Menjadi si Boy adalah kebanggaan, ia tidak punya musuh. Sebabnya siapa yang berani bikin ricuh. Menjadi si Boy adalah dambaan, ia hanya dipuji, dari mulut yang sudah biasa terkunci.
Tapi, nyatanya memang demikian. Boy digambarkan sebagai pemuda yang soleh. Sajadah selalu berada di jok belakang mobilnya, tidak lupa juga shalat lima waktu.
Doanya yang tulus ia tuangkan dalam buku hariannya. Bukan sebagai status di Whatsapp.
Boy digambarkan sebagai lelaki yang atletis. Suka berolahraga pagi, tanpa henti karena tidak ada tenggat waktu untuk upload status.
Ia juga senang mendengarkan radio prambors, sumber berita pilihan anak muda. Ringan dan mendidik. Jauh dari jangkauan podcast yang isinya mungkin hoax.
Boy digambarkan sebagai mahasiswa cerdas. Ia berhasil meraih prestasi tinggi. Nilai akademiknya bagus, tanpa bantuan google. Atau mungkin juga karena ia tidak pernah ambil pusing dengan demo mahasiswa, yang mungkin tidak keren pada masanya.
Boy baik hati dan tidak sombong. Suka membantu kaum dhuafa dan sopan kepada setiap orang. Jelas, itu tidak dibuat-buat, karena Boy sudah kaya dan tidak lagi mengejar rating dari konten sedekah. Atau memang di masanya, Youtube belumlah menjadi majikan.
Boy jagoan, tapi tidak brutal. Dia hanya berkelahi jika terpaksa. Tidak lupa juga jargon terkenalnya, "Gue yakin Allah bersama gue" sebelum tendangannya bersarang ke perut musuh.
Itu berkat Latihan yang sungguh-sungguh. Menjadi jago karate tidak terlalu sulit baginya, karena Boy tidak ada terganggu dengan tugas tik-tokan.
Boy playboy. Semua wanita menginginkannya. Karena memang ia tampan asli tanpa sentuhan eyedrop. Yang jelas, ia hanya akan menyentuh wanita yang dicintainya. Tidak menjadi penjahat kelamin yang banyak beredar di Facebook.
Meskipun Boy juga tidak bisa menahan syahwatnya. Ada adegannya berciuman dengan wanita yang "bukan muhrim", padahal ia rajin shalat.