Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sarang Burung Walet, Tentang Cinta Sejati, Cheng Ho, dan Nyi Roro Kidul

17 November 2021   12:01 Diperbarui: 17 November 2021   13:46 12398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harta karun itu bernama sarang burung walet (walet). Konon nilainya ratusan triliun. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sampai harus turun tangan. Ia mendesak China yang berkomitmen membeli walet asal Indonesia senilai 16 triliun pada 2021. Hingga kini targetnya baru setengah.

Tidak terlalu susah, sebabnya Indonesia adalah negara penyuplai walet terbesar di dunia. Totalnya hampir 80%.

Walet Indonesia bahkan dinilai prima. Harganya bisa mencapai 25 hingga 40 juta rupiah per kilo. Bandingkan dengan walet China yang hanya dinilai 20 juta rupiah paling mahal. Apalagi asal Hong Kong yang hanya sekitar 1,5 juta rupiah saja.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) tidak mau kalah. Ia menyebutkan, di tengah ancaman pandemi, bisnis walet justru meningkat tinggi. Total devisa yang dihasilkan dari ekspor sarang burung ini pada tahun 2020 mencapai 1.155 ton atau senilai 28,9 triliun Rupiah. Jumlah ini meningkat 2,13% dari tahun 2019.

Bagi SYL, bisnis walet adalah berkah Tuhan bagi Indonesia. Memberikan sumbangan devisa bagi negara dan hoki bagi para petani dan pengusaha.

China Pengimpor Terbesar

Secara total ada 23 negara yang menjadi pengimpor walet. Namun, China tetap menjadi pasar yang terbesar, dan berani membeli dengan harga mahal. Total kontribusi dari negara tirai bambu ini mencapai 23% dari seluruh produksi walet Indonesia.

Manfaat sarang burung walet banyak. Bisa digunakan untuk kesehatan dan kecantikan. Mengobati penyakit ringan, menambah stamina tubuh, hingga meremajakan kulit.

Peran Laksamana Cheng Ho

Khasiat walet bukanlah penemuan baru. Orang China sudah mengenal kemanjurannya sejak zaman nenek moyang. Dan yang membuat makanan ini populer adalah Laksamana Cheng Ho.

Menurut Lin Biao, seorang sejarawan dari Malaysia, suatu waktu armada Cheng Ho terperangkap badai besar. Mereka kemudian memutuskan untuk berlindung di pulau sekitar wilayah semenanjung Peninsula, Malaysia.

Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Sumber air dan makanan tidak memadai, sehingga terancam mati kelaparan. Dalam keadaan darurat para awak lantas mencari apa saja yang bisa dimakan.

Sampai akhirnya mereka menemukan sarang burung walet yang menempel pada dinding-dinding gua tempat mereka berlindung. Pada kejadian itu, sup burung walet untuk pertama kali dimakan oleh manusia.

Tak disangka, keesokan harinya para awak bangun dengan tubuh segar dan kuat. Cheng Ho yang menyadari khasiat sarang burung walet tersebut, langsung memanennya dan dibawa kepada raja Dinasti Ming sebagai hadiah.

Sejak saat itu, walet pun menjadi komoditas dari para pedagang Tiongkok hingga saat kini.  

Milik Nyi Roro Kidul

Bukan hanya di China saja, di Indonesia sendiri khasiat walet ini juga sudah dikenal sejak lama.

Alkisah Kiai Surti. Ia adalah seorang utusan Kerajaan Mataram Kartasura yang diberikan tugas untuk mencari obat bagi permaisuri. Ia menempuh perjalanan nan jauh dan tiba di Pantai Karang Bolong. Setelah bertapa, wangsit ditemukan. Asalnya dari Dewi Suryawati, utusan Nyi Roro Kidul.

Petunjuknya adalah sarang burung walet yang ada di dalam goa Karang Bolong. Kiai Surti tidak hanya menyelematkan Permaisuri, tapi juga menikahi Dewi Suryawati.

Memanen sarang burung walet penuh resiko. Gua dekat laut dan jauh dari jangkauan manusia. Pemetik butuh keterampilan dan juga keberanian. Salah sedikit, nyawa taruhannya.

Itulah mengapa proses ini dilakukan secara sakral. Ritual khusus kepada Nyi Roro Kidul wajib dilakukan. Warga di desa Karang Bolong, Kebumen, Jawa Tengah melakukannya pada setiap bulan kesembilan penanggalan Jawa.

Sebabnya semua sarang burung walet di sana diyakini sebagai milik Nyi Roro Kidul. Pegelaran wayang kulit di bibir gua pantai Karang Bolong wajib diadakan. Ceritanya bisa bermacam-macam, yang penting tokoh utamanya tidak bisa mati. Kalau tidak, maka akan ada musibah keesokan harinya.

Kualitas Walet Indonesia

Selain karena susah dijangkau, walet Indonesia juga terkenal kualitasnya karena lingkungan alam yang mendukung. Gua lembab dan dalam yang alamnya masih tergolong perawan.

Pun dengan bentuk sarang burung. Kualitasnya sangat tergantung pada 3 hal, yakni; (1) belum ada kotorannya sama sekali, (2) belum pernah dipakai kawin, dan (3) belum pernah dipakai bertelur.

Meskipun demikian, banyak juga walet kota. Alias walet yang "diternak" di atap-atap rumah kosong yang berada di kota atau pemukiman penduduk.

Pelaku Usaha Sarang Burung Walet

Kendati menggiurkan, bisnis ini hanya dikuasai oleh 23 pengekspor resmi dari Indonesia. Sebelumnya malahan hanya 6 saja. Tapi, ini sudah mending karena tidak ada yang melakukannya sebelum tahun 1998. Semua eksportir berasal dari negara tetangga yang bertindak sebagai makelar saja.

Namun, angka ini tidak mewakili pengusaha walet di seluruh Indonesia. Di Jawa Timur saja ada sekitar 700 pengusaha yang tidak memiliki izin ekspor. Entah apa sebabnya. Ini belum termasuk di provinsi lain.

Kisah Major Jantje dan Kesenian Tanjidor

Seberapa tajirkah mereka? Saya tidak tahu pasti. Yang pasti banyak diantara mereka menjalankan usaha ini secara turun temurun. Kebanyakan sudah generasi ketiga, tapi ada juga yang sudah generasi ketujuh.

Ada kisah legendaris tentang Major Jantje yang dikutip dari sumber (tribunnews). Kisah ini diituliskan oleh Johan Fabricus dalam bukunya: Major Jantje, Cerita Tuan Tanah Batavia Abad ke-19.

Nama lengkapnya Agustijn Michels, keturunan indo dan pribumi. Orang Tionghoa di sekitarnya memanggilnya dengan nama Major Jantje. Ia mewarisi kekayaannya dari ayahnya berupa tanah di Klapanunggal, Cileungsi, Bogor.

Tanah tersebut disebut Gunung Burung atau bahasa Belandanya Vogelberg. Banyak sarang burungnya.

Kekayaan Major Jantje melimpah. Ia punya ratusan anak buah, pekerja rumah tangga, dan pengawal pribadi. Rumahnya besar dan megah, selalu ada pesta setiap malam minggu.

Acara yang paling ia senangi adalah dansa-dansa ala indo. Perpaduan musik dan tarian Sunda, Betawi, dan Belanda. Kelak kesenian ini dikenal dengan nama Tanjidor. Masih dikenal hingga kini sebagai musik rakyat Betawi.

Untuk mendukung biaya hidupnya, Major Jantje harus menyediakan sekitar 10 ton beras per bulan. Termasuk sekitar 100 kilo hanya untuk anjing-anjingnya. Semuanya berasal dari sarang burung walet.

Cinta Sejati Burung Walet

Sampai di sini kisah sarang burung walet begitu mengagumkan. Tapi, tunggu hingga kita memahami jeritan hati para burung walet yang dieksploitasi.

Kualitas sarang burung walet tidak seharusnya dilihat dari perspektif manusianya saja. Ada kandungan cerita tentang cinta sejati yang dramatik.

Sepasang burung walet punya komitmen cinta yang mengagumkan. Mereka tidak akan kawin sebelum punya rumah. Burung walet yang masih jomlo hanya akan terbang kesana kemari beserta rombongannya. Mereka bersama-sama mencari makan.

Sambil mencari makan, ternyata mereka telah memilih pasangannya. Alias cinta mereka memang telah ditakdirkan sejak lahir. Setelah mengikat janji suci, pasangan ini lantas mencari tempat ideal.

Pada saat malam menjelang, dengan liur dari sisa makanan, calon pasangan ini pun membangun sarang. Butuh waktu yang lama pula. Sedikit demi sedikit air liur dikucurkan membentuk benang halus yang dirangkai menjadi sarang yang kuat.

Kendati besama dalam satu sarang selama berbulan-bulan lamanya, mereka tidak tergoda untuk langsung kawin. Alias tidak berzinah sebelum waktunya. Semuanya demi sebuah perkawinan yang sakral.

Setelah sarang selesai dibangun, di sanalah rumah impian mereka. Kawin, dan memiliki keturunan.

Yang lebih mencengangkan lagi, burung walet tidak menganut paham poligami. Pasangannya hanya satu, setia hingga akhir. Si Jantan tidak pernah nyungsep ke sarang tetangga, si betina tidak pernah bertelur lebih dari dua kali.

Sekali bertelur pun hanya dua butir. Tidak pernah 1 atau 3, apalagi 4 dan seterusnya. Ajaibnya lagi, dua telur yang menetas pasti menghasilkan satu jantan dan satu betina. Betapa luar biasanya ciptaan Tuhan yang satu ini.

Wasana Kata

Jadi, bisakah Anda bayangkan. Atas nama kesehatan dan kecantikan, rumah yang susah payah dibangun lantas diambil begitu saja?

Mungkin manusia memang begitu. Kesehatan itu perlu, kecantikan itu menawan. Namun, merampok sarang burung walet memang keterlaluan. Tidak heran jika manusia bergelar mahluk serakah.

Tapi, jangan pikir demikian. Mungkin saja jika kamu, kamu, kamu, dan termasuk saya yang (mungkin) sudah menikmati manfaat atau (mungkin) sudah terjun ke dalam bisnis sarang burung walet, segala empati akan hilang begitu saja.

Karena pada dasarnya, kita semua manusia adalah mahluk serakah. Yauda. Titik, jangan dikomentari lagi! Tanpa kita sadari, kita telah kehilangan hewan kesayangan ciptaan Tuhan yang begitu mulianya.

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun