Sampai di sini saya enggan berkomentar. Perdebatan yang terjadi di antara dua kubu, sebaiknya disikapi bijak.
Mungkin yang dimaksudkan dalam tes ini adalah untuk menjaga akhlak dan moral seorang wanita. Mempersembahkan kesucian sebelum hari pernikahan secara jamak bisa diartikan "tidak bermoral."
Tapi, apakah semua wanita yang tidak perawan itu tak bermoral?
Hal ini diprotes oleh Harry kawan saya (nama samaran). Ia mengaku telah merengut keperawanan istrinya sebelum mereka resmi menikah. Ia keberatan jika istrinya disebut sebagai wanita tidak bermoral.
Tapi, lain lagi bagi Herman (nama samaran). Ia mengecap Harry dan istrinya tidak bermoral. Mereka seharusnya tidak melakukannya meskipun pada akhirnya menikah juga.
Pendapat Harry dan Herman adalah contoh sederhana bagaimana masalah keperawanan menjadi kasus yang "antara penting dan tidak penting."
Kendati demikian, itu adalah urusan pribadi dan pasangannya. Bukanlah urusan orang lain untuk melakukannya.
Menariknya, dr. Robbi Asri Wicaksono, spesialis obgyn mengatakan jika tes keperawanan tidak ada dasar medisnya.
"Secara ilmu medis, tidak ada yang namanya keperawanan, tidak ada tes keperawanan, dan tidak ada karakteristik perawan."
Jadi kalau selaput dara diasosiasikan dengan maksud keperawanan secara umum, maka itu salah.
Dalam kasus pemerkosaan sekali pun, dokter pemeriksa hanya bisa mengeluarkan pernyataan tentang kondisi vagina dan selaput dara.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!