Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Yang Liu, Janda Merana yang Identik dengan Dewi Kwan Im

8 Juni 2022   10:06 Diperbarui: 8 Juni 2022   12:18 7302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenal Yang Liu yang Identik dengan Dewi Kwan Im (gambar: pinterest.com, diolah pribadi)

Dalam tradisi keagamaan, ada beberapa jenis tanaman yang memiliki makna spiritual. Pohon Bodhi (Ficus Religiosa) misalnya. Bagi umat Buddha, spesies Ara yang satu ini dianggap sebagai tumbuhan yang paling suci.

Pohon ini menjadi pilihan bagi Buddha Gautama saat mencapai pencerahan (Parinibanna). Pada hari yang sakral tersebut, Sang Buddha saat sedang duduk bermeditasi di bawahnya.

Namun sebelum kejadian agung di Bodhgaya tersebut, pohon Bodhi sendiri sudah dianggap sebagai pohon suci oleh masyarakat Hindu. Identik dengan sabda Dewa Khrisna yang tertulis dalam sastra Hindu, Bhagavad Ghita. Isinya tentang penunjukan pohon bodhi sebagai simbol spiritual Hindu.

Dalam tradisi Buddha Mahayana, ada juga bunga Teratai yang identik dengan Dewi Kwan Im (Kuan Yin). Personifikasi dewi welas asih yang satu ini, sangat erat dengan bunga teratai ukuran besar tidak pernah terlepas padanya.

Ada alasannya...

Dikutip dari BBC, dijelaskan bahwa bunga teratai sudah lama memiliki konteks spiritual di negara Timur. Bagi kebanyakan penduduk Asia Selatan, bunga ini adalah simbol kehidupan, kemurnian, dan kesuburan. Teratai tumbuh jauh di atas lumpur, terletak di atas air, sehingga tampil bersih.

Dalam tradisi Hindu, bunga teratai dikisahkan lahir dari pusar Dewa Wisnu. Sementara keyakinan kuno India lainnya juga menyebutkan jika kelopak teratai adalah simbol dari mata Tuhan.

**

Hari Minggu pagi, saya dan keluarga melakukan ritual Fangsheng (melepas burung) di halaman rumah tempat tinggal orangtuaku. Saya baru sadar saat Ira, adikku memperlihatkan sejenis tanaman yang baru ditanam di sana.

"Ini adalah pohon Dewi Kwan Im," ia berkata.

Awalnya diriku tidak terlalu memperhatikan. Lagipula di sekitar sana tidak ada kolam, bagaimana mungkin ada teratai?

Tapi, sepertinya Ira bisa membaca pikiranku, "ini yang dipegang, bukan yang diduduki," sambil menunjuk ke arah sejenis tanaman berbentuk kurus tinggi yang berada dekat dinding pagar.

"Yang Liu," saya langsung teringat.

Mungkin saja kita sering luput memperhatikan. Dalam beberapa lukisan dewi Kwan Im, ada semacam kendi kecil yang selalu dipegang di tangan kiri. Sementara tangan kanannya menggenggam sejenis daun berukuran kecil. Nah, itulah Yang Liu.

Bahasa ilmiahnya adalah Salix babylonica, bahasa inggrisnya adalah Babylon willow atau juga Weeping willow. Pohonnya besar, bisa mencapai 20 hingga 25 meter tingginya.

Daunnya berbentuk spiral dengan panjang 4 hingga 16 senti. Berjumbai banyak, lemas dan panjang ke arah bawah. Jika dilihat sekilas, mirip air mata yang berurai. Tidak heran jika bangsa bule memberikannya nama weeping (tangisan).

Jenis tanaman ini tumbuh di daratan Asia dan Eropa. Usianya cukup panjang, berkisar antara 40-75 tahun.  

Nah, di Indonesia kita mengenalnya dengan nama Janda Merana. Meskipun janda merana bukan hanya milik tanaman Yang Liu ini saja. Dari catatan referensi yang saya temukan, nama Janda Merana juga dimiliki oleh tanaman Lee kwan yew (Vernonia eliptica).

Mengapa dinamakan Janda Merana? Saya belum menemukan catatan resminya. Tapi, dugaan saya karena bentuknya yang seperti tangisan.

Kembali kepada penggambaran dewi Kwan Im dan tanaman Yang Liu-nya. Dewi Kwan Im dikenal sebagai dewi welas asih. Kisahnya mengandung makna filsafat, bahwa kasih sayang akan menaklukkan segalanya.  

Tapi, saya masih penasaran, mengapa ia memegang Yang Liu? Bukannya masih banyak tumbuhan lain yang juga bisa menjadi pilihan. Untuk menjawab pertanyaan ini, tentunya kita harus sedikit mengulik tentang sejarah dan budaya bangsa Tionghoa.

Dari beberapa catatan yang saya baca, tanaman ini memang memiliki kedekatan dengan budaya Tionghoa. Mungkin karena keberadaannya yang tidak sulit ditemukan dan juga bentuknya yang eksotik.

Salah satunya adalah kisah tentang Lao Tzu, pemikir Taoisme yang brilian dari abad ke-6 SM. Disebutkan jika Lao Tzu telah memilih pohon ini sebagai tempat favoritnya untuk bermeditasi.

Di bawah pohon yang sama juga, telah terjadi sebuah pertemuan yang paling legendaris di antara dua pemikir besar Tionghoa, Lao Tzu dan Kong Hu cu (Confucious). Pada saat itu, Confucious muda tengah belajar kebijaksanaan dari Lao Tzu yang lebih senior.

"Saya tahu jika burung terbang, ikan berenang, dan hewan berlarian. Tapi, ada naga -- Saya tidak bisa tahu bagaimana ia bisa berdiri di atas awan dan terbang ke surga. Hari ini, setelah bertemu Lao Tzu, saya hanya bisa membandingkannya dengan naga."

Syair yang fenomenal ini lahir dari pertemuan kedua tokoh besar tersebut. Dan pohon Yan Liu menjadi saksi bisunya.

Dengan demikian, pemilihan daun Yang Liu oleh dewi Kwan Im menjadi jelas. Tumbuhan ini telah memiliki akar yang kuat dengan budaya Tionghoa. Melihat apa yang dipegang oleh sang dewi pada tangannya, setiap orang Tionghoa akan dengan mudah mengenalinya.

Tapi, bukan hanya itu. Yang Liu tentu juga memiliki alasan lain, mengapa ia yang terpilih.

Dugaan yang paling mudah adalah dari bentuknya. Lembut namun kuat, cocok digunakan sebagai media untuk memercikkan air pemberkatan.

Tapi, ada alasan lain yang sepertinya lebih relevan.

Simbolisasi utama dewi Kwan Im adalah welas asih. Tapi lebih dari itu, ia mencakup Metta (cinta ke segala penjuru) dan Karuna yang berarti kasih sayang tak terhingga. Kedua istilah ini akrab dengan filsafat Buddhisme.

Kehadiran dewi Kwan Im bukan untuk menghibur mereka yang kesusahan. Tapi, untuk mengajarkan manusia bahwa tangisan adalah bagian dari kenyataan hidup. Oleh karenanya, menjadi kuat dalam menerima realita adalah jalan yang terbaik.

Sebagaimana daun Yang Liu yang lembut namun juga kuat. Sifatnya yang fleksibel membuatnya tahan menghadapi terpaan angin kencang. Begitu pula seharusnya manusia bertindak. Menghadapi kekerasan dengan kelembutan.

Lagipula, tahukah kamu apa arti harafiah dari kata Kwan Im sendiri? Berdasarkan sumber [1], Kwan Im memiliki arti "ia yang mendengarkan tangisan dunia."

Jadi, jelaslah mengapa Yang Liu ini sangat sesuai dengan peggambaran Dewi Kwan Im. Meskipun saya masih penasaran, mengapa sih di Indonesia namanya Janda Merana? Ada yang tahu?

**

Referensi: 1 2 3 

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun