Pada tahun pertama, Heni juga tidak bisa mengambil hak libur, pun ketika hari Minggu ataupun tanggal merah.
Kalau sampai libur, maka gajinya akan dipotong lagi 100 HKD.
Kesusahannya sebagai seorang TKI tak berhenti hanya sampai urusan dengan agen nakal.
Majikan pertama Heni yang mengontraknya selama dua tahun, sangat merendahkan profesi asisten rumah tangga.
Ceritanya waktu itu, Heni yang memang suka membaca, tengah membaca sebuah buku.
"Dia sampai ngomel-ngomel. 'Eh, kamu lagi ngapain di sini? Kamu lagi baca buku, ya? Kalau pembantu itu enggak usah lah bisa baca buku. Pembantu itu yang penting kamu bisa jaga anak, bisa masak, bisa bersihin rumah, selesai'. Begitu majikan aku bilang dengan nada sinis," kata Heni.
Setelah setahun, yang artinya sudah bisa mengambil libur pada akhir pekan, Heni mengisi liburannya dengan pergi ke perpustakaan dan kuliah D3 jurusan IT tanpa sepengetahuan majikannya.
Heni tak membayangkan apa yang akan terjadi jika majikannya tahu ia kuliah. Beruntung, majikan kedua yang mengontraknya selama empat tahun cukup baik.
Heni kala itu juga melanjutkan studi di Saint Mary's University jurusan manajemen wirausaha. Heni akhirnya berhasil menuntaskan studi S1-nya selama 3,5 tahun.
Untuk membiayai kuliahnya, Heni menjadi kontributor di banyak koran Hongkong dan Taiwan yang berbahasa Indonesia.
Ia juga sering mengikuti lomba penulisan. Dari situ uangnya cukup untuk membiayai biaya kuliah.