Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Cerita tentang Tunjangan Hari Raya

13 Juli 2016   12:19 Diperbarui: 14 Juli 2016   13:58 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momentum hari raya selalu identik dengan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan untuk para pegawainya. Mulai dari level bawah, menengah hingga atas berhak mendapatkan tunjangan ini karena memang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja.

Besaran tunjangan ini bervariasi, namun menurut peraturan yang berlaku besaran THR adalah setara dengan satu kali gaji pokok. Tapi untuk pekerja yang belum genap satu tahun bekerja maka berlaku perhitungan khusus.

Lalu bagaimana cerita Kompasianer dengan THRnya masing-masing? Berikut ini adalah sedikit cerita dan opini tentang THR dari Kompasianer.

1. THR untuk Pekerja Rumah Tangga: Derma atau Kewajiban Majikan?

Ilustrasi. simotmot.com
Ilustrasi. simotmot.com
Pertanyaan ini seringkali terlintas. Memberi THR pada pekerja rumah tangga apakah sebuah kewajiban atau hanya sekadar derma? Qory Dellasera mencoba menjawabnya.

Menurutnya, memang dalam aturan baku tidak ada kejelasan tertulis tentang posisi "majikan" namun mungkin bisa disamakan dengan pengusaha karena sifatnya sama-sama pemberi kerja. Juga dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja ada satu pasal yang menyebutkan bahwa PRT berhak mendapat imbalan lebih dalam bentuk apapun. Artinya, PRT pun berhak mendapat THR.

Bagaimana perhitungannya? Qory pun menjelaskan secara rinci perhitungan yang ideal untuk memberi THR pada PRT. Perhitungan ini juga sudah tercantum pada Permenaker No. 6 Th 2016. Di mana rumusnya adalah Masa kerja dibagi 12 bulan dan dikalikan 1 bulan gaji. Itulah THR ideal yang diberikan.

Selain itu ada hal yang perlu ditekankan. Bingkisan hari raya yang diberikan pada PRT tidak bisa dihitung sebagai THR, itu hanya sekadar bonus saja.

2. THR, Tekanan Hari Raya

Ilustrasi. magnifymoney
Ilustrasi. magnifymoney
Ada benarnya juga judul artikel yang ditulis Giri Lumakto ini. Kadang THR malah menjadi tekanan untuk kita. Alasannya cukup banyak. THR adalah uang tambahan yang kita terima sebagai persiapan menjelang hari raya.

Saat menunggu hari raya ini ada banyak sekali godaan yang muncul. Misalnya ketika Istri meminta baju gamis yang dipakai selebriti, atau ketika berjanji pada anak akan memberi imbalan puasa jika puasanya full 30 hari. Belum lagi pengeluaran-pengeluaran lainnya.

Hal-hal inilah yang menjadi tekanan untuk kita. Mendekati lebaran pun kita harus menyediakan angpao untuk saudara atau keponakan. Dan yang paling besar menyita anggaran, pikiran dan menjadikan tekanan adalah biaya mudik. Ongkos mudik tidak murah setiap tahunnya.

Sebenarnya tunjangan ini dalam abreviasi THR benar adanya. Disebut "tunjangan" karena harus menahan tekanan yang akan hadir saat hari raya.

3. Nggak Usah Nunggu Jadi Boss Buat Kasih THR

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun