Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lindungi PeduliLindungi dari Kemunafikan Amerika

16 April 2022   21:28 Diperbarui: 16 April 2022   21:36 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lindungi PeduliLindungi dari Kemunafikan Amerika (gambar: aptika.kominfo.go.id)

Amerika sepertinya tidak henti-hentinya mencari musuh. Setelah tak bisa melakukan banyak hal atas konflik Rusia-Ukraina, Amerika lalu menggunakan banyak cara agar tidak kehilangan muka.

Cara yang dipilih adalah menunjukkan kepada Rusia, bahwa mereka masih berpengaruh. Yang termudah tentu mengajak para sekutu Eropanya untuk menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia.

Tidak mempan, karena Rusia adalah pemasok utama gas alam Eropa. Penghentian suplai gas alam Rusia sama dengan mematikan nadi energi Eropa.

Joe Biden pun beralih ke Timur Tengah. Saudi Arabia dan UEA diminta untuk meningkatkan produksinya sebanyak dua kali. Sebabnya minyak fosil Rusia akan diboikot.

Tidak mempan juga, karena kedua negara ini memiliki prinsip untuk tidak menaikkan produksi minyak akibat tekanan politik.

Lalu Indonesia pun jadi sasaran. Sebagai presidensi G20, Amerika sudah mulai mengancam. Mereka akan memboikot pertemuan jika delegasi Rusia hadir di Bali.

Jakarta dituntut untuk mengusir Putin, atau setidaknya membujuk Presiden Rusia tersebut untuk tidak hadir.

Apa jawaban Indonesia?

Sederhana, semua delegasi dari negara 20 ekonomi terbesar dunia berhak hadir di Bali. Meskipun ada protes dari beberapa negara.

Indonesia lantas dianggap sebagai adik kecil yang mbalelo. Harus diberi hukuman. Sasaran pun ditemukan -- Ada pelanggaran HAM di negara kita.

Penyebabnya adalah aplikasi PeduliLindungi yang telah diunduh oleh lebih dari 90 juta pengguna. Hal ini terungkap dari sebuah laporan resmi Departemen Luar Negeri AS.

Washington menyebutkan PeduliLindungi tidak melindungi privasi penggunanya. Informasi yang terkandung diambil tanpa izin dan juga sistem pelacakan di ruang publik melalui sistem check-in.

Amerika kok seperti orang tua bawel yang teledor? Memangnya mereka tidak tahu jika aplikasi PeduliLindungi adalah bagian dari mengurangi penyebaran Covid? Atau jejangan Amerika lupa jika ada Pandemi?

Lagipula pengembangan PeduliLindungi merupakan bagian dari kesepakatan global WHO. Memanfaatkan data dan teknologi untuk mejaga protokol kesehatan Covid-19.

Bagian mana yang melanggar HAM? Jika yang dipermasalahkan adalah database pengguna. Bagaimana dengan platform media sosial asal Amerika. Facebook, Instagram, dan WhatsApp bahkan jauh lebih dalam menyentuh ranah pribadi penggunanya.

Dan perlu diingat, aplikasi sejenis PeduliLindungi juga digunakan oleh negara lain. Seperti TraceTigether (Singapura), COVIDSafe (Australia), atau AArogya Seetu (India).

Beberapa dari mereka bahkan lebih jauh mengintervensi. Seperti Tawwakalna (Arab Saudi). Penduduknya harus meminta izin melalui aplikasi untuk bisa berpindah tempat saat jam malam diberlakukan.

Aplikasi S.M.S buatan Korea malahan bisa mengikuti pergerakan penduduknya. Terutama bagi mereka yang mendapat perintah karantina mandiri.

PeduliLindungi masih belum secanggih itu. Lalu di mana pelanggaran HAM nya, mengapa negara lain tidak dituduh sekalian?

Kalaupun ada sekelompok manusia yang pergerakannya dibatasi, seharusnya Amerika sadar jika itu untuk kepentingan rakyat yang lebih luas.  

Mungkin saja Amerika hanya selip-lidah. Bisa saja mereka cemburu melihat keberhasilan PeduliLindungi dalam penanganan Covid di Indonesia.

Mahfud MD mengatakan; "Kita membuat PeduliLindungi untuk melindungi rakyat, nyatanya keberhasilan kita lebih baik dari Amerika."

Pernyataan ini bukannya tanpa alasan. Ada datanya dari Insititut Lowy, Australia. Indonesia berada pada posisi atas. Sementara Amerika berada pada bagian bawah, setara dengan Iran dan Meksiko.

Menko Perekonomian Airlangga Hartanto juga tidak mau kalah. Ia mengatakan, jumlah laporan pelanggaran HAM Amerika justru jauh lebih banyak dari Indonesia.

Dalam kurun waktu 2018-2021, Indonesia mendapatkan 19 laporan. Sementara Amerika sendiri terdapat 76 kasus.

Tapi tidak perlulah terlalu jauh. Amerika sebagai embahnya hak asasi manusia seharusnya sadar bahwa standarisasi HAM itu tidak bisa dipaksakan.

Lain lubuk lain belalang. Perbedaan budaya hingga kearifan lokal adalah warisan moyang sejak lama. Jauh lebih dulu ada sebelum Amerika Serikat itu lahir.

Pelanggaran HAM seharusnya menyentuh hak dasar manusia. Seperti hak hidup, hak mencari makan, hingga hak untuk diperlakukan setara.

Memangnya Amerika sudah seperti itu? Ada kasus Black Lives Matter yang nyata-nyata merupakan pelanggaran HAM terhadap kaum kulit hitam di sana.

Kantor Berita Nasional China, Xinhua bahkan mengklaim adanya perlakuan diskriminatif pada layanan kesehatan Amerika. Mereka memiliki data, sebagian besar korban Covid yang tewas berasal dari warga masyarakat kulit berwarna.

Senada dengan klaim Xinhua, data terbaru dari APM Research Lab non-partisan mengungkapkan jika angka sekarat kulit hitam adalah 50,3 per 100.000 orang. Bandingkan jumlah ini dengan 20,7 untuk warga kulit putih.

Jadi, terlepas dari tuduhan Amerika terhadap pelanggaran HAM akibat aplikasi PeduliLindungi, ada baiknya kita acuhkan saja.

Kemunafikan memang susah menghilang. Terlebih dari negara besar seperti Amerika Serikat. Sudah terlalu lama mereka berjaya, bangga dipuja-puja bangsa. Tapi, sekarang sudah berbeda. Terlalu banyak kutu di kepala mereka.

**

Referensi: 1 2 3 4 5 6

**

Acek Rudy for Kompasiana

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun