Siapa yang tidak kenal Benyamin Suaeb alias Bang Ben. Pria serba bisa ini adalah legenda dunia hiburan Indonesia. Karirnya moncer, lagu-lagunya ngehits, dan sosoknya bisa diterima di seluruh lapisan masyarakat.
Itu karena Bang Ben memang adalah seniman yang sangat merakyat. Tapi, keberhasilan karirnya juga karena kedekatannya dengan dunia politik.
Bang Ben adalah juru kampanye Golkar pada tahun 1971. Bersama dengan 324 artis pendukung lainnya, gerakan Golkar memang lebih masif dibandingkan dua parpol lainnya, PPP dan PDI. Tidak heran jika Golkar bisa dengan mudah meraup kemenangan 62,8%.
Aspirasi Ben ikut kampanye tidak datang dari paksaan. Hal tersebut terkait dengan pengalaman buruk selama era Soekarno.
Suatu waktu, Bang Ben punya kelompok musik yang bernama Melody Boys. Lagu-lagu yang dibawakan berirama "imperialis." Suatu hari pada saat sedang pentas, mereka didatangi oleh seorang wartawan yang mengaku dari Warta Bhakti, surat kabar komunis.
Serta merta sang wartawan tersebut melarang mereka menyanyikan lagu barat. Kalau tidak, maka mereka akan bernasib sama dengan Koes Ploes yang dipenjarakan.
Kala itu Soekarno sedang getol-getolnya melarang musik barat. Saat yang sama dengan masa konfrontasi Malaysia pada awal 1960an.
Tidak mau cari masalah, detik itu juga lagu Bengawan Solo langsung terdengar. Menggantikan lagu Blue Moon yang dinyanyikan sebelumnya. Sehari setelahnya, Melody Boys pun ganti nama menjadi Melodi Ria.
Bingung dengan larangan Bung Karno, Bang Ben langsung beralih haluan. Ia dengan brilian melihat peluang lagu Betawi sebagai ciri khasnya. Tahun 1968 menjadi titik baliknya. Sejak saat itu ia mulai dikenal dengan gambang kromongnya.
Namun, mengapa Ben bergabung dengan Golkar? Padahal dalam catatan Majalah Tempo (9/4/1977), Ben sebenarnya juga pernah ditawarkan oleh PPP. Entah apakah ia menolak atau kalah langkah.