Menarik untuk melihat bagaimana kelanjutan dari episode ini. Apakah Twitter akan hadir dengan suasana yang berbeda? Apakah Trump akan kembali berjaya dengan cuitan-cuitannya yang menyayat hati?
Atau apakah 41,44 triliun rupiah yang Musk belanjakan untuk membeli Twitter nilainya sama dengan restoran China Batavia? Musk hanya menghambur-hamburkan uangnya untuk kepuasan pribadi.
Atau apakah Musk akan menjadi seorang pemegang saham yang progresif? Memajukan Twitter menjadi perusahaan yang lebih agresif?
Atau apakah Musk akan menjadi role model bagi mainan barunya ini? Ia akan lebih banyak diam dan menjadi pengguna Twitter yang rendah hati? Entahlah.
Namun, mungkin Musk tidak akan tahan dengan gaya Oei Tiong Ham. Di zamannya, Oei adalah Crazy Rich. Namun, ia hidup dengan penuh kedamaian. Sebabnya belum ada Twitter dan sejenisnya.
Belum ada curahan hati yang tidak penting, apalagi tipu-tipu flexing. Paling tidak moralitas manusia masih terjaga aman. Mungkin saja di zaman itu manusia sudah tidak senonoh, tapi tidak heboh-heboh.
Cukup sampai di sini. Tidak ada gunanya membandingkan dua manusia dari zaman yang berbeda. Kita tunggu saja perubahan pada Twitter. Apakah akan semakin bebas, atau tetap saja harus dikurasi.
Oh ya, kira-kira Elon Musk tertarik tidak ya menjadi investor di Kompasiana? Ada yang punya nomor telponnya gak? Eh...
**
**