Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Benyamin S. Menolak Tawaran Jadi Menteri Soeharto

11 November 2021   05:06 Diperbarui: 11 November 2021   15:03 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika Benyamin S. Menolak Tawaran Jadi Menteri Soeharto (sumber gambar: kompas.com)

Siapa yang tidak kenal Benyamin Suaeb alias Bang Ben. Pria serba bisa ini adalah legenda dunia hiburan Indonesia. Karirnya moncer, lagu-lagunya ngehits, dan sosoknya bisa diterima di seluruh lapisan masyarakat.

Itu karena Bang Ben memang adalah seniman yang sangat merakyat. Tapi, keberhasilan karirnya juga karena kedekatannya dengan dunia politik.

Bang Ben adalah juru kampanye Golkar pada tahun 1971. Bersama dengan 324 artis pendukung lainnya, gerakan Golkar memang lebih masif dibandingkan dua parpol lainnya, PPP dan PDI. Tidak heran jika Golkar bisa dengan mudah meraup kemenangan 62,8%.

Aspirasi Ben ikut kampanye tidak datang dari paksaan. Hal tersebut terkait dengan pengalaman buruk selama era Soekarno.

Suatu waktu, Bang Ben punya kelompok musik yang bernama Melody Boys. Lagu-lagu yang dibawakan berirama "imperialis." Suatu hari pada saat sedang pentas, mereka didatangi oleh seorang wartawan yang mengaku dari Warta Bhakti, surat kabar komunis.

Serta merta sang wartawan tersebut melarang mereka menyanyikan lagu barat. Kalau tidak, maka mereka akan bernasib sama dengan Koes Ploes yang dipenjarakan.

Kala itu Soekarno sedang getol-getolnya melarang musik barat. Saat yang sama dengan masa konfrontasi Malaysia pada awal 1960an.

Tidak mau cari masalah, detik itu juga lagu Bengawan Solo langsung terdengar. Menggantikan lagu Blue Moon yang dinyanyikan sebelumnya. Sehari setelahnya, Melody Boys pun ganti nama menjadi Melodi Ria.

Bingung dengan larangan Bung Karno, Bang Ben langsung beralih haluan. Ia dengan brilian melihat peluang lagu Betawi sebagai ciri khasnya. Tahun 1968 menjadi titik baliknya. Sejak saat itu ia mulai dikenal dengan gambang kromongnya.

Namun, mengapa Ben bergabung dengan Golkar? Padahal dalam catatan Majalah Tempo (9/4/1977), Ben sebenarnya juga pernah ditawarkan oleh PPP. Entah apakah ia menolak atau kalah langkah.

Lagipula, di zamannya ada sebuah slogan tidak resmi: haram bagi Betawi pilih partai selain PPP. Tapi, Ben memang adalah seniman genuine yang hanya senang dunia seni saja. Ia punya alasan tersendiri mengapa memilih Golkar.

Sebagai partai penguasa, Golkar punya akses ke segala lapisan masyarakat. Termasuk TVRI dan RRI, tempat artis berharap ketenaran dan karir.  

Ben menyadari hal ini. Melawan atau tidak bersekutu dengan penguasa akan berakhir mandek. Ia tidak mau mengambil resiko itu. Ben terlalu cinta dunia seni.

Kalaupun Ben gabung ke politik, itu hanya sebatas juru kampanye saja, bukan politikus tulen. Lagipula, ia bisa mengekspresikan bakat seninya melalui lagu kampanye Golkar, seperti Coblos Nomer 2, dan Golkar-ku Golkar-mu.

Ben memiliki segalanya. Ia mengenal para Menteri kabinet era Soeharto, ia berulang kali diundang ke Bina Graha hingga Cendana. Ben bahkan bersahabat lama dengan Harmoko, Menteri Penerangan legendaris.

Namun, ia memang bukan politikus. Anda ia mau, sudah lama Ben berkantor di Senayan. Berkali-kali tawaran datang kepadanya, ia malah mereferensikan sahabatnya, Eddy Sud.

Bukan hanya anggota DPR saja. Bang Ben juga punya peluang menjadi Menteri Penerangan kabinet Soeharto.

Suatu hari pada akhir 1970an, Ben tetiba dipanggil ke Cendana. Bersama sahabatnya Wiryatno yang akrab disapa Kife, mereka menghadap Soeharto.

Kife adalah manajer pemasaran Adiasa Film, perusahaan film yang rajin memproduksi film-film Benyamin Suaeb.

Sesampainya di Cendana, tanpa basa-basi Soeharto langsung menawarkan jabatan Menteri Penerangan kepadanya.

Menurut keterangan Kife, awalnya Ben hanya cengar-cengir saja. Namun, ia tidak menyangka ketika Ben menjawab langsung tanpa berpikir;

"Saya kagak berani, Pak Presiden. Saya orangnya belum kebal, suka gak tahan godaan. Kalau ada yang dateng bawa duit lima karung, gimana? Masak ditolak? Mubazir. Diterima? Jadi korupsi dong. He-he-he," jawab Bang Ben.

Mendapat jawaban spontan dari Benyamin, Soeharto hanya tersenyum dan menjawab, "ya sudah kalau memang tidak bersedia," demikian kira-kira.

Pada saat pamit, giliran Kife yang mencak-mencak. "Kok ditolak sih, kalau Bang Ben jadi Menteri, biar saya yang jadi Sekretarisnya. Saya urusin semuanya," pungkas Kife.

Bang Ben hanya menjawab sederhana, "Kagak mau. Gue ogah politik. Gue kagak bisa bo'ong."

**

Hari Minggu, 27 Agustus 1995, Benyamin siap memenuhi janji bermain bola di kompleks perumahannya. Baru sepuluh menit bermain, ia langsung roboh. Awalnya semua mengira jika ia hanya bercanda saja. Nyatanya tidak.

Bang Ben meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Ia kena serangan jantung untuk kedua kalinya.

Saat pemakaman, lima Menteri termasuk Harmoko turut mengantar Benyamin Suaeb ke tempat peristirahatan terakhirnya. Ben dikuburkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Sesuai dengan wasiatnya, minta dikuburkan di samping makam Bing Slamet, sahabat dan juga gurunya.

Harmoko memberikan pernyataan; "Ben adalah seniman yang merakyat, ia pantas mendapatkan penghormatan besar di akhir hidupnya."

Nyatanya memang demikian, Benyamin Suaeb adalah seniman besar.

Lagu-lagunya merakyat, melukiskan kehidupan sederhana orang biasa. Tentang got mampet, memandikan burung perkutut, hingga pertengkaran tetangga.

Ia juga ramai melantukan kritik sosial dengan kata-kata sederhana, tapi mampu diterima di seluruh lapisan masyarakat. Seperti lagu "Digusur" yang bisa bikin Gubernur Ali Sadikin tersenyum, dan lagu "Pungli" yang mendapat penghargaan dari Kopkamtib.

Ben adalah seniman yang mampu menonjolkan sisi manusiawi masyarakat Betawi. Namun, ia juga milik seluruh rakyat Indonesia. Gayanya yang jenaka dan cenderung seenak udel adalah kharisma dirinya yang tak pernah lekang oleh waktu.

Referensi: 1 2 3 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun