"Kopi manis tanpa gula," teriak Chuang sekenanya. Yang ia maksud sebenarnya kopi hitam tanpa gula, namun karena lobus frontal-nya sudah penuh, salah ucap bisa menjadi maklum.
"Ada apa sih? Kok kamu loyo banget?"
"Umurku udah sisa seminggu lagi, Bro," jawab Chuang lesu.
"Lha, kok bisa. Emang lu sakit apa?" Chuang menggelengkan kepalanya. "Pria itu benar mirip aku," ujarnya.
"Terus kenapa?"
"Kan aku sudah bilang, seseorang yang bertemu doppelgaenger-nya akan mati dalam waktu seminggu."
"Halah, kamu itu masih percaya takhayul. Itu kan cuman legenda. Mana benar sih?"
"Iya. Aku juga pikir seperti itu. Tapi, kalau benar kejadian, gimana dong?"
Rusli terdiam. "Benar juga ucapan temanku ini." ia membatin. Memang benar usia manusia tidak ada yang tahu, tetapi ada beberapa orang yang sudah diberikan tanda-tanda khusus sebelum meninggal. Mungkin saja kawannya yang satu ini juga demikian.
"Ah. jangan percaya takhayul-lah. Hidup mati kan perkara karma, bukan kembaran, Bro," ujar Rusli. Ia kembali menghapus segala prasangka buruk di dalam benaknya, seraya mencoba memberikan semangat kepada Chuang.
"Yang aku khwatir itu emak gue. Gimana kalau aku mati perjaka?"