Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Yang Perlu Kita Renungkan di Hari Kemerdekaan

19 Agustus 2018   07:35 Diperbarui: 20 Agustus 2018   03:08 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: Tribun Jabar/Gani Kurniawan)

Kemerdekaan bagi Yuhina, dan teman-teman lainnya, bak jarum dalam hamparan jerami. Tidak mudah didapat. Kemerdakaan ibarat suara bising di jalan, yang tak pernah bisa didengar mereka yang tuli. Kemerdekaan takkan mereka rasakan apabila kita yang lebih dulu merasakannya tidak ambil andil dalam membantu mereka.

Pertanyaannya, apakah kemerdekaan hanya milik sebagian orang? Tentu tidak, karena para leluhur telah bersumpah: kemerdekaan untuk semua.

Leluhur juga mencita-citakan bangsa yang pintar, cerdas, dan tangguh mentalnya. Meski sampai saat ini masih jauh dari kata ideal. Masih banyak anak-anak bangsa yang belum dapat mencicipi pendidikan dengan layak.

Itu bisa dilihat dari kondisi bangunan sekolah yang tidak layak, anak-anak sekolah dengan sendal jepit, dan seragam sekolah yang lusuh, yang entah itu warisan dari mana. Sebuah pemandangan yang masih banyak ditemui di sekolah pelosok negeri ini, salah satunya di Pandeglang.

Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Khoeriyyah merupakan salah satu bukti nyata akan hal tersebut. Sekolah yang berada pelosok pandeglang, tepatnya di Kampung Baru, Desa Waringin Jaya, Kecamatan Cigeulis Kabupaten Pandeglang, Banten. Sekolah ini berdiri pada tahun 2011 karena keinginan kuat masyarakatnya agar bisa "Merdeka" memberikan pendidikan untuk anak-anaknya.

Karena jarak dari kampung mereka ke sekolah negeri cukup jauh sekitar 4 kilometer dengan akses jalan yang berbatu sehingga tidak ada kendaraan umum yang bisa melintas dan harus ditempuh dengan berjalan kaki.

Sebanyak 127 Siswa MI yang berasal dari 7 kampung terdekat, jumlah yang tidak sedikit tentunya jika dibandingkan dengan jumlah siswa di sekolah negeri. Hal yang hperlu di garis bawahi adalah sekolah swasta juga memiliki kontribusi sangat besar bagi pendidikan anak di negeri ini.

Bahkan perjuangan untuk mendirikan sebuah sekolah swasta mungkin lebih berat karena minimnya bantuan dari negara, sehingga tidak jarang pengurus yayasan harus pontang panting mencari donatur untuk membiayai sekolah tersebut agar bisa tetap berjalan.

Di sisi lain kita masih ribut dalam urusan politik, urusan memilih pemimpin. Padahal, rasa-rasanya, kita juga belum memiliki metode yang utuh dalam memilih. Pada akhirnya, kita hanya memilih karena suka dan tidak memilih karena benci.

Cara memilih seperti itu berujung pada terbelah duanya masyarakat menjadi dua kubu antara yang pro dan kontra pemerintah.

Penerapan praktik devide et impera atau pecah belah ala Belanda terhadap Indonesia di masa lalu, seperti menemukan buktinya saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun