Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

11 Cerita yang Tersisa dari Teror Bom Sarinah

13 Februari 2016   16:58 Diperbarui: 13 Februari 2016   17:00 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Pertama, Sarinah menjadi lokasi belanja dan juga ruang menikmati waktu luang kelas menengah urban. Kedua, Sarinah dekat dengan istana kepresidenan juga melambangkan kehadiran dari kuasa demokrasi liberal yang dirawat dari rangkai pemilu, koalisi dan oposisi politik.”

4. Wajah Kepolisian Pascateror di Thamrin

[caption caption="ilustrasi: ©Shutterstock"]

[/caption]Zulfikar Akbar mengingatkan: pahlawan tak pernah meminta untuk digelari sebagai pahlawan. Keberhasilan itu yang didapati oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk membuat mereka menjadi pahlawan, setidaknya, setelah mereka menumpas pelaku teror di kawasan Thamrin.

Kecenderungan yang terjadi, sisi buruk Polri terkesan lebih banyak dibandingkan sisi baiknya, dan ini jelas sebuah ironi yang sulit.

“Sampai kemudian, bom dan letusan senjata terjadi di Thamrin. Sederet nama dari Mabes Polri hingga Polda Metro Jaya sampai dengan aparat Polsek pun mencuat. Polisi kembali terlihat sebagai pahlawan—sekalipun masih ada saja yang meremehkan pertaruhan nyawa yang dilakukan anggota institusi tersebut.”

5. Teror Sarinah "Gagal", Teroris Diuntungkan

[caption caption="ilustrasi: ©Shutterstock"]

[/caption]Ada tiga hal yang menjadi perhatian Hendra Wardhana atas aksi “gagal” tindakan teror di Thamrin. Pertama, keberanian atau kedewasaan; sebab yang menjadi perhatian adalah hanya di Indonesia serangan teror jadi tontonan. Kedua, eksploitasi tanda pagar; Teroris akan menganalisis dan menemukan bahwa ada kelemahan nyata yang bisa dieksploitasi dari tanda-tanda pagar di atas. Ketiga, ketidakkompakan aparat dan masyarakat; bila pihak aparat sepakat bahwa aksi teror tejadi kelengahan, masyarakat juga.

“Masyarakat masih sering menganggap bahwa ancaman teror terbesar adalah saat bom meledak. Padahal, di kehidupan sehari-hari benih radikalisme bisa diketahui. Contohnya di media sosial.”

6. Melawan Teror dengan Hashtag

[caption caption="ilustrasi: ©Shutterstock"]

[/caption]Keriuhan di media sosial nasional datang bak tsunami sesaat setelah bom meledak, tulis Hilman Fajrian. Seperti yang sempat disampaikan di awal, berbagai hashtag yang menandai topik percakapan langsung bermunculan dalam banyak bentuk.

Media sosial memiliki medium untuk menciptakan konten dan mendistribusikan informasi secara massal. Namun, media sosial juga perangkat dalam berkomunikasi dan mengungkapkan ekspresi.

“Di jam-jam awal kejadian, berseliweran saran untuk tidak menyebarkan foto atau video kejadian dan korban. Kekuatan besar #KamiTidakTakut itu lahir dari ketakutan, kemarahan dan kesedihan. Dalam teori sosial, rasa takut adalah salah satu pencetus terbesar sebuah perubahan besar di masyarakat.”

7. Ketika ISIS Harus Berhadapan dengan Tukang Sate, Polisi Ganteng dan Besan di Ciledug

[caption caption="ilustrasi: ©Shutterstock"]

[/caption]Barangkali ini yang membuat media sosial mendadak ramai dan serentak melawan: teror berlangsung, sedangkan di lokasi kejadian banyak hal-hal yang di luar dugaan; tukang sate menggelar dagangan di sana, tukang kacang, tukang buah yang sedang menjajakan dagangannya di dekat lokasi pengemboman.

Ade Armando sepakat bahwa pelaku teror di Jakarta kemarin gagal mencapai tujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun