menjadi freelancer, khususnya soal cara mendapatkan penghasilan.

"Perlu siap-siap juga kalau misalkan di 6 bulan pertama lo gak dapat job. Tantangannya adalah, di banyak waktu tersebut, lo tidak akan menerima upah."

Hal yang perlu digarisbawahi, tiap klien memiliki prosedur pembayaran invoice yang berbeda-beda. Ada klien yang sudah bayar di awal, tapi ada pula yang harus menunggu jangka waktu tertentu meski pekerjaannya sudah selesai. Ada juga korporasi yang membutuhkan proses birokrasi yang panjang. Ragam karakter klien itulah yang mesti dicatat dan diperhitungkan supaya cash flow tetap terjaga.

Penghasilan Tidak Tetap, Pengeluaran Harus Tetap
Memiliki penghasilan tidak tetap memang sangat berisiko. Untuk itu, freelance tidak sekadar berbicara soal passion dalam bekerja, tapi juga pandai mengelola keuangan. Di bidang apapun pekerjaannya, freelancer harus melek soal finansial.

Tentu ada perbedaan hitung-hitungan antara karyawan berpenghasilan tetap dengan freelancer. Karyawan sudah bisa memastikan pendapatan setiap bulannya, sehingga pengalokasian keuangannya lebih mudah. Bagaimana dengan freelancer?

Perencana keuangan, Mada Aryanugraha menyampaikan, seorang freelancer justru harus memastikan jumlah pengeluaran perbulan. Berkebalikan dengan pekerja berpenghasilan tetap.

"Kalau kita bicara kondisi normal, maka cara mengatur keuangannya adalah dia harus tahu dulu, kalau pendapatannya enggak tetap dia enggak bisa kunci di pendapatan. Maka yang harus dia kunci adalah di pengeluarannya. Jadi karena pendapatannya tidak tetap maka pengeluarannya harus tetap."

Freelancer harus mengukur kebutuhan utama mereka yang berkaitan dengan produktivitas, mulai dari uang makan, transportasi, kuota internet, pulsa telefon, dan semacamnya. Pun demikian soal kewajiban.

Kewajiban, menurut Mada, adalah yang berkaitan dengan pihak ketiga. Misalnya punya utang, tentu harus dibayarkan cicilannya. Bagi yang sudah punya anak usia sekolah, kewajibannya adalah membayar sekolah anak.

"Tapi bicara bayar sekolah, bayar utang, kalau enggak dibayarkan masih bisa hidup? Masih bisa hidup pastinya. Cuma, karena itu kewajiban maka kita harus membayar. Kalau tidak membayar ada konsekuensinya meskipun bukan terkait hidup dan mati."

Dua pengeluaran utama itulah yang harus diketahui dan harus ditentukan berapa besarnya. Kalau besarannya sudah ketahuan, maka para freelancer harus mematok target bagaimana caranya tiap bulan minimum mendapat penghasilan di angka itu.

Dampak Pandemi Covid-19 dan Pentingnya Dana Darurat
Memasuki pertengahan bulan April ini, angka kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai lebih dari 4000 kasus. Berdasarkan data Badan Intelijen Negara, puncak pandemi akan terjadi pada bulan Juli 2020.

Hal ini jelas berdampak buruk bagi perekonomian sebagian besar masyarakat. Para pekerja harian mau tak mau tetap berjibaku mencari penghasilan ke luar meski pemerintah sudah mengimbau agar tidak ada yang meninggalkan rumah untuk menekan penyebaran virus.

Pun demikian halnya para pekerja freelance untuk beberapa bidang, termasuk bidang event organizer yang digeluti Andini. "Karena Covid-19 ini jadi banyak event postponed. Otomatis belum ada pekerjaan dan penghasilan masuk."

Situasi serupa dialami Yosh Aditya yang berkarier sebagai MC dan public speaker. Yosh mengaku khawatir dengan situasi sekarang. Imbauan pemerintah untuk tidak mengadakan kegiatan yang mengundang banyak massa membuat banyak event ditunda, bahkan dibatalkan.

Namun ia berusaha untuk menenangkan diri. Menurutnya masih banyak orang-orang yang berada dalam posisi lebih sulit saat ini.

"Gue masih ada list pekerjaan sampai Oktober, tapi kan ada lebih banyak orang yang kerja harian, yang lebih enggak punya duit, lebih kena dampak. Gue manage emosi dengan mengatakan bahwa ini bukan salah gue, tetapi karena kondisinya memang begini," ujar pria 29 tahun itu.

Dampak pandemi Covid-19, semua kegiatan yang mengundang banyak massa harus dibatalkan. (Ilustrasi: Freepik/lifeforstock)
Dampak pandemi Covid-19, semua kegiatan yang mengundang banyak massa harus dibatalkan. (Ilustrasi: Freepik/lifeforstock)
Beruntung, baik Andini maupun Yosh sudah cukup paham mengatur keuangan dengan konsepnya masing-masing.

"Gue punya dua rekening untuk memisahkan mana yang gue tabung, mana yang buat harian. Punya investasi asuransi jiwa, reksadana, dan tabungan hari tua," ungkap Yosh.

Begitu juga Andini yang mengaku baru aware dengan perencanaan keuangan justru setelah menjadi freelancer. Setidaknya ada 3 pos keuangan yang ia bagi, yaitu pengeluaran bulanan, tabungan, dan dana darurat.

"Setiap ada pemasukan berapapun itu, saya sisihkan untuk tabungan di awal, jangan nunggu sisa. Lalu saya juga sudah merinci pengeluaran saya setiap bulan, dan ini jumlahnya harus benar-benar tetap. Kalau ada pengeluaran tak terduga? Saya sudah membaginya ke dalam dana darurat."

Dana darurat adalah pos keuangan yang bisa digunakan di saat-saat genting. Misalnya seperti pada masa pandemi yang sedang terjadi sekarang, di mana penghasilan menjadi menurun atau bahkan tidak ada sama sekali.

Rencanakan Pengeluaran
Betul! Memiliki dana darurat adalah saran yang kerap kali diingatkan oleh para perencana keuangan seperti Mada, terlebih kepada para freelancer. Tetapi, merencanakan pemasukan dan mengalokasikan dana cadangan saja ternyata tak cukup. Yang tak kalah penting adalah mengatur pengeluaran.

CEO Sipundi.id ini menyebut, idealnya setiap orang harus memiliki dana darurat yang jumlahnya minimal setara dengan 3 bulan pengeluaran.

"Kalau masih single pengeluaran sebulan 4 juta, kali 3 bulan, berarti minimal ada 12 juta sebagai dana darurat. Kalau sudah menikah, punya pasangan tidak bekerja, artinya punya satu tanggungan, itu minimum idealnya dikali 6 bulan. Kalau ditambah anak, jadi punya dua tanggungan, berarti minimal dikali 9 bulan pengeluaran. Lebih dari itu, maksimal ada di 12 kali pengeluaran."

Penting bagi freelancer untuk mengukur biaya yang harus dikeluarkan setiap bulannya. (Ilustrasi: Freepik/pressphoto)
Penting bagi freelancer untuk mengukur biaya yang harus dikeluarkan setiap bulannya. (Ilustrasi: Freepik/pressphoto)
Lalu, bagaimana cara mengetahui jumlah pengeluaran tiap bulan? Coba mulailah menginventaris biaya yang harus dikeluarkan setiap bulannya. Mulailah dengan mencatat kewajiban, seperti membayar utang/cicilan, asuransi, dan biaya pendidikan anak.

Kemudian tahap kedua, masukkan komponen pengeluaran harian seperti ongkos, pulsa, dan belanja bulanan. Ketiga adalah biaya lain-lain dan senang-senang seperti beli sepatu baru atau tabungan traveling.

Dari daftar tersebut, kita dapat mengeliminasi mana pengeluaran yang masih bisa ditunda atau mungkin dikurangi jatahnya. Tentu saja disesuaikan dengan skala prioritasnya. Pos pengeluaran kategori 3 adalah yang paling rasional untuk diutak-atik dibanding nomor 2, apalagi nomor 1.

Bagi freelancer pemula, hal ini tentu jadi tantangan tersendiri dan harus bisa dieksekusi dengan baik. Bahkan Mada tidak menganjurkan para freelancer menggunakan uangnya untuk "senang-senang" sebelum penghasilan yang diterima dapat memenuhi pos kebutuhan utama dan operasional harian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun