Saya menjawab sederhana, "karena jika hubungan mereka baik-baik saja maka si istri tidak pernah merasa menjadi korban."
Playing victim adalah ungkapan kekesalan. Berharap timbulnya empati dan mendapatkan dukungan. Namun, seringkali cara ini justru bisa memperkeruh suasana.
Kisah berakhir sampai di sini. Saya tidak pernah lagi membahas tentang kondisi Mart, hingga kabar baik yang kudengarkan. Mereka tidak jadi bercerai.
Sebagai seorang suami, saya merasa tidak berhak untuk menggurui pembaca tentang bagaimana bersikap kepada pasangan agar keluarga bisa hidup harmonis. Itu seharusnya dikembalikan kepada setiap pribadi. Ada yang namanya kedewasaan hubungan.
Namun, menarik untuk melihat prinsip orang Tionghoa. Sebelum menikah, hitungan fengshui nasib (ba-zhe) harus dilakukan terlebih dahulu. Jika chiong alias tidak hoki, sebaiknya jangan menikah.
Oke, sekilas ini terdengar seperti klenik. Tapi, memang itulah yang terjadi. Katanya sih, tingkat akurasinya cukup tinggi.
Tapi, jangan menganggap jika hitungan semacam itu selalu benar. Ada juga yang meleset. Beberapa kasus yang saya temukan, perkawinan dengan perbedaan usia 6 tahun dalam metodologi Ba-zhe disebut dengan "chiong besar." Konon pasangan seperti itu hampir pasti berakhir perceraian. Nyatanya ada yang aman-aman saja. Saya mengenal beberapa kawan yang seperti itu.
Maknanya apa?
Pernikahan adalah sebuah misteri, bahkan dewa pun terkadang takabur. Kembali lagi... adalah keputusan dari setiap pasangan untuk melihat sejauh mana pentingnya sebuah hubungan. Itu aja sih...
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H