Tergantung dari perbandingan pertumbuhan ekonomi dan defisit neraca perdagangan. Pertumbuhan ekonomi 2021 adalah sebesar 3,69%. Sementara secara keseluruhan, Indonesia juga mengalami surplus neraca perdagangan sebesar 35,34 miliar dollar AS. Sumber: bi.go.id
Dengan kata lain, penambahan utang pemerintah memberikan sesuatu yang bermanfaat. Beberapa negara di dunia bahkan mengalami minus pertumbuhan ekonomi dan neraca perdagangan juga defisit.
Bagaimana dengan Sri Lanka?
Menarik melihat jika Rasio Utang Terhadap PDB Srilanka juga bukan tertinggi. Data terakhir yang saya dapatkan pada 2020, "hanya" sebesar 60,9% saja.
Sayangnya saya kesulitan mendapatkan data terbaru. Tapi, sejak 20 tahun terakhir rasio ini naik-turun di angka 54% hingga 67%.
Seperti yang dilaporkan, Srianka mengalami kondisi gagal pembayaran utang. Cadangan negara tersebut adalah 2,31 miliar dollar AS. Sementara utang yang harus dibayar sekitar US$ 4 miliar.
Apa yang terjadi?
Produk Domestik Bruto Srilanka mayoritas berasal dari ekspor tanaman pertanian, seperti kopi, teh, karet, dan rempah-rempah. Devisa lainnya berasal dari sektor parawisata.
Selama Covid, pendapatan negara menurun drastis. Cadangan devisa anjlok hampir 70% dalam dua tahun.
Sektor pariwisata terpuruk, sementara ekspor tidak digiatkan. Sejak 2009, pemerintah lebih memilih berfokus menjual hasil pertaniannya ke luar negeri.
Akibatnya, pemerintah kekurangan mata uang asing untuk membeli barang impor. Padahal penduduk Srilanka masih bergantung pada impor bahan-bahan pokok, seperti bahan bakar, makanan, dan obat-obatan.