Aris baru tamat kuliah. Sebagai anak dari generasi terkini, ia memiliki cita-cita tinggi. Bekerja di perusahaan raksasa, atau menjadi seorang pengusaha. Lalu, angan yang setinggi langit itulah yang menjadikannya seperti sekarang ini -- bekerja sebagai pelayan di warung bakso Cak Man.
Lha, kok bisa?
Aris tidak punya pilihan. Pada saat ekonomi negara sedang lesu dan para pelaku usaha sudah mengeluh, lapangan pekerjaan menjadi barang berharga. Daripada menganggur, bekerja menjadi pelayan adalah sebuah kesempatan langka.
Aris tidak pernah meratapi nasibnya. Ia teringat akan kisah sukses para pesohor. Jack Ma yang pernah bekerja di restoran waralaba dan Steve Jobs yang berkali-kali gagal sebelum menjadi terkenal. Baginya, warung bakso cak Man adalah sebuah monumen yang akan ia bangun untuk dikenang oleh anak cucunya nanti.
Lha, kok bisa?
Karena Aris telah bertekad, ia akan menempa dirinya sebagai seorang pekerja keras, dan sekaligus belajar dari kesuksesan Cak Man, agar ia bisa menjadi seorang pengusaha andal nantinya.
**
Bakso Cak Man bukanlah warung biasa. Saban pagi hingga menjelang malam, tempat itu selalu ramai dipenuhi pengunjung. Aris tidak punya waktu untuk berleha-leha. Ditambah lagi dengan pribadinya yang rajin dan pintar, selalu ada saja tugas dari bos yang diberikan kepadanya. Mulai dari melayani pelanggan, hingga mencuci piring. Mulai dari membersihkan meja hingga menjadi kasir. Mulai dari memilih daging segar sampai mengolahnya menjadi bulatan daging bakso.
Alhasil dalam waktu sebulan bekerja, Aris sudah menguasai semua keahlian yang diperlukan untuk menjalankan sebuah usaha warung bakso.
Kecuali menyiapkan kuah bakso.
Cak Man dan Mbak Surti adalah pemilik warung bakso. Mereka berdua tinggal di rumah yang terletak di bagian belakang lokasi warung. Sebuah halaman yang cukup luas memisahkan areal warung dengan wilayah pribadi. Tidak banyak yang bisa memasuki rumah pasangan suami istri ini. Hanya segelintir karyawan yang benar-benar dipercaya. Termasuk Aris.
Di dalam rumah pribadi mereka itulah, Cak Man dan istrinya meracik kuah bakso. Bilamana mereka sudah bekerja di dapur, tidak ada seorang pun yang bisa masuk. Jika ada yang bertanya, alasan yang diberikan cukup masuk akal, "Jangan sampai resep ini dicuri orang."
Namun, semuar orang tahu jika itu hanya akal-akalan semata. Menurut Pariman, pegawai yang paling lama bekerja di sana, "campuran kuah bakso hanyalah tulang kaki sapi, sedikit garam, merica, dan kaldu sesuai porsi." Dengan kata lain, "biasa" saja.
Lalu apa yang membuatnya beda?
Kisah di balik proses pembuatan kuah bakso itu.
Pariman adalah tipe manusia yang suka berbagi kisah. Dari mulutnya lah, Aris tahu tentang cerita pesugihan. "Jadi, Cak Man itu punya anak perempuan yang bernama Tiara. Dia itu agak ..." ujar Pariman sambil menyilangkan jari telunjuknya di depan dahi."
"Ia hampir tidak pernah bicara, pandangannya kosong, dan lebih banyak duduk diam. Tapi, sebenarnya bukan gila. Tiara itu selalu menggendong boneka perempuan. Nah, konon roh tiara itu sudah terjebak di dalam boneka. Jadi, boneka itulah yang sebenarnya anak dari Cak Man. Ia yang mendatangkan keberuntungan bagi keluarga mereka," ujar Pariman menutup pembicaraannya, dan buru-buru mencuci piring karena Mbak Surti berdeham di depan pintu.
"Kalau kamu tidak percaya, tengoklah. Tiara selalu berdiri di samping Cak Man kalau mereka meracik kuah bakso," pungkas Pariman setengah berbisik.
**
Malam belumlah terlalu larut, warung bakso Cak Man baru saja tutup karena suplai daging sapi sudah habis akibat permintaan pelanggan yang membludak pada hari ini. Aris termenung di meja kasir. Ia masih belum mau beranjak dari sana sejak pelanggan terakhir membayar makanannya. Semua pegawai sudah disuruh pulang, karena sudah waktunya Cak Man meracik kuah baksonya.
Aris penasaran, cerita Pariman telah mengganggu pikirannya sejak seminggu terakhir. Raut kekecewaan terpancar dari wajahnya. Rahasia kesuksesan yang ingin dia pelajari ternyata merupakan sebuah rahasia kelam. Mengandalkan ilmu hitam.Â
Namun, sebagai seorang anak kota, Aris tidak mau begitu saja mempercayai cerita getok-tular yang ia dengar. Untuk itu, tidak ada cara lain. Ia harus membuktikannya.
Tapi, bagaimana?
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Suara Mbak Surti memecah keheningan, "Aris, kamu mau belajar meracik kuah bakso?"Â
Mata Aris terbelalak. Seakan-akan tidak yakin dengan apa yang barusan ia dengar, ia menatap wajah si ibu bos dengan pandangan nanar.Â
Mbak Surti mengulang lagi, "Kalau mau belajar, ayo ikut saya."
Tanpa pikir panjang lagi, Aris segera bangkit dari kursinya, ia berjalan terburu-buru, mengejar langkah Mbak Surti yang sudah berada di halaman rumahnya.Â
Mbak Surti membuka pintu, lalu menggeser tubuhnya mempersilakan Aris masuk ke dalam rumah. Aris melangkah masuk dan terhenti sesaat di depan pintu masuk. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah, otak detektif-nya dengan segera mencari-cari objek yang mungkin berhubungan dengan kegiatan mistis. Namun, hasilnya nihil.
"Kalau mau jadi peracik kuah bakso sukses, hal pertama yang harus kamu buat adalah jangan mencurigai niat baik. Itu tidak baik!" Aris terperenyak. Cak Man sudah berada di dalam ruangan itu dan tegurannya seolah-olah menelanjangi isi otak Aris. Â Â Â
"Kenalkan, ini Tiara!" lanjut Mbak Surti yang membuat Aris kembali gelagapan. Sesosok anak perempuan yang ia perkirakan berusia sekitar tujuh tahun sudah berada di samping pasangan suami istri itu. Ia mendekap sebuah boneka yang berpenampilan mirip dengannya.Â
"Anak kami inilah yang meracik kuah bakso. Ia adalah resep kesuksesan warung kami," lanjut Cak Man. Sikapnya tidak seperti biasanya. Aris bisa merasakan perbedaan itu. Tidak ada senyum ceria yang terpajang dalam keseharian, pun tatapannya kosong.Â
"Jadi, kamu mau belajar dari Tiara?" lanjut Mbak Surti dengan sikap yang sama seperti yang ditunjukkan oleh Cak Man. Dingin dan kaku.
"E-Eh ..." Aris tidak menjawab, hanya mengangguk. Kedua pasangan suami istri itu kompak menyeringai, menatap Aris tajam, seraya mengeluarkan bunyi aneh.Â
Suara cekikikan.
Aris terbelalak. Badannya mendadak menjadi kaku. Ia ingin bergerak, tetapi tubuhnya seperti membeku. Ia ingin berbicara, tetapi mulutnya membisu.Â
Perlahan, Cak Man berjalan sambil mendorong Tiara mendekati Aris. Tubuh pemuda itu sontak bergetar, matanya memancarkan ekspresi kengerian yang luar biasa, dan mulutnya bergerak-gerak, seperti sedang mengucapkan sesuatu yang tidak terdengar. Mungkin doa, mungkin juga permohonan maaf.Â
Lalu, di saat yang paling genting itu, teriakan seorang perempuan mengejutkannya, "Aris!!!" Aris tersentak, itu suara ibunya!Â
Suasana di dalam rumah itu mendadak hening. Dari luar rumah, tidak ada lagi cahaya lampu yang menerangi, menandakan bahwa sudah waktunya seisi rumah untuk beristirahat. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi malam itu, kecuali mereka yang terlibat dalam sebuah kejadian misterius yang baru saja terjadi.Â
**
Aris turun dari mobil, setelah seorang supir membukakan pintu untuknya. Ia berpenampilan rapi, layaknya seorang pengusaha sukses. Aris melangkah masuk ke dalam pintu sebuah restoran. Beberapa pelayan terlihat menyambutnya, membukakan pintu sambil menundukkan kepala.
"Selamat siang, Pak Aris. Selamat datang, Pak Aris," sambutan hangat dari para pegawai membuat Aris tersenyum simpul. Kini ia adalah seorang pengusaha sukses, pengelola bisnis waralaba warung bakso Cak Man yang memiliki 116 gerai dan tersebar di 27 kota seluruh Indonesia.
Seorang tamu duduk di pojok restoran. Ia terlihat berbisik kepada temannya, "Kamu lihat itu Pak Aris Sudjatmiko. Dia adalah pemilik bakso Cak Man."
Temannya mendongak dan mengangguk. Si tamu restoran melanjutkan ucapannya, "konon dia pakai pesugihan makanya bisnisnya sukses."
Aris tersenyum simpul menyadari bahwa kedua tamunya itu tidak tahu jika ia bisa mendengarkan percakapan mereka. Sedetik kemudian, bayangan Aris kembali ke masa tiga tahun lalu.
**
Aris mendadak merasa jiwanya hilang seketika. Cak Min dan Ning Surti telah menjebaknya masuk ke dalam sebuah ritual kelam nan menyeramkan. Ritual pesugihan yang menjadi kunci kesuksesan bakso Cak Man. Ia ingin berlari dari kenyataan, tetapi yang tersisa hanyalah penyesalan. Tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan dirinya, kecuali keajaiban.
Lalu, di saat yang paling genting itu, teriakan seorang perempuan mengejutkannya, "Aris!!!" Aris tersentak, itu suara ibunya!Â
Aris terhenyak, buru-buru ia menutup laptopnya. Namun, terlambat, ibunya sudah mendongak dari balik pintu. "Kamu bikin apa?" teriak sang Ibunda.
"E-Eh." Aris gelagapan.
"Masih halu? Ini sudah tiga tahun Aris, sono cari kerjaan!" teriak sang Ibu sambil membanting pintu.Â
Suasana di dalam rumah itu mendadak hening. Dari luar rumah, tidak ada lagi cahaya lampu yang menerangi, menandakan bahwa sudah waktunya seisi rumah untuk beristirahat. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi malam itu, kecuali Aris yang belum bisa terlelap karena naskah novel "Pesugihan Bakso Cak Man" yang belum kelar-kelar.Â
**
Acek Rudy for Kompasiana
**
Disklaimer: Kisah fiksi karangan penulis. Kesamaan nama, tempat usaha, dan lokasi hanya merupakan sebuah kebetulan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H