**
Dalam penyidikan polisi, Jane Toppan dianggap gila. Kesaksian yang ia berikan sungguh mengejutkan. Jane mengaku mendapat kepuasaan dengan kematian orang yang dicintainya, bahkan lebih daripada itu.
Jane mengaku terangsang secara seksual terhadap korban-korbannya yang hampir sekarat. Pria maupun wanita.
Salah satu pasien Jane yang selamat mengaku jika Jane pernah naik ke atas kasurnya sambil tertawa terbahak-bahak. Ia kemudian membelai dan menciumnya sembari mengatakan jika semua akan baik-baik saja.
Kendati tiga psikiater ahli yang membantu polisi menyelidiki kasus Jane telah menyatakan bahwa Jane gila, ternyata Jane dapat mengelabui mereka sesuai keinginannya.
Dalam sebuah wawancara Jane mengaku telah memahami arah pertanyaan psikiater. Ia mampu menjawab pertanyaan yang menjurus ke vonis gilanya. Tersebab ia lebih memilih rumah sakit jiwa, daripada harus menunggu kematian dari balik jeruji besi.
Sebagai contoh, Jane dengan lihainya membuat surat banding atas tuduhan dokter bahwa dirinya gila. Ia menyatakan dirinya masih waras dan keberatan harus dikirim ke rumah sakit jiwa.
Nyatanya, Jane tahu persis bahwa orang gila tidak pernah mengakui dirinya gila.
Senyum khas Jane, membuat dirinya berada pada level psikopat teratas.
**
Namun, karma berbuah dengan sangat cepat. Jane yang tidak gila, akhirnya benar-benar gila. Situasi di Rumah Sakit Jiwa Taunton telah mengubah dirinya menjadi seseorang yang berbahaya.