Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Cerita tentang Tunjangan Hari Raya

13 Juli 2016   12:19 Diperbarui: 14 Juli 2016   13:58 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi. Conquermoney.com
Ilustrasi. Conquermoney.com
Yang bergaji besar maka mendapat THR besar, yang gajinya kecil maka THRnya juga kecil. Inilah bentuk keadilan yang tidak adil. Memang benar apa yang dikatakan Venusgazer, karena hal ini sudah tertuang dalam peraturan baku maka akan sulit untuk menyangkalnya.

Tapi di sinilah hebatnya Indonesia. Masih ada rasa dan sifat kekeluargaan serta gotong royong. Biasanya sekelompok karyawan menyisihkan dan mengumpulkan uang mereka. Kemudian dibelikan sembako dan diberikan pada office boy.

Di lingkungan tempat tinggal pun hal seperti ini bisa saja dilakukan. Misalnya ada tukang angkut sampah di kompleks pun tidak dilupakan. Kita bisa menyisihkan sedikit uang kita untuk memberikan THR pada mereka.

Ini bukan hanya soal kemanusiaan, tapi juga soal budaya dan sosiologi bangsa. Lebaran punya makna spesial bagi masyarakat Indonesia apapun agam dan kepercayaannya. Ini sudah menjadi kearifan bangsa yang berakar sejak dulu.

4. THR dan Mentalitas Meminta

Ilustrasi. Bidpal.com
Ilustrasi. Bidpal.com
Tidak bisa dipungkiri bahwa saat menjelang lebaran, beban pengeluaran menjadi lebih besar. Selain untuk kebutuhan sehari-hari, kita juga perlu membeli keperluan lain seperti pakaian, kue dan biaya mudik.

Menurut Idris Apandi pemberiah THR ini sebenarnya sah-sah saja selama si pemberi memiliki anggaran. Selain untuk membantu meringankan beban pengeluaran lebaran, THR juga memberi kebahagiaan untuk pegawai.

Yang kemudian jadi persoalan adalah ketika banyak sekali pihak yang tidak memiliki kaitan dengan kita tapi meminta THR. Tentu saja ini memberatkan si pemberi THR. Di lingkungan sekolah, pemerintah atau instansi lain tidak sedikit yang meminta THR melalui surat resmi. Atau bahkan ada juga yang meminta secara langsung tanpa malu.

Inilah yang menjadi masalah. Padahal tindakan memaksa meminta THR seperti ini adalah sikap yang melanggar hukum. Bahkan jika mau, pihak yang merasa dirugikan ini bisa melapor pada aparat berwajib.

Inilah yang selalu salah. Mental bangsa ini pada umumnya memang lebih senang menerima dari pada memberi.

5. Mengapa Harus THR?

Ilustrasi. Tribunnews.com
Ilustrasi. Tribunnews.com
THR menjadi hal yang sangat ditunggu ketika menjelang hari raya dan ini wajib diberikan pengusaha pada para pekerja. Yang menjadi masalah menurut Rezawahya adalah ketika berita tentang THR ini di-blow up secara berlebihan dan menimbulkan kecemburuan sosial.

Kemudian ada juga yang mengatakan bahwa orang yang sering meminta THR adalah orang yang bermental pengemis. Tapi sebenarnya memang ada beberapa alasan mengapa sikap menuntut THR ini muncul. Di antaranya adalah:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun