Dari beberapa catatan yang saya baca, tanaman ini memang memiliki kedekatan dengan budaya Tionghoa. Mungkin karena keberadaannya yang tidak sulit ditemukan dan juga bentuknya yang eksotik.
Salah satunya adalah kisah tentang Lao Tzu, pemikir Taoisme yang brilian dari abad ke-6 SM. Disebutkan jika Lao Tzu telah memilih pohon ini sebagai tempat favoritnya untuk bermeditasi.
Di bawah pohon yang sama juga, telah terjadi sebuah pertemuan yang paling legendaris di antara dua pemikir besar Tionghoa, Lao Tzu dan Kong Hu cu (Confucious). Pada saat itu, Confucious muda tengah belajar kebijaksanaan dari Lao Tzu yang lebih senior.
"Saya tahu jika burung terbang, ikan berenang, dan hewan berlarian. Tapi, ada naga -- Saya tidak bisa tahu bagaimana ia bisa berdiri di atas awan dan terbang ke surga. Hari ini, setelah bertemu Lao Tzu, saya hanya bisa membandingkannya dengan naga."
Syair yang fenomenal ini lahir dari pertemuan kedua tokoh besar tersebut. Dan pohon Yan Liu menjadi saksi bisunya.
Dengan demikian, pemilihan daun Yang Liu oleh dewi Kwan Im menjadi jelas. Tumbuhan ini telah memiliki akar yang kuat dengan budaya Tionghoa. Melihat apa yang dipegang oleh sang dewi pada tangannya, setiap orang Tionghoa akan dengan mudah mengenalinya.
Tapi, bukan hanya itu. Yang Liu tentu juga memiliki alasan lain, mengapa ia yang terpilih.
Dugaan yang paling mudah adalah dari bentuknya. Lembut namun kuat, cocok digunakan sebagai media untuk memercikkan air pemberkatan.
Tapi, ada alasan lain yang sepertinya lebih relevan.
Simbolisasi utama dewi Kwan Im adalah welas asih. Tapi lebih dari itu, ia mencakup Metta (cinta ke segala penjuru) dan Karuna yang berarti kasih sayang tak terhingga. Kedua istilah ini akrab dengan filsafat Buddhisme.
Kehadiran dewi Kwan Im bukan untuk menghibur mereka yang kesusahan. Tapi, untuk mengajarkan manusia bahwa tangisan adalah bagian dari kenyataan hidup. Oleh karenanya, menjadi kuat dalam menerima realita adalah jalan yang terbaik.