"Saya kagak berani, Pak Presiden. Saya orangnya belum kebal, suka gak tahan godaan. Kalau ada yang dateng bawa duit lima karung, gimana? Masak ditolak? Mubazir. Diterima? Jadi korupsi dong. He-he-he," jawab Bang Ben.
Mendapat jawaban spontan dari Benyamin, Soeharto hanya tersenyum dan menjawab, "ya sudah kalau memang tidak bersedia," demikian kira-kira.
Pada saat pamit, giliran Kife yang mencak-mencak. "Kok ditolak sih, kalau Bang Ben jadi Menteri, biar saya yang jadi Sekretarisnya. Saya urusin semuanya,"Â pungkas Kife.
Bang Ben hanya menjawab sederhana, "Kagak mau. Gue ogah politik. Gue kagak bisa bo'ong."
**
Hari Minggu, 27 Agustus 1995, Benyamin siap memenuhi janji bermain bola di kompleks perumahannya. Baru sepuluh menit bermain, ia langsung roboh. Awalnya semua mengira jika ia hanya bercanda saja. Nyatanya tidak.
Bang Ben meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Ia kena serangan jantung untuk kedua kalinya.
Saat pemakaman, lima Menteri termasuk Harmoko turut mengantar Benyamin Suaeb ke tempat peristirahatan terakhirnya. Ben dikuburkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Sesuai dengan wasiatnya, minta dikuburkan di samping makam Bing Slamet, sahabat dan juga gurunya.
Harmoko memberikan pernyataan; "Ben adalah seniman yang merakyat, ia pantas mendapatkan penghormatan besar di akhir hidupnya."
Nyatanya memang demikian, Benyamin Suaeb adalah seniman besar.
Lagu-lagunya merakyat, melukiskan kehidupan sederhana orang biasa. Tentang got mampet, memandikan burung perkutut, hingga pertengkaran tetangga.