Lagipula, di zamannya ada sebuah slogan tidak resmi: haram bagi Betawi pilih partai selain PPP. Tapi, Ben memang adalah seniman genuine yang hanya senang dunia seni saja. Ia punya alasan tersendiri mengapa memilih Golkar.
Sebagai partai penguasa, Golkar punya akses ke segala lapisan masyarakat. Termasuk TVRI dan RRI, tempat artis berharap ketenaran dan karir. Â
Ben menyadari hal ini. Melawan atau tidak bersekutu dengan penguasa akan berakhir mandek. Ia tidak mau mengambil resiko itu. Ben terlalu cinta dunia seni.
Kalaupun Ben gabung ke politik, itu hanya sebatas juru kampanye saja, bukan politikus tulen. Lagipula, ia bisa mengekspresikan bakat seninya melalui lagu kampanye Golkar, seperti Coblos Nomer 2, dan Golkar-ku Golkar-mu.
Ben memiliki segalanya. Ia mengenal para Menteri kabinet era Soeharto, ia berulang kali diundang ke Bina Graha hingga Cendana. Ben bahkan bersahabat lama dengan Harmoko, Menteri Penerangan legendaris.
Namun, ia memang bukan politikus. Anda ia mau, sudah lama Ben berkantor di Senayan. Berkali-kali tawaran datang kepadanya, ia malah mereferensikan sahabatnya, Eddy Sud.
Bukan hanya anggota DPR saja. Bang Ben juga punya peluang menjadi Menteri Penerangan kabinet Soeharto.
Suatu hari pada akhir 1970an, Ben tetiba dipanggil ke Cendana. Bersama sahabatnya Wiryatno yang akrab disapa Kife, mereka menghadap Soeharto.
Kife adalah manajer pemasaran Adiasa Film, perusahaan film yang rajin memproduksi film-film Benyamin Suaeb.
Sesampainya di Cendana, tanpa basa-basi Soeharto langsung menawarkan jabatan Menteri Penerangan kepadanya.
Menurut keterangan Kife, awalnya Ben hanya cengar-cengir saja. Namun, ia tidak menyangka ketika Ben menjawab langsung tanpa berpikir;
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!