Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Numerologi Presiden 2024, Ramalan Joyoboyo dan Sabda Palon

11 April 2022   13:50 Diperbarui: 11 April 2022   14:05 5407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan 7 Presiden Indonesia oleh Sohib Torayoja. Sumber: mediakarya.com

Tahun 2024 adalah saat yang ditunggu oleh banyak orang. Sudah waktunya memilih presiden baru. Bapak Jokowi akan mengakhiri masa kedua pemerintahannya.

Ini bukan pernyataan politis, rakyat sudah dijanjikan dengan pesta demokrasi 5 tahun sekali.

Tidak heran jika wacana presiden 3 periode banyak diprotes. Bukan karena sosok Jokowi tidak disukai, tetapi demokrasi tidak sepatutnya dikhianati. Lagipula bapak Presiden sudah mengatakan "tidak" sebanyak 3 kali.

Jadi, saatnya nama baru yang akan terpilih.

Beberapa nama sudah muncul di permukaan. Bisa terlihat dari elektabilitas yang rajin ditelurkan oleh lembaga-lembaga survei.

Salah satunya adalah sosok yang ini. Dia sempat duduk semeja bersamaku dalam sebuah acara yang diadakan oleh organisasi tempatku bernaung.

Setelah pesta selesai, ramai-ramai peserta berfoto dengannya. Tetiba mulut ini berucap, "terima kasih Pak Presiden."

Tidak terlalu keras, karena itu bukan teriakan. Sang "calon presiden" pun tidak terkesima. Ia mungkin tidak dengar. Tapi, beberapa sahabatku sempat menangkapnya.

Sontak mereka memberikan respons; "Eh kok kamu bilang begitu, Rud?"

"Yo, gak apa-apa to! Siapa pun bisa jadi Presiden," ujarku santai.

Tapi kawan-kawanku merasa terganggu. Maklum gaya militan ala emak-emak tidak bisa dilawan. Sampai kapan pun tidak akan bisa menerima calonnya dikalahkan.

"Apa itu pilihanmu? Kamu tahu sesuatu? Atau ada itungan Numerologinya?" mereka mencecerku dengan rentetan pertanyaan.

Diriku memilih diam. Meskipun sudah ada itungan angka yang dibuat. Hasil diskusi dengan beberapa kawan yang ingin mengambil sikap.

Hasilnya?

Dari 10 calon yang memiliki elektabilitas tinggi, hanya 3 yang berpeluang. Termasuk si calon presiden yang duduk semeja denganku.

"Pokoknya ada deh," ujarku sambil meninggalkan ruangan yang sudah mulai kosong.

Jadi demikian...

Andaikan itunganku benar, maka ada 3 sosok yang akan bertarung pada 2024. Lalu saya membayangkan skenario kira-kira. Setiap calon memiliki ekspektasi politik masing-masing.

Ada yang memiliki gaya "lanjut Pakde." Ada yang disukai oleh oposisi, dan ada pula yang diharapkan lebih tegas, kembali ke zaman bapakmu.

Lalu saya melanjutkan dengan teori angka. Menceritakan kepada para sahabat tentang energi presiden 1 hingga 7. Hal ini sudah pernah saya tulis di Kompasiana.

Baca juga: Gelar Numerologi 7 Presiden Indonesia, Bagaimana dengan yang ke-8?

Jadi, Jokowi menandai era ketujuh pemerintahan. Pembelajaran hidup marak menandai. Tapi, sulit-sulitnya kehidupan bukan berarti penderitaan. Setiap bangsa harus melewati jalan terjal untuk menuju kejayaan.

Nah, era ketujuh menandai hal tersebut. Lalu bagaimana dengan era kedelapan?

Menurut Numerologi, angka 8 adalah infiniti. Sesuatu yang luar biasa besar dan tanpa batas. Jadi, asumsiku era kedelapan adalah masa bagi Indonesia untuk lepas landas.

Dengan demikian, siapa pun presidennya seharusnya kita serahkan saja kepada suara mayoritas rakyat. Toh, jika berdasarkan energi Numerologi, seharusnya demikian adanya.

Mengenai yang dikira jagoanku. Sejujurnya sampai sekarang belum ada.

Saat kita sedang berada di bilik suara pada 2019 silam, saya sendiri tidak yakin masalah yang kita hadapi saat ini berada pada pucuk pikiran.

Tentu, ekspektasi yang tinggi agar kondisi bangsa ini membaik berada pada saat kita mencoblos.

Pun halnya pada saat gigi gemetaran melihat harga bahan pokok yang meroket. Rasanya penyesalan tiada gunanya.

Jadi jika 2024 nanti, jagoan kita tidak sesuai ekspektasi, janganlah menyesali. Mungkin sebagian dari kita bisa berkata, "andaikan jagoanku yang menjabat, tentu tidak begini."

Atau tetiba cinta lama bersemi kembali. Megingat zaman bapakmu, hingga presiden-presiden masa lalu. Padahal semuanya sudah lewat. Maklum lebih mudah menyalahkan Presiden yang sedang menjabat.

Makanya ramalan Joyoboyo selalu dicari. No-To-No-Go-Ro, Ratu Adil, dan Satrio Piningit. Semuanya adalah refleksi dari keadaan sosial yang rasanya tidak pernah bertepi.

Tanpa bermaksud menghina, ramalan Joyoboyo ini terbukti benar hanya sampai zaman Soeharto saja. Saya melihatnya dari No-To saja. Ketika Habibie menjadi presiden, No berikutnya tetiba hilang, dan muncul lagi saat Susilo Bambang YudhoyoNO menjabat.

Demikian juga dengan Ratu Adil dan Satrio Piningit. Menurut saya, mereka adalah para presiden yang menjabat. Tiada lain, tiada bukan.

Mungkin sudah saatnya kita memasrahkan masa depan bangsa ini ke tangan Yang Maha Kuasa. Tentu saja Tuhan Maha Penyayang. Sebagai orang beriman, kita yakin jika DIA tidak akan tega membiarkan bangsa ini terpuruk.

Tapi, apa yang telah kita lakukan?

Kita pasrah dan Tuhan yang menentukan, atau jejangan Tuhan sudah pasrah melihat kelakuan kita.

Bagi saya, moralitas dan budi pekerti adalah dasar dari perilaku yang baik. Sudahkah kita menjaga itu? Itulah yang diinginkan oleh setiap manusia. Tentu saja, Tuhan pun pasti tersenyum.

Ah, jadi ingat hikayat Sabda Palon. Ini bukan tentang Agama, hanya filsafat saja. 

Menurut legenda, Sabda Palon adalah penasehat Raja Brawijaya V, pimpinan terakhir dari Kerajaan Majapahit. Konon sang penasehat ini memiliki ilmu yang tinggi. Bisa memerintah seluruh mahluk halus di Tanah Jawa.

Sehingga ada pula yang berkata jika si Sabda Palon ini sebenanya adalah mahluk gaib pelindung raja-raja Jawa.

Di dalam Serat Jangka Jayabaya, karangan Ronggowarsito, Sabda Palon disebutkan pernah bersumpah. Ia akan muncul kembali setelah 500 tahun setelah runtuhnya kerajaan Majapahit.

Sumpah tersebut ia sebutkan di hadapan Raja Brawijaya V, sebelum konon akhirnya ia pergi meninggalkan Nusantara.

Seiring kepergiannya, Sabda Palon meramalkan banyak bencana yang akan dihadapi negeri ini. Di antaranya adalah meletusnya gunung berapi, banjir bandang, tsunami, gempa bumi dahsyat, dan juga pageblug.

Kemudian Sabda Palon akan muncul kembali dalam bentuk "Pamomong Tanah Jawa." Dengan sebuah syarat, "Agama Budi berdiri menjadi satu."

Lalu, adakah Agama Budi?

Melihat perkembangan saat ini, Indonesia terdiri dari bangsa yang plural. Runtuhnya atau berdirinya suatu agama tentu adalah hal yang sedikit mustahil. Terlebih lagi bentuk negara kita bukanlah berbasis agama.

Menarik melihat istilah "Budi" dari sisi etimologi bahasa Sansekerta. Dikutip dari brainly.co.id

Bahasa Sansekerta Buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari Buddhi dapat diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan budi, dan akal manusia.

Tidak perlu lagi kita perdebatkan terlalu jauh tentang sumpah Sabda Palon ini. Secara filsafat, seharusnya jika kita hidup dengan budi pekerti yang baik dan akal sehat, maka bangsa kita akan terhindar dari malapetaka.

Jadi, jika ingin Presiden-presiden kita bekerja dengan baik, maka saatnya kita memenuhi ramalan Sabda Palon. Mereka yang baik sebenarnya adalah mereka yang terlahir dari Rahim yang baik juga.

Jayalah Bangsaku, Jayalah Indonesiaku.

**

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun