Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Most Viewed Content, Sebuah Analogi dan Ironi

28 November 2021   07:29 Diperbarui: 28 November 2021   07:32 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Most Viewed Content, Sebuah Analogi dan Ironi (tangkapan layar Kompasiana)

Jangan kira keseruan Kompasianival tidak terasa tanpa kehadiran secara langsung. Kemarin malam, saya tidak sempat mengikutinya.

Namun, di tengah acara keluarga yang seharusnya bebas gawai, saya masih sempat nimbrung dengan para sahabat di grup perpesanan.

Nama saya hadir pada urutan pertama. Bukan sebagai pemenang kategori ataupun KoTY. Tapi, sebagai Kompasianer dengan Most Viewed Content. Mungkin bahasa Indonesianya adalah Konten yang Paling Banyak Dilihat.

**

Tahun 2019 mengawali jejakku di Kompasiana. Tepatnya, 1 Desember. Tiga puluh hari pertama masih unyu, belum berkenalan dengan para penulis hebat yang kini sudah menjadi sahabat.

Tahun 2020 adalah tahun pertama penuh berkiprah di sini. Rekor tulisan yang dibuat adalah 478 artikel dan 400,564 views. Poin masih 22.701 dengan pangkat Penjelajah.

Konsistensi menulis angka dan filsafat ringan membuat diri diganjar sebagai salah satu nominee pada kategori Best in Spesific Interest 2020. Sebagai ahli angka plus nujum. Eh...

Tahun 2021, jejari sudah mulai lancar menulis. Tiada hari tanpa menulis, karena kegiatan yang satu ini asyik rasanya. Dalam tahapan akut, bisa juga disebut sudah ketagihan.

Bangun jam 5 pagi sudah biasa, tidur ditemani laptop kadang terbiasa. Semuanya demi target One Day One Article, mencapai level Fanatik (50.000 poin), dan mengejar 1.000 tulisan hingga tahun kedua (1 Desember 2021).

Alhamdulilah. tidak terasa menjelang akhir tahun sudah tercipta 995 artikel, dengan 1.420.630 views sampai 28 Nov 2021. Hitungannya dalam setahun ini total views adalah 942.630. Hampir sejuta.

Pada titik inilah, idealisme mulai goyah, otak mulai mumet. Tulisan tentang angka dan filsafat minim pembaca. Tidak menarik lagi. Mungkin saja bisa diganjar AU, tapi itu bukanlah target utama.

Sorry to say, yang AU belum tentu banyak pembaca. Sebabnya selera Mimin belum tentu benar. Tidak mewakili suara hati pembaca.

Idealisme yang goyah plus pikiran yang korslet lantas membuatku berdelusi. Saya mulai jarang membaca tulisan Headline. Tren pekan ini dan tulisan yang bertenger di kolom populer jadi targetku.

Alasannya, karena saya adalah golongan pembaca. Mewakili golongan mayoritas.

Kesimpulannya, ada tiga kata kunci yang membuat artikel populer: viral, unik, dan tulisan yang ditujukan kepada Kompasiana atau Kompasianer.

Hasilnya? Per 17 Maret 2021 menandai artikel terakhirku yang diganjar AU. Hingga detik tulisan ini dibuat. No more Headlines, beib.

Lantas, apa yang kubuat? Yang viral belum tentu tren, yang unik itu dari zaman bapakmu, tentang Kompasiana atau Kompasianer? Jadilah diriku menjadi Acek. Tukang rusuh bersama Engkong Felix, Al Peb, dan para tante.

Oh ya, gelar Acek pertama kali diberikan oleh Kompasianer Yana Haudy pada grup perpesanan. Sejak saat itu, saya jatuh cinta kepadanya. (Nama Acek, bukan Mba Yana-nya).

Saya bukan milenial. Tidak banyak teori dan pengetahuan baru. Patut di-peti-eskan, karena minimnya pengetahuan tentang topil dan tren. Namun, gelar Acek ini punya makna tersendiri.

Saya analogikan dirinya bak pedagang di glodok. Saban hari kerjanya dagang doang. Haiyaaa...

Berita terkini yang ia dapatkan hanya setengah-setengah. Namun para Acek ini punya keuntungan. Langganannya banyak, sehingga bikini merah pun ia tahu tanpa harus membaca kompas.com.

Sebagai tukang dagang yang harus menjual apa saja untuk hidup, berita terkini mereka dapatkan sekaligus sebarkan, sembari melayani pelanggan.

Banyak yang suka kongkow-kongkow dengan mereka, karena pengetahuannya banyak (meskipun setengah-setengah). Kadang pula mereka genit dan suka lihat cew cantik. Berita kriminal menjadi motivasi bagi mereka, agar tetap hidup dalam kedamaian.

Karena usia dan pengalaman yang sudah paruh waktu, mereka selalu membandingkan. "Eh, di zaman bapakmu dulu begini lho! Anak muda sekarang kagak tahu itu lho! Bla bla bla."

Palugada, istilah ini pertama kali diberikan oleh Engkong Felix. Cihuy, terasa pas.

Benar, semua yang saya tulis adalah yang menurutku enak dibaca. Skandal pembunuhan peragawati Desi, pemerkosaan sum kuning, tradisi unik orang Cina, hingga mengapa burung jadi "burung." Konyol!

Sejujurnya saya sempat gelagapan ketika Anime membahana. Sebagai pedagang, saya tidak menjual manga dan komik. Dibaca puluhan ribu orang dalam sekejap, ngiler rasanya.

Tapi, bukan berarti saya tidak ikut-ikutan nulis anime. Di luar sana, masih ada orang-orang seumurku yang hidup dari zaman Voltus. Kutuliskanlah itu. Banyak pula fenomena unik. Encek-encek dari Jepang yang suka ama boneka imut. Namanya Nijikon, kutuliskanlah itu.

Lantas, ketika Kompasiana mulai diterjang tsunami K-Rewards. Bot dan Ad dituduh mendongkrak viewers. Menurut saya, hal ini tidak masalah.

Sebagai pedagang, kreativitas itu penting. Bukankah kehadiran marketplace telah mengajarkan kita untuk melakukan inovasi?

Kompasiana tentu tidak diam. Diajarkanlah bagaimana membuat tulisan yang banyak pembaca. Semuanya saya ikuti, semisal judul dan lead yang baik. Semuanya, kecual SEO dan Medsos.

Alasannya? Acek tidak paham SEO. Medsos? Acek tidak main medsos. Topil, kadang dikadali, dibuat sesempat-sempatnya.

Meskipun tidak relevan, ditambahkanlah sedikit asesoris. "Owe jual hape jadul, tapi ente dapat bonus gelas BTS, bagus waaaa (sambil tertawa dalam hati).

Licik? Biarin aja. Toh, ada admin yang menilai. Pantas masuk topil atau nggak. Eh... Acek tua kadang memang licik.

Artinya apa? Jika mau tulis apa pun tidak usah pusing dengan teknologi pendukung. Tuliskan saja. Tidak usah pula terpaku dengan Topil. Mending ngupil saja sambil cari ide, apa yang mau ditulis.

Jadi ingat omongan si dedek Widha Karina, "apa motivasimu menulis?" Sejujurnya, Acek suka bikin rusuh. Enak rasa e.

Menjadi bagian dari keluarga besar di Kompasiana adalah berbagi. Jadi, kalau yang ditulis seputaran tip dan trik, mungkin akan bermanfaat bagi para pembaca.

Kompasiana adalah medsos yang seharusnya memikat dengan citra yang positif. Alias #opini bermakna. Tapi, pertanyaannya, siapakah pembaca Kompasiana? Untuk yang satu ini hanya Mimin yang paham.

Acek menulis untuk siapa? Untuk semua Kompasianer yang rajin berkunjung. Banyak orangnya, meskipun tidak semua vote dan komentar.

Tapi, ada juga yang nyata. Mereka adalah deretan seratusan orang yang namanya mampu diingat oleh bundaku, Roselina Tjiptadinata.

Sayangnya, Acek bukan promotor. Andaikan Acek buka warung makan, maka Acek hanya akan menulis sesuai selera mereka yang rajin blogwalking, menyapa Acek.

Bagaimana mungkin kita bisa memberikan yang terbaik, jika tidak mengetahui selera pelanggan? Saya rasa prinsip dagang juga begitu bukan?

Jangan harap dagangan bisa laku, jika yang dijual hanya itu-itu saja. Jadi, kalau ada topil dan semua lapak jualan barang yang sama, Acek sedih.

Tidak ada bedanya dengan datang ke pasar ikan yang isinya bawal sampai tongkol. Semuanya sama. Ya, nge-mal dong teman-teman.

Bukannya memuji para Kner Senior. Tapi, pengalaman yang membuktikan. Lihat deh tulisan mereka, variatif dan anti topil. Kagak peduli dengan Karewar. Tidak mengejar untung dari tulisan.

Itu yang membuat Kompasiana eksis selama ini.

Makanya Engkong marah-marah ketika Topil sudah mulai menjurus ke SEO. Engkong marah, karena para penulis sudah mulai jualan yang itu-itu saja. Gak klimaks, Acek bilang.

Topil hanyalah salah satu pemicu kreativitas, bukan kitab suci masuk surga. Jadi, sahabat semua. Nulislah dengan ciri khas Anda masing-masing agar Kompasiana ini semakin bervariasi.

Sudah sampai disini. Sekalian Acek sampaikan ya, tahun depan mungkin agak jarang menulis. Tapi, bukan berarti tidak di Kompasiana lagi.

Ada dua komunitas yang Acek asuh. Yang pertama adalah grup pembicara publik. Alias Indonesian Professional Speakers Association (IPSA). Tanggal mainnya masih nunggu zoom meeting dari Ketua Umum.

Yang kedua, namanya Grup Penulis Mettasik. Isinya adalah para Dharmaduta yang senang berbagi. Mereka sudah sering berbicara, tapi nulisnya masih belum aktif.

Menyebar kebaikan adalah mottonya, jadilah Acek didaulat untuk jadi mentor, editor, sekaligus admin. Berkunjung ya teman-teman.

Mau tau alasannya? Acek sudah banyak dosa, provokasi Kamasutra dan Kamasutri terus. Pengen dosanya cepat-cepat dihapus. Eh...

Akhir kata, Selamat kepada seluruh pemenang Kompasianival 2021, dan kepada seluruh Kompasianer yang telah berkontribusi selama setahun. Doaku yang terbaik menyertaimu semua.

Sip, sekian dulu. Sampai jumpa di waktu lain. Semoga demikian.

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun