Heng memalingkan wajah ke arah suara itu. Di sana, ia melihat istrinya melekat di tembok dengan kedua tangan dan kaki yang terentang lebar, Â sebagaimana tubuh-tubuh para pendoa yang menghilang di balik tembok jahanam. Kondisi istrinya itu memprihatinkan. Ia menangis lirih, seolah-olah menahan sakit yang tak terkira. Secepat kilat, Heng menghambur ke arah tembok untuk menyelamatkan istrinya.
Sayangnya, semuanya terlambat.
Sang istri tersenyum lembut, matanya sayu memancarkan kepasrahan. Lalu, mulutnya bergerak, menyampaikan sesuatu yang terdengar lirih, tetapi Heng mendengarkannya. "Aku cinta kamu ...."
"TIDAK ...." Heng berteriak sekuat tenaga, seiring dengan menghilangnya tubuh sang istri.
"Kalian semua terkutuk!" pekik Heng marah kepada sosok lain yang menyerupai istrinya itu. Sosok itu masih berdiri di depannya, tersenyum sinis dan bengis.
Heng merinding! Kini ia sudah tersadar sepenuhnya. Ramalan itu benar adanya. Anak kembar itu akan lahir membawa berkah sekaligus kutukan! Ia harus memilih. Salah satu dari anak kembar itu harus dilenyapkan. Konsekuensinya terlalu mengerikan.
Istri tercintanya sudah menjadi korban. Begitu pula para pendoa dari marga Xiao yang tidak berdosa. Entah siapa lagi yang akan menyusul. Mungkin saja dirinya. Akhirnya, ia mengambil keputusan yang terbaik baginya.Â
"Nuxi ... NUXI! Bayi itu Bernama Nuxi!" teriaknya keras sembari menghambur ke arah tempat tidur bayi. Lalu, secepat kilat, ia mengoleskan darah murni di jari telunjuknya yang sudah setengah kering ke dahi si bayi tambun.
Sekilas, ada seruan kemenangan terdengar dari suaranya. Namun, tidak ada yang terjadi. Bayi tambun itu masih terlihat mengerikan, terus menyerang saudara kembarnya yang menangis kesakitan. Pun sosok yang menyerupai istrinya itu masih berdiri dan tertawa cekikikan. Suaranya semakin nyaring, sehingga Heng harus menutup kedua telinganya.
Ritual itu tidak mempan!
Semuanya terlambat.