Penyebabnya adalah aplikasi PeduliLindungi yang telah diunduh oleh lebih dari 90 juta pengguna. Hal ini terungkap dari sebuah laporan resmi Departemen Luar Negeri AS.
Washington menyebutkan PeduliLindungi tidak melindungi privasi penggunanya. Informasi yang terkandung diambil tanpa izin dan juga sistem pelacakan di ruang publik melalui sistem check-in.
Amerika kok seperti orang tua bawel yang teledor? Memangnya mereka tidak tahu jika aplikasi PeduliLindungi adalah bagian dari mengurangi penyebaran Covid? Atau jejangan Amerika lupa jika ada Pandemi?
Lagipula pengembangan PeduliLindungi merupakan bagian dari kesepakatan global WHO. Memanfaatkan data dan teknologi untuk mejaga protokol kesehatan Covid-19.
Bagian mana yang melanggar HAM? Jika yang dipermasalahkan adalah database pengguna. Bagaimana dengan platform media sosial asal Amerika. Facebook, Instagram, dan WhatsApp bahkan jauh lebih dalam menyentuh ranah pribadi penggunanya.
Dan perlu diingat, aplikasi sejenis PeduliLindungi juga digunakan oleh negara lain. Seperti TraceTigether (Singapura), COVIDSafe (Australia), atau AArogya Seetu (India).
Beberapa dari mereka bahkan lebih jauh mengintervensi. Seperti Tawwakalna (Arab Saudi). Penduduknya harus meminta izin melalui aplikasi untuk bisa berpindah tempat saat jam malam diberlakukan.
Aplikasi S.M.S buatan Korea malahan bisa mengikuti pergerakan penduduknya. Terutama bagi mereka yang mendapat perintah karantina mandiri.
PeduliLindungi masih belum secanggih itu. Lalu di mana pelanggaran HAM nya, mengapa negara lain tidak dituduh sekalian?
Kalaupun ada sekelompok manusia yang pergerakannya dibatasi, seharusnya Amerika sadar jika itu untuk kepentingan rakyat yang lebih luas. Â
Mungkin saja Amerika hanya selip-lidah. Bisa saja mereka cemburu melihat keberhasilan PeduliLindungi dalam penanganan Covid di Indonesia.